“Hak Penciptaaan
Hanya Milik Allah semata “
Distribusikan secara bebas untuk
kepentingan Umat Islam
2005-2057 adalah era tegaknya Cahaya
Pemurnian Tauhid
Kalimah Basmalah terdiri dari 19 huruf yang nyata.
Dari 19 huruf yang nyata tersebut, terdapat susunan 4 kelompok kalimat dan kata
yaitu “Bism” (3 huruf), “Allah” (4 huruf), “ar-Rahmaan” (6 huruf), dan
“ar-Rahiim” (6 huruf). Sehingga diperoleh jumlah huruf dari ke-4 kalimat
dan kata yang membangun kalimah Basmalah menjadi 19 huruf.
Didalam al-Qur’an jumlah
dari 4 kata yang membangun kalimat “Basmalah” yaitu “Bism”, “Allah”,
“ar-Rahmaan”, dan “ar-Rahiim” ditemukan dengan suatu jumlah yang
mengikuti suatu komposisi perkalian dimana bilangan 19 menjadi faktor pengali yang
tetap. Jadi secara umum berlaku nx19. Hubungan yang berlaku atas
fakta-fakta demikian adalah (Lihat M. Quraish Shihab, “Membumikan al-Qur’an”,
Mizan, 1998) :
• “Bism” : 1x19=19 kali, jadi kata “Bism”
ditemukan sebanyak 19 kali didalam al-Qur’an pada beberapa surat.
• “Allah” : 142x19=2698 kali
• “ar-Rahmaan” : 3x19=57 kali
• “ar-Rahiim” : 6x19 = 114 kali
Jumlah kata “ar-Rahiim”
ditemukan sebanyak 114 kali yaitu sejumlah surat al-Qur’an. Sebenarnya terdapat
1 kalimat “ar-Rahiim” yang menjadi kata ke-115 namun kata ini tidak
merujuk kepada penyifatan Allah namun kepada sifat-sifat Nabi Muhammad SAW
yaitu pada QS 9:128.
Dengan fakta demikian, para ahli Ijaz Adadi sepakat
bahwa angka 19 menjadi basis dasar bilangan yang menentukan kodefikasi
penyusunan al-Qur’an. Hal ini menjadi sangat penting karena dengan adanya fakta
demikian maka kodefikasi al-Qur’an sebenarnya sangat akurat dan eksak mengikuti
suatu sistematisasi yang sebenarnya menggambarkan makna yang sangat luas bahwa
al-Qur’an adalah rahasia semesta alam yang tersirat dalam QS,
Tidaklah mungkin Al Qur'an
ini dibuat oleh selain Allah; akan tetapi (Al Qur'an itu) membenarkan
kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah
ditetapkannya, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta
alam.(QS 10:37)
Jika mereka yang kamu seru
itu tidak menerima seruanmu (ajakanmu) itu maka (katakanlah olehmu):
"Ketahuilah, sesungguhnya Al Qur'an itu diturunkan dengan ilmu Allah dan
bahwasanya tidak ada Tuhan selain Dia, maka maukah kamu berserah diri (kepada
Allah)?"(QS 11:14)
Dua frase kalimat yang
penting yang menjadi salah satu kunci pemahaman dalam 2 ayat diatas adalah “(Al
Qur'an itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum
yang telah ditetapkannya, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari
Tuhan semesta alam.” Yang menegaskan kalimat sebelumnya bahwa Al’Qur’an
adalah firman Tuhan sehingga apa yang ada didalamnya merupakan suatu keputusan
Allah SWT yang telah ditentukan sebelum semua makhluk diciptakan-Nya, semua
kitab suci Wahyu yang pernah diturunkan adalah al-Qur’an sebagai satu-satunya
Ummul Kitab, dan mengandung suatu ketetapan dan kepastian yang tidak akan
mungkin untuk diubah sampai akhir zaman seperti tersirat dalam QS 48:23 yang
menjadi basis kajian otentifikasi al-Qur’an Musaf Utsmani ini.
Dalam frase “maukah kamu berserah diri (kepada
Allah)?”, Allah sebenarnya memberikan kisi-kisi bagaimana cara untuk
memahami al-Qur’an yaitu dengan berserah diri dan tentunya berendah hati dengan
instrumen yang diberikan kepada al-Insaan yaitu akal pikiran dengan “Iqra” (QS
96:1-5) yang benar dan Penyucian Jiwa (QS 91:9). Dalam arti yang luas, kedua
aspek penting dari pendekatan untuk memahami al-Qur’an tersebut tidak lain
menjadi akhlak dan perilaku yang ditunjukkan oleh Nabi Muhammad SAW dengan utuh
dan benar (jadi bukan sekedar berbaju atau berteriak mengatasnamakan Islam
namun akhlak dan perilakunya jauh dari akhlak Rasulullah SAW yang berendah hati
di hadapan Allah sehingga iapun menjadi hamba dan Kekasih-Nya. Simak juga
maksud ayat QS 9:128-129).
1. Otentifikasi al-Qur’an
19 huruf Basmalah akhirnya
menjadi kunci untuk kodefikasi al-Qur’an seperti banyak ditelaah oleh para ahli
tafsir. Bilangan 19 sendiri kalau kita jumlahkan sebenarnya memiliki angka 10
sebagai suatu bayangan. Jadi, makhluk sebagai bayangan Allah adalah bayangan
dari kalimah Basmalah yang memanifestasikan keinginan Allah untuk dikenal
dengan naungan rahmat dan kasih sayang-Nya yang tidak berkesudahan.
Dalam kalimat Basmalah, firman-firman Allah kemudian
terurai menjadi 6236 ayat sedangkan kalau kita tambahkan dengan firman Basmalah
yang berjumlah 112 diperoleh 6348. Untuk jumlah ayat ternyata ada 2 versi yaitu
6234 ayat yang akhirnya menjadi 6346 yang memenuhi kelipatan 19x334 dan 6236
yang akhirnya menjadi 6348.
Beberapa versi jumlah ayat
al-Qur’an lainnya muncul seperti dikutip oleh buku “Almanak Alam Islam”
terbitan Pustaka Jaya , tahun 2000 yaitu versi 6240 ayat, 6353 ayat dengan 113
Basmalah. Selain itu dari pusat-pusat penyiaran Agama Islam muncul juga jumlah
ayat al-Qur’an yang berbeda-beda misalnya : pembaca Kufah meyakini ada 6239
ayat, Basrah 6204, Syria 6225 ayat, Mekkah 6219 ayat, Madinah 6211 ayat, dan
menurut Ibnu Abbas 6.616 ayat. Meskipun perbedaan ini muncul karena berbagai
penafsiran dari titik tolak yang berbeda, namun tak urung memang membingungkan.
Bahkan dalam penafsiran yang ekstrim, misalnya pandangan Mohammad Arkoun untuk
mendekonstruksi Mushaf Utsmani setidaknya muncul bukan sekedar karena pengaruh
hermetika teologis namun karena banyaknya versi al-Qur’an yang muncul. Saat ini
jumlah ayat dalam mushaf Utsmani adalah 6236 dengan 112 basmalah menjadi 6348.
Untuk membuktikannya memang
diperlukan suatu metode cek paritas untuk menguji integritas kodefikasi
al-Qur’an. Beberapa penelitian (Arifin Muftie, “Matematika Alam Semesta”,
penerbit Kiblat, Mei 2004; KH Fahmi Basya, “Matematika Islam”, Penerbit Republika
Cetakan ke-3 2005) membuktikan keshahihan al-Qur’an Mushaf Utsmani karena pada
beberapa aspek perubahan yang kecil akan menyebabkan berubahnya struktur
al-Qur’an secara menyeluruh, bahkan konsepsi alam semesta pun berubah.
Namun, sejauh ini pembuktian
kodefikasi itu masih bersifat parsial dan kurang menyeluruh selain kurang
terintegrasi, demikian juga apa dampaknya bila berubah tidak dipahami dengan
persis. Hasilnya memang dapat dilakukan beberapa pendekatan dengan beberapa
metode seperti diungkapkan oleh Arifin Muftie “Matematika Alam Semesta” maupun
KH Fahmi Basya dalam bukunya “Matematika Islam”.
Adakah satu cara yang lebih utuh dan terintegrasi
untuk melakukan cek paritas jumlah ayat al-Qur’an dan konstruksinya bahwa
Mushaf Utsmani adalah Mushaf Nabi Muhammad SAW, termasuk konsekuensi logis
sekiranya struktur al-Qur’an berubah atau dipaksa untuk dimodifikasi? Saya
mengatakannya ada, dan itu tersirat di ayat-ayat al-Qur’an dengan eksak.
2. Konsep Penciptaan Dalam
Al Qur’an : Rahasia 29 Surat Fawatih
Konsep awal mula penciptaan
menurut pandangan al-Qur’an dapat diringkas sebagai berikut :
"ketika Allah (sebagai angka 1) hendak
memperkenalkan diri-Nya, maka Dia ciptakan cermin (angka 8). Makhluk adalah
bayangan kesempurnaan-Nya (angka 10) yang nampak didalam cermin. Diantara
diri-Nya dan cermin serta bayangan-Nya, terhampar permadani maghfirah sebagai
ampunan dan tobat (angka 9) yang dihamparkan Allah dengan ikhlas (Qs 112)
sebagai penauhidan makhluk pada-Nya (12) untuk kembali kepada-Nya (91:9) dengan
ridha-Nya (19 huruf kalimat Basmalah).”
