Ternyata Einstein tidaklah jenius? Tulisan yang anda baca sekarang mencoba untuk menjawab pertanyaan ini. Kebanyakan orang berpikir Einstein adalah orang yang jenius.
Meskipun dari biografinya diinformasikan beliau berprestasi buruk di
sekolah, walaupun dikemudian hari ia berubah menjadi orang yang sangat
berpengaruh dibidang Sains. Banyak juga yang percaya bahwa dia memiliki
kecerdasan yang unggul dalam penalaran matematika kompleks yang pada
akhirnya tiba pada rumus E = MC2. Kebenaran tentang Einstein sama sekali
berbeda. Meskipun ia cukup pintar, prestasinya tidak datang dari
kecerdasan yang unggul. Misalnya, Rumus Einstein tentang Kesetaraan energi dan massa sebenarnya bukan hasil dari penalaran matematika kompleks. Bahkan, dia tidak menggunakan penalaran matematika atau ilmiah sama sekali. Jika Einstein tidak tiba di E = MC2 oleh penalaran matematis atau ilmiah, bagaimana ia sampai di sana?
(Image From: worldculturepictorial.com)
Einstein tidaklah jenius. Einstein sebenarnya tidak sejenius
seperti yang orang kira. Dia hanya memiliki perasaan ingin tahu yang
sangat besar. Keunggulannya adalah ia tidak takut untuk berpikir secara
berbeda dibandingkan orang lain yang ada di sekitarnya. Beberapa waktu
kemudian Einstein menjadi tertarik dengan fisika (1895) khususnya dengan
listrik, magnet, dan fenomena cahaya yang kesemuanya sudah berada di
bawah kajian intensif sejumlah ilmuwan fisika. Sejumlah teori ilmiah
dan persamaan matematika sudah berhasil. Bahkan prinsip relativitas,
telah dirumuskan berabad-abad sebelumnya oleh astronom Galileo.
Kebanyakan ilmuwan pada saat itu
benar-benar puas dengan teori-teori yang ada. Ada beberapa situasi
teori-teori ini tidak bisa memberikan penjelasan secara memuaskan
terhadap fenomena-fenomena ilmiah tertentu. Para ilmuwan lainnya tidak
ada yang benar-benar menaruh banyak perhatian terhadap kekurangan ini.
Tak seorang pun, kecuali Einstein. Tetapi ingat, Einstein tidaklah jenius.
Einstein tertarik dengan kekurangan yang
ditinggalkan oleh teori-teori sudah berlaku pada waktu itu. Bahkan, ia
sangat menikmati bergelut dengan “teka-teki pikiran” untuk dirinya
sendiri, untuk melihat apakah teori ini bisa memberikan penjelasan
secara memuaskan.
Salah satu teka-teki yang dia ajukan
kepada dirinya sendiri adalah : Jika seseorang terbang di ruang angkasa
dengan kecepatan cahaya dengan / lengan terentang sepenuhnya memegang
cermin wajah, apa yang akan mereka lihat di cermin? Apakah mereka akan
melihat wajah mereka? Apakah akan lebih besar atau lebih kecil daripada
jika mereka diam? Apakah akan terdistorsi dengan cara apapun? Apakah
gelombang cahaya punya waktu untuk memantul dari wajah mereka, memantul
ke cermin, dan memantul kembali ke retina mereka yang juga bergerak
dengan kecepatan cahaya? Dan bagaimana jika pengamat lain mengawasi
semua ini dari tanah? Apa yang ia lihat?.
Ini adalah teka-teki yang akhirnya
menyebabkan Einstein sampai kepada rumus E = MC2. Seperti yang Anda
lihat, tidak ada apa-apa yang luar biasa, kita juga bisa bertanya hal
yang sama seperti teka-teki itu kepada diri kita sendiri. Tapi apakah
kita mampu untuk menjawabnya? atau setelah mendapat jawaban, apakah
jawaban itu cukup memuaskan? Mungkin kebanyakan dari kita akan berpikir
dan berkata “ah buat apa sibuk memikirkan teka-teki ini, toh tak akan
ada gunanya, sebab tak ada benda lain yang bisa bergerak dengan
kecepatan cahaya”. Tetapi, tetap Einstein tidaklah jenius
Apa yang membuat Einstein yang berbeda,
bagaimanapun juga, ia menolak untuk menyerah sampai dia memecahkan
teka-teki ini. Dia tidak tinggal dengan teka-teki ini hanya sehari atau
satu, dua minggu, seperti mungkin kita lakukan. Dia tidak menyerah
setelah satu bulan berlalu tanpa jawaban. Dia bahkan tidak berhenti
setelah satu atau dua tahun dari memeras otaknya. Tahukah anda? Einstein
terjebak dan terus memikirkan teka-teki ini selama 10 tahun.
