Selama ini letusan dan erupsi gunung 
Krakatau dan gunung Tambora dianggap paling dahsyat di Indonesia, 
ternyata ada satu gunung lagi yang mengalahkan keduanya.
Peneliti telah mengamati jejak abu dan 
beberapa serpihan kimia dari sebuah gunung api yang pernah meletus 
dengan dahsyat dari jejaknya pada lapisan es, baik yang berada di Kutub 
Utara maupun di Kutub Selatan.
Namun sejauh ini masih menuai misteri, 
karena belum ditemukan gunung api yang meletus dan bertanggung jawab 
atas jejak-jejak abu di lapisan es tersebut.
Para ilmuwan, temuan yang dipublikasikan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences,
 mengatakan bahwa letusan gunung berapi tersebut adalah yang terbesar 
dalam 7.000 tahun terakhir, namun asal-usulnya telah membingungkan 
glaciologists, vulkanologi, dan ahli iklim selama beberapa dekade.
Yang sejauh ini peneliti ketahui, pada 
masa lalu sekitar tanggal 05 April 1815, gunung Tambora meletus dan 
mengakibatkan ribuan orang meninggal dunia. Bahkan letusannya juga 
melahirkan gelombang tsunami besar di kala itu.
Setelah Tambora, 68 tahun kemudian yaitu 
pada tanggal 27 Agustus 1883, gunung Krakatau meletus dengan hebat. 
Bahkan awan abunya sempat menutupi hampir seperempat bagian dari bumi.
Selain keduanya, menurut para peneliti, 
ternyata sekitar tahun 1257 ada gunung berapi lain di Indonesia yang 
juga meletus dengan dahsyat, yaitu gunung Samalas.
Karena letusan gunung Samalas tersebut, 
selain membuat banyak orang yang meninggal, suhu kala itu turun drastis 
dan banyak petani dari seluruh dunia yang mengalami gagal panen.
Kini struktur gunung itu telah berubah 
semenjak terjadi letusan pada masa lalu itu, dan diperkirakan letusan 
gunung satu ini lebih dahsyat dibandingkan dengan gunung Krakatau bahkan
 gunung Tambora!
Peneliti Mencari “Pelaku” berdasarkan Catatan Letusan “Yang Gelapkan Dunia”
Sebuah ledakan misterius terjadi pada 
1257, di abad ke-13. Saking dahsyatnya, jejak kimiawinya terekam dalam 
es di Arktik dan Antartika.
Teks dari Abad Pertengahan menceritakan 
tentang iklim yang secara mendadak mendingin dan panen yang gagal. 
Membuat warga susah, bahkan diduga banyak yang tewas.
Dan baru kini para ilmuwan menemukan gunung berapi yang bertanggung jawab atas peristiwa tersebut.
Dalam jurnal sains, PNAS, tim 
internasional menunjuk pada Gunung Samalas di Pulau Lombok, Indonesia 
yang ini dikenal sebagai Gunung Rinjani. Hanya sedikit struktur gunung 
api yang tersisa dan kini tampilannya hanya berupa danau kawah Segara 
Anak.
Gunung yang bernama Samalas
 yang kini “hampir tak tersisa dan hanya tinggal sisa letusannya” – 
sekarang lebih dikenal bernama Gunung Rinjani di Pulau Lombok, dituding 
sebagai penyebab perubahan iklim mendadak di abad pertengahan untuk 
wilayah Eropa dan sekitarnya.
Nah, ternyata inilah gunung yang dianggap
 bertanggung jawab telah menorehkan jejak-jejak abu vulkaniknya di 
lapisan es di kedua kutub Bumi.
Tim ilmuwan mengaitkan jejak sulfur dan 
debu di es di kutub dengan data yang ditemukan di wilayah Lombok, 
termasuk unsur radiokarbon, tipe dan penyebaran batu dan abu, cincin 
pepohonan, dan bahkan sejarah lokal yang menyebut tentang runtuhnya 
Kerajaan Lombok di suatu masa Abad ke-13.
“Buktinya sangat kuat dan menarik,” kata 
Profesor Clive Oppenheimer dari Cambridge University, Inggris, seperti 
dimuat BBC, 30 September 2013.
Koleganya sesama ilmuwan, Profesor Franck
 Lavigne dari Pantheon-Sorbonne University, Prancis menambahkan, “Kami 
melakukan sesuatu yang mirip investigasi kriminal.”
“Awalnya kami tak tahu siapa 
tersangkanya, hanya berbekal hari ‘pembunuhan’ dan jejaknya dalam bentuk
 geokimia di inti es. Itu memungkinkan kami melacak gunung yang 
bertanggung jawab.”
Sebelumnya, para peneliti lain mengatakan
 bahwa terjadi perubahan iklim mendadak dikarenakan letusan gunung api 
Okataina di Selandia Baru dan El Chichon di Meksiko, namun bukti lain 
menyebutkan bahwa Samalas yang menjadi kandidat kuat sebagai 
‘pelakunya.’
“Buktinya sangat kuat dan menarik,” kata 
Clive, seperti dikutip BBC (01/10/2013). Selain menjadi ‘pelaku’ 
berubahnya iklim secara mendadak di sebagian wilayah di planet ini, 
letusan dan erupsi Samalas juga dikait-kaitkan dengan sejarah lokal 
yaitu jatuhnya Kerajaan Lombok sekitar abad 13.
Bukti lain, seperti yang dituliskan di 
National Geographic (01/10/13), adalah terdapatnya teks dalam bahasa 
Jawa, Babad Lombok, yang menceritakan sebuah erupsi besar dari gunung 
api raksasa bernama Samalas yang akhirnya menciptakan sebuah kaldera 
atau kawah.
Ledakan 1257 tersebut sebelumnya dikira 
terkait sejumlah gunung di Meksiko, Ekuador, dan Selandia Baru. Namun, 
berdasarkan penelitian, sejumlah kandidat tersebut gagal memenuhi 
prasyarat karbon dating dan geokimia. Hanya Samalas yang cocok.
Peristiwa Global
Tim yang langsung turun ke Lombok 
mengindikasikan setidaknya 40 kilometer kubik batuan dan debu terlontar 
dari gunung yang mengamuk. Dengan ketinggian lebih dari 40 kilometer ke 
langit.
Ledakan tersebut pastilah luar biasa, 
hingga bisa mengirim material itu ke seluruh dunia, dalam jumlah yang 
signifikan untuk dilacak sampai ke Greenland dan lapisan es Antartika. 
Dan, akibatnya pada iklim juga luar biasa.
Teks-teks Abad Pertengahan 
mendeskripsikan cuaca yang mengerikan di musim panas tahun berikutnya, 
pada 1928: dingin, hujan yang tak kunjung berhenti, hingga memicu 
banjir.
Para arkeolog baru-baru ini juga 
menentukan perkiraan tahun kematian pada 1258 pada ribuan orang yang 
dimakamkan di kuburan massal di London.
“Kami belum bisa memastikan dua kejadian 
tersebut — meletusnya Samalas dengan kematian massal di London. Namun, 
warga di masa itu pasti sangat tertekan.”
Jika dibandingkan, kekuatan ledakan Samalas setidaknya sama besar dengan Krakatau (1883) dan Tambora (1815).
Inti es juga menyimpan jejak peristiwa 
kolosal pada 1809 yang masih jadi misteri. Seperti halnya jalan panjang 
menemukan Samalas, proses untuk mengetahui asal muasal peristiwa 1809 
akan sulit.
“Luar biasa bahwa kita belum menemukan 
bukti dari peristiwa itu. Namun, tak ada tempat di dunia yang bisa 
mengubur kabar buruk seperti itu.”
Jadi apabila penelitian ini benar, maka ada 4 gunung api dengan letusan dan erupsi maha dahsyat di Indonesia, yaitu gunung Toba, gunung Tambora, gunung Krakatau dan kini, gunung Samalas. (BBC/ Ein/Yus/gunungrinjani.net/ Sumber : Liputan 6/ National Geographic)