Jalan kembali itu sangat
luas dan lurus, karena ia merupakan jalan kembali dengan berserah diri, maka
kodefikasi 91 adalah petunjuk jalan kembali, dan penyucian jiwa (QS 91) untuk
mencapai kesempurnaan yaitu tersingkapnya jalan yang luas atau yang dimaksudkan
sebagai Shiraatal-Mustaqiim. Shirataal-Mustaqim terbangun dari 19
huruf basmalah yang lahiriah, dan 3 huruf tersembunyi yang menyempurnakan bahwa
awal dan akhir segala sesuatu adalah penauhidan kepada-Nya (QS 57:3). Maka
jalan kembali itu, Shirataal-Mustaqiim itu adalah jalan tauhid, dengan
petunjuk dari orang yang diberi nikmat yaitu Nabi Muhammad SAW sebagai Utusan
Allah, yang mampu menginternalisasikan sifat-sifat Ar-Rahmaan dan ar-Rahiim
dengan utuh QS 9:128. Bagi umat manusia, petunjuk jalan kembali itu aktual dari
19 huruf Basmalah, itulah yang kemudian menjadi 6236 ayat al-Qur'an. Jadi,
secara langsung Al Qur’an lah yang dimaksudkan dengan Shirathaal Mustaqim itu
namun dengan catatan bahwa manusia mampu mengimplementasikan nilai-nilainya
didalam dirinya dengan mengikuti petunjuk atau washilah Rasulullah Nabi
Muhammad SAW. Makhluk yang diciptakan sebagai bayangan di dalam cermin adalah
bayangan kesempurnaan Allah. Karena jalan kembali sebagai Shirathaal
Mustaqiim (QS 1:6) adalah Tauhid dengan panduan yang mendapatkan rahmat
Allah atau Muhammad Utusan Allah (Qs 1:7), maka bayangan yang sempurna didalam
cermin adalah kebalikan dari tauhid atau angka 10 atau 1+9=9+1=10 yaitu huruf
Ya.
Dari sisi makhluk, penauhidan kepada Allah yang Esa
terletak diantara permadani maghfirah Allah yang terhampar dengan ampunan dan
tobat dengan cermin yang pertama kali diciptakan-Nya, maka berlaku urutan
proses 9 12 8 yang menjadi QS 9:128.
Sesungguhnya telah datang
kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu,
sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi
penyayang terhadap orang-orang mukmin.(Qs 9:128)
Jadi, syarat fundamental
bagi yang memasuki jalan yang lurus adalah manusia yang menauhidkan Tuhan
sebagai Allah, Dialah Tuhan Yang Maha Esa, yang kemudian menjadi QS 112:1-4.
Dan untuk kembali kepada-Nya, maka makhluk yang berhasil adalah yang berhasil
melaksanakan mi'raj sebagai 17 rakaat shalat dari jumlahan Thaa dan Ha menjadi
kalimatullah ThaHaa QS 20:1. Semua itu adalah petunjuk yang diberikan oleh Nabi
Muhammad SAW sebagai rasul bagi orang-orang yang mukmin.
Tersingkapnya kegaiban mutlak Allah, sebagai Tuhan
Yang Maha Esa, adalah tersingkapnya tabir Ghain yang menyemburatkan
kehendak-Nya untuk menciptakan dengan menampilkan Cahaya Kemuliaan-Nya sebagai
Cahaya Diatas Cahaya (QS 24:35), maka Allah adalah ar-Rabb sebagai Rabbul
Aalamin.
Tampilnya cahaya adalah tampilnya 2 pasang sifat dan 3
Ism Agung, namun segala sesuatunya diawali dengan cahaya yang ghaib maka
tampilan Asma dan Sifat pertama kali tersembunyi dalam kegaiban 2 pasang sifat
kesempurnaan dan 5 Asma dan Sifat.
Untuk menyingkap kegaiban Allah dan Asma dan
Sifat-Nya, maka Allah harus menetapkan suatu konsepsi penciptaan dimana makhluk
akan diciptakan dengan suatu kondisi yang tetap sebagai suatu sunnatullah QS
48:23, terukur (QS 54:49, 15:21), dalam kondisi awal keseimbangan (Qs 67:3),
mempunyai ruang-waktunya sendiri (QS 17:12), dan sadar akan dirinya sebagai
makhluk yang mempunyai keterbatasan atas waktu (QS 103), dan pertamakali
menyaksikan Diri-Nya dengan tauhid (QS 7:172).
Kemudian ketetapan lain
yang penting adalah bahwa Dia menciptakan sesuai dengan apa dengan yang
dikehendaki-Nya (QS 28:68). Maka bagi makhluk yang mengenal dirinya, ia akan
mengenal siapakah Tuhannya (man arofa nafsahu, faqod arofa robbahu). Dan
siapapun yang akan memperhatikan bagaimana ia diciptakan akan menyadari
pertemuan kembali dengan Penciptanya (QS 30:8).
al-Aalamin (QS 1;2) yang
diciptakan-Nya adalah al-Aalamin yang menjadi cermin kesempurnaan-Nya,
namun hanya makhluk sempurna yang berakal pikiran yang mampu menampung
pengetahuan-Nya lah yang akan menyingkapkan siapakah Dia. Itulah makhluk yang
tercelup dalam kekuasaan Ilmunya yang tak berbatas, dialah yang merasakan
kekuasaan-Nya sebagai Shibghaatalllahi (QS 2:138).
Bila makhluk terjerat di dalam Laam sebagai
alam semesta yang menabiri, maka Ghairi dari penyingkapan kegaiban-Nya menjadi
“Ghairil” (Qs 1:7, setelah “Ghairil..” sering dikatakan juga
menjadi ayat ke-8 dari al-Fatihah). Makhluk pun tertabiri oleh semua aspek
kebendaan yang menyelimuti dirinya. Makna makhluk pun menjadi yang dimurkai dan
tersesat (QS 1:7).
Hanya ampunan dan tobat Allah sebagai hidayah yang
dapat membebaskan makhluk dari penjara Laam sebagai alam materi, yaitu
yang diciptakan sebagai penampilan kesempurnaan-Nya yang tercerap alam
inderawi. Itulah makhluk pertama yang menjadi awal dan akhir kehendak Allah
untuk menciptakan. Siapakah dia?
Esensinya dinamakan sebagai Dal sebagai
kesempurnaan azali, dan bayangan kesempurnaannya di dalam cermin adalah Mim.
Dengan demikian, Mim berada dalam Laam baik secara individual
sebagai eksistensi semua makhluk maupun secara global sebagai al-Aalamin.
Dan unifikasi Mim - Dal menjadi bayangan kesempurnaan-Nya yang memberikan
rahmat bagi seluruh alam. Ketika Hha sebagai 5 Asma dan Sifat-Nya
tercetuskan di alam gaib, maka Hha menjadi nyata sebagai tersingkapnya
Asma-Nya sebagai ar-Rahmaan dari titik dibawah Baa dari Allah sebagai
Dzat Yang Esa dan al-Ghaibi.
ar-Rahmaan tampil sebagai
bentuk sepasang bintang lima yang saling berhadapan ketika cermin Ha wujud,
keduanya membangun enam titik temu menjadi bentuk hexagonal, segienam, atau
penampang sarang tawon. Dari sepasang segi lima berhadapan tersebut, Allah
memfirmankan QS 2:255 dan QS 55 sebagai ar-Rahmaan yang memberikan rahmat dan
kasih sayang dan wujud sebagai dia yang disebutkan-Nya sebagai Rahmatan Lil
Aalamin (QS 21:107).
Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk
(menjadi) rahmat bagi semesta alam.
Tampilnya 5 titik temu
menjadi segi lima ar-Rahmaan terbangun dari 7 ruas dari pertemuan 3 Asma dan
Sifat. Tiga (3) titik temu terbangun dari masing-masing ruas yang membangun
ar-Rahmaan, maka darinya penauhidan makhluk adalah penauhidan awal dan akhir,
lahir dan batin , dan yang meliputi segala sesuatu yaitu QS 57:3.
Dari sepasang segilima yang membangun segi enam
penampang sarang tawon, maka konsepsi penciptaan ditentukan bahwa hexagonal itu
terbangun dari 7 Asma dan sifat dengan 3 titik temu dalam keadaan keseimbangan
yang tidak habis bagi sebagai tampilnya As-Shamadiyah Dzat Allah (QS
112:2). Oleh karena itu QS 67:3 difirmankan sebagai prinsip penciptaan makhluk
yang diciptakan dalam keadaan seimbang, dengan potensi baik dan buruk yang sama
(QS 91:7-8).
Ketika huruf Hha membangun
tampilan ar-Rahmaan maka ar-Rahiim nyata sebagai sifat yang melekat dan
kekuasaan yang dimiliki Allah sebagai ar-Rahmaan, maka Allah memperkenalkan
dirinya sebagai Dia adalah ar-Rahmaan (Qs 17:110) dan memiliki sifat ar-Rahiim
yang menyiratkan kekuasaan-Nya atas segala eksistensi makhluk. Semua makhluk
hanya tegak karena kekuasaan Allah sebagai ar-Rahmaan yang memiliki sifat
ar-Rahiim. Bayangan yang tampil didalam cermin adalah ar-Rahmaan dan ar-Rahiim
sebagai Rahmatan Lil Aalamin yang aktual setelah semburatnya Nun dan Raa
menjadi Nur yang disingkapkan ketika Allah menyatakan diri-Nya sebagai Ar-Rabb
Al-Aalamin. Makhluk yang wujud kemudian disebutkan-Nya sebagai Rahmatan
Lil aalamin yang tidak lain adalah Cahaya sebagai Nur Muhammad yang menjadi
esensi makhluk pertama.
Dengan aktualnya ar-Raab
sebagai Rabbul Aalamin, terjadi proses yang nyaris mandiri dimana-mana, jadi
pengertian yang menyangkut ruang-waktu saat itu, dialam yang gaib awal mula,
tak bisa digambarkan sebagai suatu proses, karena semuanya mandiri terjadi
serentak layaknya kita menumpahkan sekardus jigsaw puzzle diatas lantai.
Dengan aktualnya Nur Muhammad, maka bayangan Hha
mandiri tercipta didalam cermin sebagai Nun. Lantas, ar-Rahmaan ar-Rahim aktual
sebagai Rahmaatan Lil Aalamin yang menaungi huruf Mim yang tampil
lebih nyata karena Nur awal mula sudah aktual sebagai Nur Muhammad.