Yah…sepuluh tahun, dari 1895-1905. Ia
terus merenungkan teka-teki ini hampir setiap hari. Dia membahasnya
dengan teman-temannya. Ia menjelajah dengan rekan-rekannya. Dia
membicarakan hal itu dengan para pemikir ilmiah terbesar di zamannya.
Tidak ada yang bisa memberikan jawaban. Tetapi hal yang besar tentang
Einstein adalah bahwa ia tidak menyerah seperti yang kebanyakan orang
lakukan. Dia tidak mengatakan “ini sudah cukup, biarkan saya pergi ke
hal-hal besar dan lebih baik” Tidak, dia tinggal dengan teka-teki ini.
Ia menolak godaan untuk menerima jawaban tidak lengkap hanya untuk
menyudahi pencarian ini. Dia bertahan dengan seluruh rasa ingin tahunya
yang besar. Dan akhirnya ketika jawabannya datang, dia yakin bahwa ini
benar. Maka, semakin jelas bahwa Einstein tidak jenius
Bagaimana Einstein akhirnya memecahkan
teka-teki ini? Yah, ternyata ia hanya melakukan tebak-tebakan liar.
Setelah bertahun-tahun berjuang dengan masalah ini, akhirnya dia
memiliki pengetahuan yang mengubah arah peradaban modern. Apa
pengetahuan itu? Sebenarnya, ini tidaklah semuanya kompleks , dan tidak
perlu seorang jenius untuk memikirkan hal ini. Yang Einstein
lakukan adalah menganggap bahwa kecepatan cahaya adalah konstan! Ia
berasumsi bahwa tidak ada yang bisa bergerak lebih cepat dari kecepatan
cahaya, dan bahwa cahaya bergerak dengan kecepatan yang sama, tidak
terpengaruh oleh keadaan pengamatnya. saat itu, belum ditetapkan bahwa
kecepatan cahaya adalah konstan. Semua orang berpikir bahwa waktu dan
ruang yang konstan. Tapi Einstein bersedia mempertimbangkan bahwa apa
yang orang percaya tentang cahaya, waktu, dan ruang adalah salah!
Einstein terkejut. Jika kecepatan cahaya
benar-benar konstan, seperti yang secara intuitif ia kira, maka energi
dan materi harus satu dan sama. Tidak hanya harus energi dan materi
harus sama, tetapi jumlah energi bahkan sama dengan bagian terkecil dari
materi, adalah fenomenal, dengan penalaran ini, secuil materi bisa
menghasilkan energi yang sangat besar. Tidak hanya itu, Jika kecepatan
cahaya adalah konstan, Einstein juga beralasan bahwa waktu dan jarak
haruslah relatif. Tapi ini benar-benar bertentangan dengan apa dipercaya
oleh semua orang, termasuk para ilmuwan terkemuka di dunia. Pada tahun
1905, ia menerbitkan penalara ini, termasuk kesimpulannya bahwa E =
MC2, dalam kertas tiga halaman berjudul “Does The Inertia Of A Body Depend On It’s Energy Content?”.
Makalah ini tidak memiliki catatan kaki dan tidak satupun referensi
yang dipakai untuk mendukungnya, tulisan ilmiah yang benar-benar gila.
Karena ini gila, tentunya banyak kritikan
dan tentangan yang dialamatkan kepadanya. Diantaranya bagaimana ia
dengan beraninya bertentangan dengan prinsip-prinsip Newton yang sudah
mapan, ilmuwan bertanya kepada kepadanya “mana bukti ilmiahnya?”, dan
mereka selanjutnya berkata “ini tidak benar, tak masuk akal, dan hanya
teori omong kosong belaka”. Apa jawaban Einstein terhadap keraguan itu?
Jawaban yang datang darinya Sungguh sangat sederhana, dia hanya menjawab
“periksalah, anda akan melihat bahwa saya benar”. Tentunya ini bukan
jawaban yang memuaskan para ilmuan tersebut. Sepertinya semakin kuat
dugaan bahwa Einstein tidak jenius
Ternyata, Einstein benar. Dua puluh tahun
kemudian, ketika teknologi sudah tersedia untuk menyelidiki asumsi
Einstein, dilakukanlah tes ilmiah yang ketat, teorinya divalidasi.
Akhirnya, seluruh dunia telah setuju bahwa yang Einstein temukan adalah
benar. Dia akhirnya menang meskipun butuh waktu lama untuk membuat
orang lain percaya kepadanya.
Yahh…Butuh Waktu yang sangat lama, dan
ini membutuhankan ketekunan yang luar biasa. Andaikan Einstein tidak
pernah dilahirkan, apakah ada yang bisa menemukan teori ini?. Adakah
dari kita yang memiliki ketekunan dan kesabaran seperti yang Einstein
miliki?. Seperti kata Einstein “Sebenarnya, saya tidaklah jenius, tetapi saya hanya tekun”…