Distribution of PDCs from the Samalas eruption and location of charcoal samples used for radiocarbon dating (pnas.org).

Samalas
 caldera and Segara Anak. (A) Photograph of the present caldera viewed 
from the east (photo: Zulz, “Gunung Baru” June 26, 2006 via Flickr, 
Creative Commons License). (B) Present (shaded tones surface) and 
preexplosion reconstructed topography (black grid). We assume that a 
caldera was absent before the mid-13th century eruption, because no 
other large Plinian eruption has been identified (pnas.org).

Isopach
 maps for Samalas plinian and phreatoplinian fall deposits. (A) Samalas 
F1 compared with the F4 Plinian fall unit of Tambora A.D. 1815 (20, 21).
 (B) Samalas F2 Phreatoplinian fall unit. (C) Samalas F3 Plinian fall 
unit. Isopachs were mapped for the F1, F2, and F3, from 44, 22, and 18 
thickness measurements in the field, respectively. Interpolation of the 
data using a multiquadratic radial model was the first step in 
constructing the final isopach maps. Although much less widespread than 
the F1 unit, the distributions of the F2 and F3 units are both broader 
than the main Plinian fall unit of Tambora 1815 (pnas.org).

Radiocarbon
 and calibrated ages of the charcoal samples from the Samalas 
pyroclastic density current deposits using OxCal 4.2.2 and IntCal 09 
(32, 33). Although some ages are older, none is younger than A.D. 1257 
(at 95% confidence level). Based on this model, the Samalas eruption 
cannot be correlated with ice-core sulfate anomalies at A.D. 1275 and 
A.D. 1284 (2), which are clearly too young for our A.D. 1257 age model. 
This interpretation is consistent with written sources as discussed in 
the text (pnas.org).
 







 
 



Tidak ada komentar:
Posting Komentar