Nur Awal Mula adalah hakikat Nur dari Allah sebagai
ar-Raab, yaitu tersingkapnya tabir al-Ghaibi dari esensi Dzat Allah yang
aktual. Firman Ghairi tanpa akhiran Laam (l) adalah Ra yang
tersingkap yang menyingkap Ba dan titik dibawahnya sebagai Esensi
Ilahiyah yaitu kekuasaan Allah sebagai ar-Rahmaan. Ketika Hha wujud, maka Mim
yang dinaungi Rahmaatan Lil Aalamin adalah Hha-Mim (Qs 40:1)
sebagai kesempurnaan unifikasi awal mula Alif-Dal yang tertabiri huruf Ghain
atau al-Ghaibu Allah. Jadi firman QS 40:1 adalah firman Hha-Mim awal mula yang
menjadi al-Mukmin. Dengan demikian Dal – Mim, yang dilihat dari sisi makhluk di
dalam cermin menjadi Mim – Dal, mempunyai sisipan Hha Mim menjadi
lafaz yang utuh sebagai Muhammad yang lahiriah sebagai nabi dan rasul terakhir,
ialah makhluk yang pertama kali diciptakan dengan kesempurnaan-Nya. Didalam
cermin yaitu huruf Ha (8) terjadi unifikasi antara Allah-Muhammad sebagai Alif
– Mim yang akhirnya akan menegakkan semua eksistensi makhluk. Laam tanpa
Mim tidak bisa eksis, Mim tanpa Alif tidak akan berdiri, Alif sendirian maka
Dia sebagai al-Huwa menjadi Dzat Yang Ahad, Ash-Shamad, dan Ghaib
Mutlak.
Saat yang sama, ketika Nur
aktual maka angka 9 sebagai permadani maghfirah menampilkan
bayangannya didalam cermin sebagai angka 6 atau huruf Wau. Wau seperti
cahaya yang muncul sebagai garis melengkung sesaat yang kemudian membesar
menjadi benderang dan menjadi huruf Sin. Maka dari kondisi diam kemudian
bergerak, maka firman Allah kemudian menyatakan Thaa Sin (QS 27:1):
yaitu gerakan 69 sebagai aktualnya energi awal mula seperti gerakan cakram
galaksi Bimasakti.
Thaa Sin sebagai gerak awal mula munculnya eksistensi makhluk
awal mula yang nyata tidak lain adalah firman al-Haqqah (QS 69:1)
sebagai "yang pasti terjadi” karena sebelumnya kehendak Allah sudah
dinyatakan dialam gaib sebagai "Sin Nun dan Ta" yang menjadi
sunnatullah yang tetap QS 48:23.
Ta sebenarnya muncul dari
aktualnya huruf Dal dengan multiplikasi dari tersingkapnya satu tabir
ghain menjadi Qaaf (Qs 50). Jadi ketika Allah sebagai Yang Maha Gaib (al-Ghaibi)
berkeinginan untuk memperkenalkan diri, Dia tertabiri oleh 3 tabir yaitu
diri-Nya sebagai Allah, Dzat Yang Maha Esa dan Ghaib Mutlak, dan 2 atribut-Nya
yaitu Asma dan Sifat.
Satu tabir tersingkap
adalah tabir Sifat yang mengaktualkan Dal sebagai kesempurnaan yang
menyingkapkan Ahadiyyah dan Shamadiyyah, ketunggalan dan
keunikannya, dan ketidak terserupakannya (QS 112:1-4). Tabir kedua adalah tabir
Asma yaitu ketika Dia sebagai Allah mengatakan dirinya sebagai ar-Rahmaan (QS
17:110). Tabir ketiga adalah diri-Nya sebagai Allah. Jadi Qaaf (Qs 50)
aktual ketika tabir sifat terbuka menjadi "Qaaf" dan "Laam"
yang berakhir dengan "Qul" atau "katakan", yang
akhirnya menjadi firman QS 112 untuk menampilkan Ahadiyyah dan Shamadiyyah
Dzat-Nya Yang Maha Esa dan menjadi tempat bergantung bagi semua makhluk. Maka
dari sinilah semua eksistensi makhluk tak lain dari 19 huruf yang menjadi padanan
Basmalah yaitu kalimat Haulaqah :
“Laa Hawla walla quwwata
illa billah”
Setelah Thaasin
mengaktualkan al-Haqqah sebagai sunnatullah yang pasti terjadi, Laam yang
tersirat sebagai Qaaf dan Laam dalam firman "Qul" dan juga menjadi
akhir dari "Laam" dari firman ke-8 al-Fatihah "Ghairil"
sebagai tersingkapnya tabir kegaiban menjadi Laam menunjukkan wujud aktual
sebagai kesempurnaan makhluk yang diciptakan Allah menjadi "Alif Laam
Mim" dalam QS al-Ankabut (QS 29:1) dan menjadi al-Aalamin (QS
1:2).
Saat itu sebenarnya firman
Allah mempertemukan Alif Laam dengan Ra menjadi Alif Laam Ra (QS 10:1) yang
wujud diantara hamparan Taubat dan bayangan Allah sebagai huruf Ya. Jadi,
bayangan yang tercipta sebagai makhluk hanya dapat meraih taubat yang benar
jika ia menerima cahaya langsung dari Allah yang tak lain adalah frase terakhir
dari surat An-Nuur ayat ke-35 dan dengan kalimat Haulaqah.
“Cahaya di atas cahaya
(berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia
kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia,
dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.(Qs 24:35)”
Setelah itu terjadi
pertemuan yang difirmankan sebagai Alif Laam Mim Ra (QS 13:1) sebagai
bertemunya semua makhluk baik sebagai Mim yang menjadi bayangan kesempurnaan
maupun Laam sebagai al-Aalamin. Hal ini juga menunjukkan bahwa Mim
sebagai Muhammad menjadi washilah bagi semua makhluk. Yang
mengikuti jalan lurus dengan tauhid dan Muhammad sebagai yang diberi nikmatlah
yang akan selamat meniti Shiraatal Mustaqiim. Apakah Allah pilih kasih?
Tentu saja tidak karena
sebagai makhluk pertama, ia menaungi semua makhluk lainnya dengan Rahmaatan
Lil Aalamin dari ar-Rahmaan dan ar-Rahiim Allah. Demikian juga, terdapat
proses pembelajaran untuk menghimpun pengetahuan yang disediakan Allah bagi
makhluk-Nya yaitu munculnya pengertian waktu. Sepanjang sejarahnya,
sejak zaman Adam sampai Nabi dan Rasul yang menyampaikan tauhid, Pengetahuan
tentang Tuhan sudah difirmankan yaitu yang tersirat dalam firman Alif Laam Ra
dari QS Hud (QS 11), Qs Yusuf (QS 12), Qs Ibrahim (QS 14), dan al-Hijr (QS 15)
dan dalam surat al-Anbiya (QS 21).
Namun, sejarah berkata
lain, ketika nafsu ammarah menyelubungi manusia, maka semua Pengetahuan tentang
Tuhan ternyata diselewengkan oleh para generasi setelah Nabi-nabi yang menjadi
Ulul Azmi. Distorsi realitas ini muncul karena keberhasilan Iblis menelusup
kedalam hati manusia yang saat itu menjadi tamak akan kekuasaan dan previledge
baik ia sebagai penguasa (raja) maupun penguasa otoritas keagamaan yang terlena
dengan hak dan keistimewaan yang diterima dari masyarakatnya.
Penyewengan itu pun
akhirnya semakin menjauhkan manusia ke dalam lumpur kehinaan yaitu
membengkokkan firman-firman Tuhan sesuai dengan keinginan hawa nafsunya,
pengkultusan berlebihan, fanatisme yang bodoh, kedengkian, dan penyakit iblis
lainnya. Maka pengetahuan tentang tauhid pun menjadi semakin bengkok sampai
akhirnya esensi makhluk awal mula sebagai Mim yang menjadi Nabi dan Rasul
terakhir muncul di muka bumi sebagai Nabi Muhammad SAW sebagai penutup para
Nabi dan Rasul. Dialah yang kemudian menjadi al-Mahi sebagai Khalqi
Avatar – Utusan Allah yang terakhir yang memerangi kekufuran dan menegakkan
tauhid yang murni dengan al-Ikhlas.
Surat al-Ankabut sebagai
firman Alif Laam Mim menyiratkan bahwa dalam Laam sebagai alam semesta dan
semua isinya, komposisi Laam terdiri dari 29:1 atau 29 alam menjadi tatanan
alam Ghaib dan 1 alam menjadi alam nyata. 29 surat mengandung huruf fawatih
juga muncul dari pengertian angka 29 dari nomor surat al-Ankabut yang
sebenarnya menunjukkan aktualnya Esensi Ilahiah sebagai Ain yang tersingkap
dari titik dibawah Ba, yaitu tersingkapnya Qaaf dengan Ba menjadi huruf Nun
yang akhirnya mengaktualkan cahaya.
Namun Nun yang
mengaktualkan cahaya tersingkap setelah Mim disingkapkan oleh Ba sebagai Kaf,
dengan demikian jadilah kemudian firman penciptaan Adalah "Kun".
Huruf Ba, Sin, dan Mim kemudian disebutkan dalam surat al-Alaq QS 96:1 menjadi
"Bismi" dan Raab menjadi Khalaq yang menciptakan , yang kemudian
menjadi “Bismillahir” sebagai aktualnya 3 Ism Agung dari Allah dengan
ar-Rahmaan dan ar-Rahiim, dan munculnya Nur dari unifikasi Nun dan Ra. Ketika
Bism dari Bismillahir terucapkan maka "Kaf Ha Ya Ain Shaad" melakukan
unifikasi menjadi surat Maryam (QS 19:1) sebagai aktualnya hamparan maghfirah
dari ar-Rahmaan yaitu rahmat dan kasih sayang.
Kalimatullah "Kun" sebenarnya dicetuskan
sebagai firman Allah setelah ThaaSin menyinari cermin Ha menampilkan bayangan
kesempurnaan Alif sebagai angka 1 yang ditauhidkan sebagai "Laa Ilaaha
Illaa Allah" yaitu 01 menjadi angka 10 alias huruf Ya, maka
difirmankan oleh Allah "YaaSin" (QS 36:1) sebagai firman yang
menyatakan aktualnya makhluk baik sebagai wujud awal mula sebagai Mim maupun
Laam sebagai alam semesta global - keduanya adalah bayangan kesempurnaan Allah
sebagai huruf Ya. Jadi, Yaasin merupakan degup jantung kehidupan semua makhluk
yang diciptakan oleh Allah. Oleh karena itu, firman "kun" tercantum
dalam surat Yaasin sebagai QS 36:82.
Aktualnya Yaasin
mengaktualkan firman "Kun" dan "Kaf Ha Ya Ain Shaad (QS 19:1),
dan dengan demikian semua makhluk akhirnya tercelup dalam Shibghataallahi (QS
2:138) sebagai aktualnya Pengetahuan Awal Mula sebagai Cahaya Awal Mula (Cahaya
awal) atau sering disebut Akal Awal sebagai yang harus dipatuhi. Jadi, YaaSiin
(Qs 36:1) adalah Muthaain (Mim Tha Ain) sebagai tersingkapnya Ain sebagai
Esensi Ilahi yang berada di bawah titik Ba menjadi titik diatas “Nun” yang
akhirnya bertemu Kaf menjadi firman "Kun", oleh karena itu Muthaain sebagai
yang menyingkapkan Ain harus dipatuhi karena dapat dipercaya (QS 81:21), dan
karena ia adalah Al Amiin.
Kun menyingkap Ain,
kemudian melakukan unifikasi dengan Sin dari Yasin dan Qaaf dari firman Qaaf
(Qs 50) yang akhirnya tersingkap menjadi Nun yaitu surat al-Qalam (QS 68). Ain
Sin Qaaf kemudian melakukan unifikasi dengan Hha Mim dari Qs 40:1, sehingga
firman Allah aktual sebagai Hha Mim Ain Sin Qaaf Qs 42:1-2 sebagai esensi
ilahiah yan tersingkap sebagai Laam lengkap dengan semua ketentuannya sebagai
sunnatullah. Bimillahir kemudian dipertemukan dengan firman ar-Rahmaan
ar-rahiim (Qs 1:3) maka jadilah kemudian lafaz yang diucapkan oleh Nabi
Sulaiman a.s sebagai “Bismillahir ar-Rahmaan ar-Rahiim” (Qs 27:30) sebagai
aktualnya ampunan dan tobat menjadi rahmat dan kasih sayang Allah yang menjadi
firman pertama surat al-Fatihah.
Dari proses yang tumpang
tindih diatas, maka dalam kalimat Basmalah sebenarnya ada 2 firman yaitu
“Bismillahir” dan “ar-Rahmaan ar-Rahiim”. Dan dengan demikian, karena surat
ke-7 Basmalah juga terdiri dari 2 bagian yaitu terpisah di bagian “Ghairil”,
maka al-Fatihah sejatinya ada 9 ayat dengan komposisi 2-5-2. Komposisi ini
merupakan komposisi yang tersembunyi didalam al-Fatihah sebagai komposisi
at-Taubah dan komposisi Shirathaal Mustaqiim sebagai jalan luas dan lurus yang
mengarahkan makhluk menuju Allah, sehingga dalam banyak segi terdapat 2
konfigurasi al-Fatihah yaitu 1-7, 1-8, dan 1-9; atau kompisisi 1,2,3,4,5,6,7;
1,2, 3,4,5,6 - 7,8 ; dan 1,2 – 3,4,5,6,7 – 8, 9. Namun, dalam formalisasinya
al-Fatihah menjadi 7 ayat termasuk Basmalah sebagai Induk Al Qur’an.
Seolah-olah, dengan susunan bertingkat ini Allah mengisyaratkan bahwa untuk
mneyingkap hakikat al-Fatihah semua manusia harus belajar, melalaui suatu
rangkaian ujian dengan pemurnian jiwa (QS 91), sehingga dapat menyingkap lapis
demi lapis firman Allah sesuai dengan kondisi ruhaninya saat itu. Apapaun yang
tersingkap dari al-Qur’an adalah pengetahuan Allah yang harus disampaikan
kepada makhluk sebagai suatu kabar gembira, sebagai suatu rahmat bagi yang
mengimani-Nya, maka dikatakan-Nya bahwa
Katakanlah: "Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya,
hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah
lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan".(QS 10:58)
Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia
dan (dalam kehidupan) di akhirat. Tidak ada perobahan bagi kalimat-kalimat
(janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar.(Qs 10:64)
…agar kamu tidak menyembah
selain Allah. Sesungguhnya aku (Muhammad) adalah pemberi peringatan dan pembawa
kabar gembira kepadamu daripada-Nya,(Qs 11:2)
Semua makhluk atau makhluk
awal mula yaitu esensi nabi Muhammad SAW sebagai Hakikat Muhammadiyyah kemudian
menauhidkan dengan Alif Laam Mim dalam Qs 3:1-2. Kemudian semua ketentuan bagi
makhluk ditetapkan sebagai QS 2:2-5 setelah sebelumnya Allah kembali
mengingatkan dengan Alif Laam Mim Qs 2:1. Tatanan wujud kemudian aktual sebagai
tempat-tempat tertingggi yaitu Alif Laam Mim Shaad (Qs 7:1) yang tak lain
adalah alam meta-gaib dengan konstruksi sebagai tatanan 7 langit bumi. Setelah
itu firman Alif Laam Mim berturutan sebagai suatu kesebandingan energetis
dimana dikiaskan sehari=1000 tahun dalam surat As-Sajdah yaitu lif Laam Mim
pada QS 32, 31, dan 30.
Konsepsi penciptaan yang terungkap dari 29 surat
fawatih dapat diringkas menjadi beberapa surat yang menjadi bagian dari surat
fawatih, dan menjadi komposisi bagaimana konsepsi Allah dalam mengkonstruksi
al-Qur’an sebagai Ummul Kitab, yang awal dan yang akhir. Ringkasan dari uraian
diatas dapat ditemui dalam beberapa ayat khusus berikut :
Surat 29:14 yang merupakan
bagian dari surat al-Ankabut merupakan ayat yang menyatakan konsepsi
tersingkapnya tabir kegaiban mutlak Allah yaitu huruf Ghain dari Ghaibi dengan
nilai 1000 yang dikiaskan Allah sebagai 1000 tahun, Nun adalah pengurangan
sebagai “illa Khasim” yaitu 50 tahun, dan 950 tahun adalah tersingkapnya esensi
Nun dengan Kaf yang menjadi Ain dengan Mim dan Thaa yaitu Muthaain setelah
aktualnya Thaa Sin dan Alif Laam Mim menjadi 7 tatanan langit bumi atau
al-Aalamin.
Konsepsi demikian oleh KH Fahmi Basya dengan sedikit
perubahan makna saya uraikan sbb:
01 - Tauhid - Laa iIlaaha iIlaa Allah
illa Khamsin = kurang 50
Laa=tidak ada=0
0=Tuhan-Allah
Tuhan adalah tersingkapnya
tabir Ghain dengan munculnya cahaya awal mula sebagai Nur Muhammad dan
Rahmaatan Lil Aalamin, untuk menciptakan alam semesta dan semua isinya sebagai
makhluk yaitu Laam, maka kalimatullah “Ghairil” dalam kalimatullah QS 1:8 (QS
1:7) adalah Yang Gaib Mutlak yang membuka 3 cadarnya (1000=103)
menjadi 0, sehingga 1000 tahun (103) menjadi 100=1.
Formulasi tauhid menjadi :
0=1-Allah, Allah adalah Tuhan Yang Esa
1=Allah
Dari pengertian demikianlah
kemudian ketentuan awal mula adalah kalimatullah tauhid yang terdiri dari 12
huruf arab “Laa Ilaahaa Illaa Allaah”. Dari pengertian demikian kemudian
difirmankan surat al-Ikhlas QS 112 (4 ayat), sebagai tampilnya Ahadiyyah dan
Shamadiyyah Dzat di dalam cermin. Makhluk yang pertama kali diciptakan
menauhidkan dengan QS 3:2, QS 9:129, kemudian QS 2:163, QS 57:3 . Dalam
praeksistensi sebelum dihidupkan di alam dunia makhluk menyaksikan dengan QS
7:172. Setelah YaaSiin difirmankan, maka konsepsi waktu bagi makhluk
difirmankan sebagai QS 17:12.
Dari konsep penauhidan,
maka konstruksi jagat raya sebagai al-Aalamin yang tersingkap oleh
tersingkapnya tabir Ghain adalah Qs 29:41 yang merupakan cermin dari Qs 29:14
atau penguraian yang lebih sistematis. Maka, Alif Lam Mim yang pertama adalah
alif lam mim QS 29 yang merupakan titik tengah dari 29 surat fawatih dengan
perbandingan 29:41. Ketentuan lainnya yang berkaitan dengan konsepsi alam
semesta sebagai KONTINUUM KESADARAN – RUANG –WAKTU (jadi bukan kontinuuum
ruang-waktu seperti dipahami filsafat materialisme saat ini) yaitu QS 48:23
sebagai sunnatullah yang tetap, QS 72:28 sebagai suatu cara bahwa Allah
menghitung satu persatu atau kuantifikasi kuantum, QS 17:12 konsepsi waktu
relatif dan QS 103 Al Ashr sebagai konsepsi kesadaran atas waktu bagi makhluk
yang disempurnakan yaitu Manusia sebagai al-Insaan dan an-Naas. Kesadaran atas
waktu disebut al-Qur’an sebagai pertolongan Allah atau an-Nashr QS 110 yang
akan membawa makhluk kepada al-Kautsar Qs 108. Namun semua itu nampaknya akan
menjadi jelas bagi makhluk seperti manusia bila segala sesuatunya diarahkan
semata-mata untuk menerima ridha Allah dengan keikhlasan seperti halnya Allah
menghamparkan keikhlasan-Nya (QS 112) untuk menciptakan makhluk yang memberikan
hidayah terbesar sebagai maghfirah.
Tidak ada kompromi ketika
makhluk tidak selaras dengan kehendak Allah sebagai sunnatullah yang tetap.
Ketika hal demikian dilanggar, maka sunnatullah Allah berlaku tidak pandang
bulu dengan konsepsi keseimbangan al-Mizan : Aksi=Reaksi, Amaliah=Pahala,
Kejahatan=Hukuman. Semuanya diberikan Allah sebagai wujud dari KemahaAdilan-Nya
yang seringkali tidak dipahami makhluk karena kebodohannya sendiri terjerat
dalam tipu daya Iblis yaitu KEBODOHAN dan KESOMBONGAN yang menutup matahatinya.
3. Formulasi Umum Jumlah
Ayat Al-Qur’an & komposisinya
Dengan uraian penciptaan
diatas, maka secara umum komposisi al-Qur’an dapat diuraikan lebih jelas. Untuk
mengkonstruksi jumlah ayat, kita perlu menggunakan suatu persamaan umum yang
melibatkan tetapan universal yang pertama yaitu kalimat tauhid sebagai angka 12
dari 12 huruf “Laa Ilaahaa Illaa Allaah”, angka 8 sebagai simbol cermin
atau qolbu mukminin dan angka 10 sebagai bayangan kesempurnaan Allah yaitu
angka 19 dari huruf Basmalah sebagai kalimah penciptaan oleh Rabbul Aalamin.
Konsepsi untuk merumuskan persamaan diatas adalah konsepsi dimana ketika Allah
berkehendak untuk memperkenalkan diri-Nya, maka Dia ciptakan cermin (angka 8,
huruf Ha), setelah itu Dia hamparkan maghfirah sebagai ampunan dan taubat
(angka 9) sebelum bayangan (1+9=10) di dalam cermin muncul sebagai bayangan
Allah. Konsep demikian sebenarnya tersirat dalam QS 7:172,
Dan (ingatlah), ketika
Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah
mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku
ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami
menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu
tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang
lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",(QS 7:172)
Persamaan umum tersebut
menggambarkan terurainya 7 Asma dan Sifat Allah sebagai bayangan kesempurnaan
yang nilainya tak lain adalah jumlah ayat al-Qur’an. Untuk itu kita gunakan
notasi 10.Y sebagai persamaan yang menyatakan kesebandingan bayangan dari
kalimatullah Basmalah. Jadi Y adalah Basmalah namun dalam bentuk yang terurai
sebagai ayat-ayat al-Qur’an. Bayangan 10.Y itu muncul didalam cermin, jadi
nilainya sebanding dengan angka 8. Sedangkan bayangan itu juga merupakan
manifestasi dari keinginan dan kehendak Allah untuk dikenal yaitu kalimat
Tauhid dimana Allah memperkenalkan diri sebagai “01” atau “Laa Ilaaha Illaa
Allah” sebagai 12 huruf Arab (yaitu manifestasi dari surat al-Ikhlas QS
112).
Kalau kita notasikan Asma dan Sifat itu menjadi X,
maka persamaan umum untuk cek paritas jumlah ayat al-Qur’an dapat dituliskan :
10.Y = 12.X+8
Nilai X inilah yang harus
memberikan nilai yang sesuai sehingga diperoleh jumlah ayat yang menunjukkan
akurasi dari kitab suci Al-Qur’an seusai dengan apa yang telah menjadi suatu
ketetapan Allah seperti tercantum dalam QS 48:23,
Sebagai suatu sunnatullah yang telah berlaku sejak
dahulu, kamu sekali-kali tiada akan menemukan perubahan bagi sunatullah itu.(Qs
48:23)
4. Tetapan Universal Awal Mula
Ternyata bilangan yang
memenuhi nilai X memenuhi suatu tetapan-tetapan awal mula yang erat kaitannya
dengan peribadahan Umat Islam dan sesuai dengan konstruksi alam semesta dimana
kita tinggal yaitu Planet Bumi di dalam sistem tatasurya. Koefisien yang muncul
dalam persamaan diatas harus memenuhi pengujian bahwa semuanya berjumlah 30
yaitu jumlah Juz al-Qur’an : 10+12+8=30 yang juga menjadi sama dengan nomor ayat
QS 27:30 yaitu kalimat Basmalah kedua dari surat ke-27 “Bismilahir
ar-Rahmaan ar-Rahiim”.
Selain itu, angka-angka
yang dimaksud berkaitan erat dengan konsep-konsep agama Islam yaitu “Iqra”(Qs
96:1) dan “Penyucian Jiwa”(Qs 91:9-10), angka-angka tersebut juga
menyiratkan kaitannya dengan tauhid yaitu 12 bilangan sebagai tetapan awal mula
yang dapat diekstrak dari QS 48:23 sbb:
a) 2+3=5, 2 pasang sifat
(2x2=4) dengan 3 Ism Agung yang menegakkan semua makhluk dan menjadi tajalli
Allah.
b) 2+5=7, 7 Asma dan Sifat
yang sudah tersingkap, 7 langit bumi, tatanan dan konstruksi tajalli Allah
makro maupun mikro. Jumlah ayat surat al-Fatihah yang formal.
c) 4+8=12(5+7=12), 12 huruf
tauhid “Laa Ilaaha Illaa Allaah”.
d) 12+5=17, 17 rakaat
shalat dengan ketukan 2 rakaat.
e) 17+2=19, jumlah huruf
dalam Basmalah yang lahiriah, Allah sebagai al-Wahiid dengan jumlah al-Jumal
huruf 19, 19 huruf Haulaqah “Laa Haula Wallaa Quwaata Illa Billah”.
f) 17+5=22, kesempurnaan
bentuk berupa lingkaran, maujud dari 2 pasang sifat; menjadi basis angka 4
sebagai angka yang menyatakan Allah dan bayangan kesempurnaan-Nya yaitu
Muhammad menjadi rahasia huruf Ha yang menjadi cermin (angka 8).
g) 19+5=24, Basmalah berasal
dari 5 Asma dan Sifat sehingga selama periode yang akan ditetapkan sebagai
suatu ketukan atau siklus kehidupan, semua makhluk hakikatnya dinaungi oleh
rahmat dan kasih sayang Allah semata. Angka 24 juga menyatakan Shibghatallaahi
(QS 2:138), yaitu tampilnya Ilmu Pengetahuan Allah secara terus menerus dimana
angka 24 diperoleh dari 138-114=24. Kemahapemurahan Allah lah yang menyebabkan
semua makhluk itu eksis dan ada. Dan Kemahapemurahan itu tersirat sebagai suatu
maujud dari 3 Ism yang muncul sebagai bayangan didalam cermin Ha (8)
3x8=24 yang difirmankan oleh Allah sebagai Celupan Ilahiah “Shibghatallaahi”
berupa Allah Yang Maha Berilmu (yaitu tampilnya seluruh Asma dan Sifat),
sedangkan unifikasi 3u8 menjadi 30+8=38 atau Laam Ha yang menjadi
bayangan atau alam nyata, sebelumnya adalah konstruksi Alif Laam sebagai
1+30=31, jumlahannya adalah 69 sebagai gerak penciptaan yang mulai nyata
seperti tersirat dalam surat yang diawali dengan firman Thaa Sin (Qs
27:1) dan akhirnya mengaktualkan sunnatullah (Qs 48:23) sebagai “yang
pasti terjadi” yaitu surat al-Haqqaah (QS 69:1). Dengan demikian Alif
Laam dan Laam Ha adalah “Allah” yang menjadi “Wujud
Absolut” (al-Haqq) dari yang maujud (yang dibangun oleh Wujud
Absolut) yaitu alam semesta dan semua isinya (Laam dalam firman-firman yang
menyebutkan unifikasi huruf Alif Laam Mim).
h) 12+17=29, jumlah surat
dengan huruf-huruf fawatih yang merupakan konstruksi alam gaib yang menutup ke
dirinya sendiri seperti tasbih sebagai simbol Kemahakuasaan Allah. 29 orbital
alam yang menopang 1 alam nyata sehingga jumlahannya dengan angka 1 adalah
nilai al-Jumal huruf Laam sebagai alam semesta dan semua isinya. Angka 1
diatas adalah simbol huruf Mim(40) ditambah dengan yang menegakkan-Nya
yaitu angka 1 sebagai Alif, sehingga Laam mencakup Mim sedangkan
Mim mencakup Alif; karena itu Laam tanpa Mim tidak
akan ada dan Mim tanpa Alif juga menjadi tidak ada, namun Alif
sendirian tetap eksis karena Alif tidak tergantung kepada Laam dan
Mim. Dengan demikian konstruksinya adalah 1+29+40=70, dalam al-Qur’an
kemudian tersirat sebagai QS 29:41 yaitu kiasan bahwa alam semesta adalah
seperti sarang laba-laba yang rapuh karena ditegakkan oleh Allah semata
(artinya jangan menduakan Allah, jangan syirik). Dengan demikian, kiasan dalam
QS 29:41 sebenarnya identik dengan “Alif Laam Mim”. Dapat diperoleh juga
dari 10+19=29 sebagai makhluk adalah bayangan (10) kesempurnaan Allah yang
dinaungi rahmat dan kasih sayang Allah (Basmalah).
i) 17x5=85, jumlah surat
non-fawatih yang menunjukkan aspek peribadahan makhluk. Dapat dimaknai sebagai
5 Asma dan Sifat dibalik cermin Ha (8). Cermin itu tidak lain adalah
singhasana Allah Arsy) yaitu qolbu mukminin (QS 40, 85 ayat).
j) 17x3=30+3x7=51, jumlah
rakaat shalat wajib dan sunnah
k) 8x5=40, bayangan
kesempurnaan yang terbentuk dari Allah yaitu Muhammad sebagai makhluk sempurna,
Insan Kamil, al-Mukmin (QS 40) kondisi titik desain optimum dalam semua bentuk
penciptaan. Semua ciptaan akan “menjadi” pada posisi optimum sebagai suatu
titik desain 4x10 sebagai manifestasi makhluk yang diciptakan sebagai bayangan
kesempurnaan Allah. Sama dengan nilai al-Jumal huruf Mim=40.
l) 51+40=91, Alif, Mim,
dan Nun atau “Amien” (dengan ya dihilangkan dalam pengucapannya)
kunci menuju makrifatullah yaitu surat ke-91 ayat ke-9 dan 10 dengan
menyucikan jiwa. Tersingkapnya cahaya rembulan (al-Qamar, QS 54:1) sebagai
pantulan dari cahaya matahari (Asy Syam, QS 91). Tabir yang akan menyingkap
hakikat penciptaan dan keseimbangan global Al-Aalamin yaitu dengan
menyingkap tabir “Basmalah” dengan qolbu (8) dan “Iqra”
(91+5=96). Jadi pengertian “Iqra” adalah tersingkapnya tabir “Amien” bahwa
manusia itu harus menggunakan Ilmu Pengetahuan Allah yaitu 5 Asma dan Sifat
dengan hati yang jernih dan bersih yaitu qolbu yang menjadi cermin karena
penyucian jiwa (QS 91:9-10).
m) 8+91=99, Asma Ul
Husna, tersingkapnya bayangan Allah (angka 9+1=10) menjadi uarian Asma-asma
Allah.
n) 19x6=114 tajalli rahmat
dan kasih sayang Allah seutuhnya sebagai tersingkapnya 6 Asma dan Sifat Allah
yang maujud sebagai bayangan kesempurnaan berupa an-Naas (QS 114,
manusia), yang dinaungi rahmat dan ampunan berupa Basmalah dan maghfirah atau
taubat (QS 9) yang menjadi pencerah hakikat penciptaan yaitu manusia yang berpikir
dengan “iqra” dan “qolbu”, sehingga eksistensi dirinya tak lebih dari bayangan
angka 1 yaitu Allah dengan 6 Asma dan sifat-Nya. Tujuan akhirnya adalah apa
yang tersirat dalam Qs 9:128-129.
o) Dari angka-angka diatas,
konstruksi 11x12 kemudian dinyatakan dengan 11 angka berikut: 5, 7, 12, 17, 19,
22, 24, 29, 85, 99, 114. Namun konstruksi ini adalah konstruksi suatu sistem
kealaman dimana manusia tidak ada didalamnya. Sehingga dalam penguraian
selanjutnya konstruksi 12x12 digunakan yaitu dengan menambahkan angka 91
sebagai “kunci makrifat” alias huruf Alif Mim dan Nun (dengan
ya dihilangkan) yang sering kita sebut di akhir surah al-Fatihah atau
doa-doa menjadi “Amiin” artinya secara harfiah dimaknai “kabulkanlah
permohonan kami” namun hakikatnya adalah “bukalah qolbu kami atau
jernihkanlah cermin hati kami sehingga kami dapat menyingkap rahasia Basmalah”.
Dari ke-12 rangkaian angka sebagai suatu tetapan atau sunnatullah itulah
kemudian Basmalah terurai menjadi 6236 ayat dengan konstruksi persamaan sbb:
Jumlah Ayat=(1/10)x[12x12x(5+7+12+17+19+22+29+85+99+114)+8] = 6236; Perlu
diperhatikan bahwa nilai 91 tidak dimasukkan ke dalam jumlahan angka diatas
karena angka 91 hakikatnya adalah sekedar kunci makrifat bagi bayangan Allah
(9+1=10), jadi sejatinya ia adalah “tiada” atau “nol”. Angka 91 juga sebenarnya
merupakan unifikasi dimana manusia yang mencapai angka 9 sebagai pengetahuan
tertinggi harus berendah hati untuk kembali kepada angka 1 atau kembali kepada
Allah (91), jika tidak maka ia akan tersesat ke dalam jebakan Iblis yaitu
munculnya sifat sombong dan takabur. Demikianlah al-Qur’an sebagai pedoman
makhluk di semua alam, alam semesta, dan manusia kemudian berproses dari 11
tetapan universal ini. Tetapan yang muncul kemudian merupakan pengembangan dari
11 angka ini yang kemudian menjadi tetapan peribadahan Umat Islam yaitu shalat
5 waktu dengan 17 rakaat, dan kemudian berkembang menjadi Pengetahuan Ilahiah
PI=22/7, kecepatan cahaya, tetapan Planck, tetapan Ridberg ataupun tetapan alam
semesta fisikal lainnya sesuai dengan QS 48:23 yang menjadi rahasia “Rabb
Al-Aalamin” untuk menciptakan, memelihara, dan mendidik semua makhluk.
5. Pengetahuan Ilahiah, PI=22/7
PI=22/7=3,142857… adalah
bilangan yang nyata dan berulang serta tak habis bagi yang menyimpan hakikat
Lauh mahfuzh seperti tersirat dalam QS 22:70,
Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah
mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian
itu terdapat dalam sebuah kitab (Lohmahfuz) Sesungguhnya yang demikian itu amat
mudah bagi Allah. (QS 22:70)
Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak
pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhmahfuz)
sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi
Allah.(QS 57:22)
yang (tersimpan) dalam Lauhmahfuz.(Qs 85:22)
PI=3,1428571428571…. juga
mengisyaratkan bilangan-bilangan yang terurai dari 19 huruf Basmalah misalnya
angka 3 adalah 3 Ism Agung Allah , ar-Rahmaan, ar-Rahiim; 142
adalah jumlah kata Allah didalam al-Qur’an dibagi 19 yaitu 142; 8 adalah
simbolisme qolbu mukminin yaitu angka 8 sebagai cermin atau huruf Ha dengan
nilai al-Jumal huruf Ha dalam bahasa Arab 8; 57 adalah jumlah kata ar-Rahmaan
didalam al-Qur’an.
Kalau kita ekstraks lebih
jauh dimana diambil angka 28571 diperoleh angka yang menunjukkan tanggal lahir
Nabi Muhammad SAW yaitu 22-4-571 Masehi seperti ditulis kitab “Sirah
Nabawiyah” karangan Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfury (terbitan
Pustaka Al-Kautsar, Agustus 2001); juga tersirat lama waktu turunnya al-Qur’an
yaitu 22 tahun 2 bulan 22 hari.
Dengan kenyataan demikian
dan beberapa ayat yang nomor surat dan ayatnya menyangkut angka 22/7 maka PI
adalah Pengetahuan Ilahiah yang sudah berabad-abad menjadi bagian dari
pengetahuan manusia jauh sebelum al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Secara matematis PI=22/7 adalah perbandingan antara keliling lingkaran yang
bulat sempurna dengan diameternya yang sudah diketahui sejak zaman pembangunan
Piramida di Mesir, atau zaman Nabi Idris a.s sekitar 4000-5000 tahun Sebelum
Masehi.
6. Mushaf
Utsmani adalah Mushaf Muhammad SAW
Dengan terurainya 12
bilangan dari QS 48:23, maka menjadi jelas bahwa formulasi “cek paritas”
kesahihan Mushaf Utsmani dapat dibuktikan,
10.Y=12x12x433+8��Y=6236 dengan 112 Basmalah
diperoleh 6348 ayat
Penulisan cek paritas jumlah ayat al-Qur’an dapat
dituliskan dengan cara yang berbeda sebagai suatu cek paritas keshahihan
konstruksi al-Qur’an dengan penulisan sbb :
Y = (12/10) (10.X+112/4+5) + 8/10
Dimana nilai X adalah 40
yaitu nomor surat al-Mukmin (QS 40, 85 ayat) identik dengan inisial nama depan
Nabi Muhammad SAW yaitu nilai al-Jumal huruf Mim (40), 112/4 adalah nomor surat
al-Ikhlas dibagi jumlah ayatnya yang bernilai 28 atau menjadi nomor surat
al-Qashash yang memiliki jumlah ayat 88, dan 5 adalah shalat 5 waktu (atau 3
Asma dan 2 pasang sifat).
Tetapan 11 bilangan dengan
jumlah 433 yang diekstrak dari QS 48:23 dapat dimaknai sebagai unifikasi “4 dan
33”. Sehingga diperoleh pengertian yang sudah kita ketahui bersama,
4 �� Tahlil, Tasbih, Tahmid, Takbir
33��Ketukan Dzikir untuk Menyingkap Esensi Ilahiah yang
tersembunyi sebagai sebuah titik dibawah huruf Baa
Tetapan X=433 dapat diuraikan sbb:
X=400+33
X=40x10+112/4+20/4 X=QS40:1xQS10:1+QS112:4+QS20:4
X=[QS al-Mukmin]x[Qs Yunus]+[QS al-Ikhlas]+ [QS
ThaaHaa]
Selain persamaan umum yang menyatakan hubungan jumlah
ayat al-Qur’an dengan 11 tetapan universal yang berkaitan dengan peribadahan
Umat Islam dan dapat dikembangkan menjadi tetapan universal fisika seperti
kecepatan cahaya dan tetapan Planck, maka cek paritas berikut menunjukkan suatu
cara untuk membuktikan keotentikan al-Qur’an Mushaf Utsmani yang tidak lain
adalah Mushaf Nabi Muhammad SAW :
• Nilai X = 12(400+33) = 5196, jumlahkan 5+1+9+6=30��Juz Al
Qur’an yang nilainya sama dengan nilai al-Jumal huruf Laam, dan sama dengan
jumlah koefisien 10+12+8=30. Angka 30 merupakan tampilnya 3 Ism dan 2
pasang sifat Allah (5 Asma dan Sifat) sebagai tajalli kesempurnaan di alam
nyata. Munculnya koefisien 433 nampaknya berkaitan juga dengan firman Allah
dalam Qs 43:3, ”Sesungguhnya Kami menjadikan Al Qur'an dalam berbahasa Arab
supaya kamu berpikir.” Ayat ini nampaknya menegaskan bahasa Arab sebagai
bahasa yang paling memadai untuk mengungkapkan wahyu-wahyu Allah. Hal ini bukan
saja karena konsepsi bahasa Arab yang sempurna baik dari segi huruf maupun
bilangan yang merupakan instrumen pengetahuan manusia saat itu bahkan sampai
saat ini (desimal 123456789 dari budaya Arab demikian juga alfabet). Namun
karena konsep bahasa Arab nampaknya merupakan bahasa yang dapat dipahami secara
tri-lateral yaitu tiga arah baik sebagai huruf-huruf yang menjadi kata maupun
kalimat, bilangan/numerik dengan makna yang berhubungan dengan simbolisme
huruf, maupun simbolisme bentuk geometris dengan huruf dan bilangan (misalnya :
seni kaligrafi) sehingga dalam banyak aspek kandungan al-Qur’an boleh jadi
secara utuh merupakan integrasi ketiga sudut pandang tersebut. Artinya, bukan
sekedar kata-kata dengan makna kebahasaan, namun juga makna-makna
numerikal/bilangan dan geometrik untuk memaparkan wahyu Allah sebagai
Pengetahuan Ilahiyah yang eksistensinya adalah 3 Ism Agung yang menjadi dasar
kalimat Basmalah yang kemudian menjadi huruf-huruf, nomor surat dan ayat, dan
isi dari ayat-ayat al-Qur’an.
• Jumlah total nomor surat Al Qur’an (nomor surat
dijumlah dari 1+2+3+…+114) : Y1 = 6236+433-114 = 6555 = 345x19
• Angka 19 harus memenuhi hubungan:
19=10*(12x5+54)/12x5; dimana 60=12x5 adalah penauhidan dan shalat 5 waktu yang
hasil kalinya sama dengan jumlah surat dengan jumlah ayat genap,
Yge=345x10=3450
• 54 adalah jumlah surat dan jumlah ayat bernomor ganjil
yang juga merupakan nomor surat al-Qamar (Qs 54:1) sebagai awal
penyingkapan menuju tersingkapnya As-Syams (Qs 91). Selain itu, 54=9x6 yaitu
hasil kali dari nomor surat al-Alaq kalau kita unifikasikan (96), atau 54 =
9x(60/10) = (12x5)(9/10); Ygi=345x19=6555. Koefisien 9/10 muncul sebagai
koefisien Taubat yaitu yang berkaitan dengan surat ke-9 At-Taubah.
• Dengan konstruksi 60 dan 54 tersebut maka nomor surat
dan ayat tidak bisa dipertukarkan.
• Munculnya koefisien angka 345 dalam cek paritas diatas
sebenarnya merupakan suatu isyarat nyata dari Allah bahwa isi, konstruksi, baik
penomoran surat maupun ayat saling berkaitan dan berhubungan . khususnya dengan
kaidah bagaimana Allah menciptakan makhluk yaitu konsep “Alif Laam Mim” atau
“Pencipta dan Makhluk” sebagai “Yang Bercermin dan bayangan-Nya” (QS 7:172)
yang juga menjadi kaidah konstruksi penyusunan al-Qur’an. Hal ini kemudian
dengan tegas difirmankan oleh Allah dalam Qs 34:5 dan cerminannya yaitu QS
54:3,
”Dan orang-orang yang
berusaha untuk (menentang) ayat-ayat Kami dengan anggapan mereka dapat
melemahkan (menggagalkan azab Kami), mereka itu memperoleh azab, yaitu (jenis)
azab yang pedih.”(QS 34:5). ”Dan mereka mendustakan (Nabi) dan mengikuti hawa
nafsu mereka, sedang tiap-tiap urusan telah ada ketetapannya.”(QS 54:3).
• 57 surat memiliki nomor surat dan jumlah ayat ganjil,
jumlah nomor surat dan ayatnya: Ygigi=6236 (sama dengan jumlah ayat al-Qur’an)
• 57 surat memiliki nomor surat dan jumlah ayat genap,
jumlah nomor surat dan ayatnya: Ygege=6555 (sama dengan jumlahan semua nomor
surat al-Qur’an)
• 57 adalah titik tengah dari 114 surat al-Qur’an yang
merupakan surat al-Hadiid dimana ayat ke-3 menyatakan tauhid (QS 57:3).
• Jumlah nomor ayat dan jumlahan suratnya:
6236+6555=12.791 ; Bilangan ini merupakan bilangan prima deretan ke-1525. Kalau
dijumlahkan dengan dua angka diperoleh 1+5=6 dan 2+5=7; Unifikasi 6 dan 7
menjadi 67 adalah surat al-Mulk yang menyatakan prinsip keseimbangan global
penciptaan alam semesta yang tanpa cacat seperti tersirat dalam ayat ke-3 dan
ke-4 (QS 67:3-4). Sedangkan cerminan dari surat ke-67 adalah nomor 76 yang
menjadi tujuan awal dan akhir penciptaan yaitu surat al-Insaan. Yang menarik,
konstruksi bilangan 12.791 kalau kita jumlahkan akan diperoleh 12.17 dengan jumlahan
akhir 12+17=29 (29 surat fawatih), sedangkan (1+2).(1+7)=3.8 atau 38=2x19 yang
menjadi basis dasar selanjutnya untuk menentukan cek paritas kesahihan
al-Qur’an.
• Konstruksi al-Qur’an dapat dibagi menjadi 3 bagian
surat dengan komposisi 38 surat (2x19, 2 basmalah di surat ke-27) dapat habis
dibagi bilangan 3, 38 surat dapat habis dibagi bilangan 2, dan 38 surat hanya
dapat dibagi 1. Pembagian demikian berkaitan dengan konstruksi Asma dan Sifat
yaitu 3 Ism Agung, 2 pasang Asma, dan 1 nama sebagai Diri-Nya sendiri yaitu Ism
Agung Allah.
Apa yang dapat disimpulkan
dari fakta-fakta demikian? Dengan cek paritas yang terintegrasi, maka semua
macam kodefikasi al-Qur’an yang tidak memenuhi persyaratan-persyaratan
kodefikasi diatas harus dianggap “TIDAH SAH BAHKAN BOLEH DIKATAKAN BATIL”.
Artinya, satu-satunya mushaf al-Qur’an yang sah adalah Mushaf Utsmani yang
tidak lain adalah Mushaf Nabi Muhammad SAW. Jika menolak fakta demikian,
maka konsepsi pengetahuan Agama Islam tentang Tuhan, Alam Semesta, dan Manusia
dengan basis syariat Islam yang dipenuhi dengan shalat 5 waktu 17 rakaat, dan
penauhidan dengan “Laa Ilaaha illaa Allaah, Muhammadurrasulullah” dapat
dianggap “TIDAK SAH” artinya “AGAMA ISLAM RUNTUH” (kecuali kodefikasi al-Qur’an
yang berbeda dengan Mushaf Utsmani mampu membuktikannya dengan eksak konsepsi
dan kodefikasinya).
7. Hubungan 11 bilangan dengan Sistem Tata Surya
11 bilangan yang menjadi
baris dari matriks 11x12: 5,7,12,17,19,22,24,29,85,99,114 dengan 91 dihilangkan
sesuai dengan jumlah orbital tata surya, yaitu 11 orbital dengan sabuk
asteroid. Ke-12 bilangan ini tidak bisa diubah karena merupakan suatu tetapan
awal mula sehingga satu angka diubah semua aturan peribadahan Umat Islam
seperti shalat 5 waktu dan konstruksi al-Qur’an akan runtuh (tidak berlaku).
Dan pada akhirnya semua tetapan fisika yang berhubungan dengan jagat raya tidak
berlaku juga. Ilmu Pengetahuan yang dikenal manusia pun akan runtuh.
Dalam sistem tatasurya,
Planet Bumi menempati orbit ke-3 (urutan ke-3 dari matahari) yaitu yang
menauhidkan selama 12x2=24 jam dengan jantung yang berdetak sebagai suatu
sistem kehidupan dengan ketukan : 3 Ism(Basmalah) x12=36, angka ini adalah
nomor surat Yaa Siin (QS 36, 83 ayat) yang menjadi jantung kehidupan semua
makhluk baik mikro maupun makro (perhatikan bagaimana jumlah surat YaaSiin
adalah cermin dari angka 38 .
Oleh karena itu semua
sistem kehidupan makhluk memiliki rasio 3/2 : 3 Ism didukung oleh 2 pasang
Sifat al-Hayyu & al-Qayyum, al-Iradah & al-Qudrah (QS 3:1-2). Atau 3 Ism
dan 4 Sifat. Sujudlah semua makhluk dengan ketukan 34 kali sujud atau 17 rakaat
shalat yang dibagi menjadi 5 kali sehari semalam. Dengan demikian, shalat 5
waktu 17 rakaat berkaitan erat dengan stabilitas dan eksistensi semua makhluk
di sistem tata surya bahkan di alam semesta global. 5 kali shalat 17 rakaat
selama 12 jam dibagi dengan rangkaian ketukan rakaat shalat sbb. : 2 4 4 3 4.
Setiap ketukan rakaat shalat merupakan suatu “daya dan upaya Allah”
untuk menggerakkan Bumi sebagai Planet yang diciptakan dengan rahmat, kasih
sayang, dan hamparan maghfirah Allah SWT.
12/2=6 12/4=3 12/4=3 12/3=4 12/4=3
Susunannya menjadi :
6 3 3 4 3 = 6+3+3+4+3=19
(jumlah huruf Basmalah)
Dengan demikian, setiap
shalat shubuh 6 Asma dan sifat menggerakkan rotasi Bumi, setiap dhuhur dan asar
3 Ism menebarkan rahmat, setiap magrib ampunan dan tobat diberikan sebagai
tanda kesempurnaan dan rahmat dari Rahmaatal lil Aalamin, dan setiap
Isya maka 3 Ism menaungi semua makhluk sampai subuh tiba. Semua itu hanya
digerakkan oleh Tauhid (12) dan Rahmat ar-Rahmaan yaitu kalimat Basmalah (19
huruf) sehingga semua eksistensi sejatinya ditegakkan oleh 19 huruf haulaqah:
“Laa Haulaa Wallaa Quwwaata
Illaa Billaah”
( Tiada daya dan upaya kecuali daya dan upaya Allah)
Matriks 11x12 dapat
diuraikan menjadi matriks 12x12 setelah penguraian pertama dengan perkalian
antar baris dan kolom. Matriks 11x12 dapat diuraikan sbb:
11x12=12x12-12=12(12-1)=132, bilangan ini yang menunjukkan konstruksi alam
semesta sebagai bayangan Allah (dan juga merujuk kepada Qaaf(100) Laam(30)
Ba(2) alias Qalb – qolbu), khususnya sistem tata surya bumi-matahari dengan
11 orbital planetari. Angka 132 dapat diuraikan menjadi 1x3x2 atau 1x6 yang
merupakan konstruksi dasar kealaman 7 langit bumi yang tersirat sebagai
al-Fatihah dimana Basmalah terurai menjadi 6 ayat. Dapat juga dimaknai sebagai
1x32=1x9 dengan angka 9 sebagai at-tawbah (Qs 9), atau dapat
dimaknai sebagai 132-114=18 sebagai surat al-Kahfi yang menjadi konsepsi
penciptaan Allah bahwa ketika Allah berkehendak untuk menciptakan maka Dia
ciptakan cermin (angka 8). Semua angka diatas mempunyai makna yang sangat
khusus dan eksak sebagai suatu sunnatullah yang pasti, tetap, dan tidak berubah
sampai Hari Kiamat tiba.
Satu (1) sebagai Allah
adalah hakikat penampakkan Allah dengan 7 Asma dan Sifat-Nya (termasuk Ism
Agung Allah didalamnya) di alam inderawi (alam nyata). Unifikasi 7 dan 6
menghasilkan angka 76 yang merujuk kepada surat al-Insaan (31 ayat), sehingga
alam semesta dimana planet bumi berada didalamnya menjadi sempurna setelah
manusia ada didalamnya, yaitu berubahnya matriks 11x12 menjadi 12x12 dengan
membagi semua nilai yang diperoleh dari perkalian matriks 11x12 dengan angka 5
atau menambahkan angka 1 didalam angka 11 sehingga diperoleh matriks 12x12
(=144, lagi-lagi kita temui 1.(4+4)=18, atau 144-114=30 sebagai bilangan
al-Jumal huruf Laam dan merupakan penjumlahan dari koefisien 10+12+8=30).
Kesempurnaan itu tidak lain dari adanya penauhidan (1 identik dengan 12 huruf
tauhid) dengan shalat 5 waktu, yang akhirnya menjadi 17 rakaat.
Secara fisikal, sistem
tatasurya bumi-matahari sebenarnya melibatkan satu faktor penyeimbang yang akan
datang dengan ketukan 76. Faktor ini ternyata berkaitan dengan KOMET HALLEY
yang melintasi sistem tata surya bumi-matahari dengan periode 76 tahun sekali.
Komet Haley dalam al-Qur’an tersirat dalam surat At-Takwiir (QS 81:16) sebagai
“kunnas” yang tersirat dalam ayat ke-16 sebagai “yang beredar dan
yang terlindung”. Makna “terlindung” disini adalah suatu benda langit
yang sistem orbitalnya sangat lebar karena menempuh 76 tahun sekali untuk
mengelilingi matahari atau periodenya 76 sekali mengunjungi Bumi. Sehingga,
jarang sekali manusia mengetahui (bahkan mungkin tidak tahu) peredaran benda
langit ini sebagai bagian dari sistem tatasurya kita dan secara periodik selalu
kembali mengunjungi bumi. Pertama karena periodenya yang panjang bahkan kalau
kita rata-ratakan umur manusia cuma 65 tahun maka boleh jadi selama seumur
hidup Anda tidak pernah tahu adanya Komet Halley dengan mata kepala sendiri.
Jadi, secara fisikal, atau konstruksi jagat raya fisikal, adanya KOMET HALLEY
yang secara periodik mengitari sistem tata surya bumi-matahari berkaitan dengan
kesempurnaan desain jagat raya (dalam lingkup tata surya) sebagai penyeimbang.
Inilah cermin keseimbangan global yang tersirat dalam QS 67:3 sebagai prinsip
penciptaan sehingga matriks 11x12 menjadi 12x12.
Ketika manusia di muka bumi
“musnah” atau “tidak ada” lagi yang menauhidkan “Allah”, maka kiamat global
secara fisikal boleh jadi terjadi akibat terjadinya ketidakseimbangan sistem
tata surya khususnya di Bumi yang berkaitan juga dengan adanya perubahan
lintasan KOMET HALLEY ini. Dengan kata lain, boleh jadi sistem tata surya
musnah, khususnya bumi musnah, ketika lintasan KOMET HALLEY melenceng dan
menumbuk Planet Bumi, atau salah satu planet di tata surya sehingga seluruh
sistem dan konstruksi tata surya tidak stabil dan akhirnya runtuh; dan demikian
juga sebaliknya. Komet Halley terakhir kali berkunjung mendekati Bumi pada
tahun 1986, menurut taksiran para astronom Komet Halley akan kembali
mengunjungi Bumi pada tahun 2062 atau sekitar 57 lagi dari sekarang (2005).
Saat itu apakah Umat Manusia di Planet Bumi masih menauhidkan Allah sebagai
Yang Maha Esa dengan penauhidan hakiki Dialah,
“Yang Awal dan Yang Akhir,
Yang lahir dan Yang batin, Dan Dialah Yang Maha Mengetahui”(QS 57:3) atau sudah tidak sama sekali? Hanya Allah
lah yang tahu, yang jelas kita harus selalu mawas diri bahwa dalam QS
ar-Rahmaan (QS 55), 31 kali Allah menyebutkan suatu peringatan bagi makhluk
yang tinggal di Planet Bumi yang jumlahnya sama dengan jumlah ayat dari surat
al-Insaan (QS 76), jadi peringatan ar-Rahmaan itu untuk al-Insaan –
manusia – yaitu ,
“Maka nikmat Tuhan kamu yang
manakah yang kamu dustakan?(Qs 55:13)”
8. Apakah al-Qur’an Buatan Manusia?
Mungkin pertanyaan paling
mendasar diatas akan muncul dibenak Anda. Saya tegaskan bahwa melihat
konstruksi isi, komposisi nomor surat dan ayat, dan apa yang dimaksudkan dalam
unit-unit wahyu terkecil yang bersifat “khusus” maka satu kata yang dapat
menjawab adalah “MUSTAHIL al-Qur’an dibuat oleh manusia”. Kendati dalam
beberapa aspek konsepsi geometris dan bentuk mungkin sudah dikenal, namun
penomoran surat:ayat dan penamaan yang terdapat pada beberapa surat dan ayat
sangat mustahil diketahui manusia di zaman Nabi Muhammad SAW karena menyangkut
konsepsi pengetahuan “MASA DEPAN”. Beberapa surat/ayat yang saya maksud dan
sangat eksak melibatkan pengetahuan masa depan adalah :
• Surat al-Hadiid (besi) yang memiliki nomor 57. Unsur
besi atau Ferrum dalam tabel unsur-unsur kimia modern yaitu tabel Mendeleyev
mempunyai isotop stabil pada Fe-57. Nama al-Hadiid sendiri memiliki nilai
al-Jumal 57. Nilai ini merupakan kelipatan ke-3 dari hasil kalinya dengan 19
yaitu 3x19=57. Fe-57 adalah isotop besi yang stabil dengan 31 neutron, dengan
energi ionisasi tingkat ke-3 sebesar 2957 jk/mol dan massa atom Fe-57 56,9354.
Jumlah ayat dari surat al-Hadiid adalah 29 yang merupakan 2 dijit pertama dari
energi ionisasi besi. Fakta demikian baru diketahui kurang dari 2 abad yang
lalu. Jadi mustahil Nabi Muhammad sebagai manusia yang menuliskan bahwa nomor
surat al-Hadiid adalah 57 dan jumlah ayatnya 27 dengan ayat ke-3 menyatakan
tauhid yaitu selaras dengan ionisasi tingkat ke-3. Nomor atom besi adalah 26
yang merupakan pengurangan jumlah ayat 29 dengan angka 3, 29-3=26. Kodefikasi
ayat dan surat al-Hadid 2957 sesuai dengan energi ionisasi tingkat ke-3 yang
stabil. Kendati sejak zaman dahulu besi dikenal manusia namun perincian dari
data-data elemen besi adalah produk kimia modern. Jadi, hanya kekuatan
supranatural dari Allah lah yang menginformasikan hal ini kepada Nabi Muhammad
SAW sebagai penerima wahyu sehingga surat ke-57 disebut besi. Dan asal tahu
saja besi adalah elemen inti dari bumi yang menurut pakar geologi menjadi suatu
unsur yang tidak mungkin dibentuk di bumi karena memerlukan temperatur sangat
tinggi. Setidaknya, besi merupakan hasil dari suatu ledakan supernova dari
Bigbang yang terjerat gravitasi matahari dan akhirnya membangun Planet Bumi.
• Kelompok Fakir 60 dari Amerika Serikat menjelaskan
bahwa banyaknya kata dalam surat ini adalah 574 kata, sedangkan banyaknya kata
dari awal surat ini sampai ayat ke-25 (Qs 57:25) adalah 451. Bilangan 574 menunjukkan
bahwa Fe-57 adalah salah satu isotop yang stabil dari isotop yang ada atau
berarti yang mempunyai 4 tingkatan energi. Bilangan 451 adalah simbol 8 isotop
keluarga besi yaitu Fe-52, 54, 55, 56, 57, 58 sampai Fe-60; yaitu
52+54+55+56+57+58+59+60=451.
• Jumlahan dari nomor surat dan ayat QS 57:25 adalah
5+7+2+5=19.
• Surat al-Hadid terletak di tengah al-Qur’an sedangkan
elemen besi bernomor unsur 26 diletakkan ditengah tabel periodik unsur-unsur.
• Jumlahan angka 1 sampai 57 akan menghasilkan hasil
yang sama dengan perkalian nomor surat dan ayat yaiu 57x29.
Uraian diatas merupakan
sekelumit rincian ilmu pengetahuan yang dapat diekstrak dari satu surat yaitu
al-Hadiid yang sebagian besar informasinya adalah informasi yang baru diketahui
manusia di abad yang lebih modern sebagai bagian dari ilmu kimia modern. Jadi
sangat mustahil jika Nabi Muhammad SAW memiliki rincian informasi demikian
sehingga beliau menggunakan surat al-Hadiid dengan sistematika penomoran yang
demikian rinci kecuali adanya Pengetahuan Ilahiyah yang langsung campur tangan
menetapkannya.
Uraian rinci surat al-Hadid
membuktikan satu aspek penting dari kesucian al-Qur’an bahwa “mustahil” Nabi
Muhammad SAW mengarang al-Qur’an, semua informasi al-Qur’an adalah wahyu Ilahi
baik dari isi maupun penomoran surat dan ayat, maupun konstruksi kodefikasinya
yang dikenal saat ini sebagai Musaf Utsmani. Beberapa ayat dan surat
menyiratkan adanya Pengetahuan Allah langsung karena berkaitan dengan ilmu
pengetahuan kimia dan fisika modern antara lain:
• QS 76 al-Insaan berkaitan dengan nomor unsur ke-76
yaitu Osmium atau perak sepuhan. Hal ini terkait dengan makna QS 76:15 dan QS
76:16 yang mengkiaskan bejana perak yang jernih laksana kaca bagi mereka yang
berada di surga.
• QS 32:5, QS 22:47, QS 70:4 mengisyaratkan teori
relativitas Einstein.
• QS 35:1 mengisyaratkan teori kuantum spektrum
frekuensi dengan kelipatan bilangan bulat yang dimulai dari n=2,3,4…..
• QS 91:1-7 mengisyaratkan keseimbangan energi antara
energi materi dan energi gravitasi sebagai gelombang elektromagnetik sangat
halus yang muncul karena gerakan stasioner bumi mengelilingi matahari, atau
karena tasbihnya bumi mengelilingi pusatnya. Hal ini akhirnya mengakibatkan keseimbangan
medan gravitasi dan energi-materi dipermukaan bumi dengan formulasi umum : mc2=hv
(m=massa partikel yang sampai di permukaan bumi dan memiliki kecepatan menuju
nol, c tetapan universal kecepatan cahaya, h tetapan universal Planck, v
frekuensi periode bumi mengelilingi matahari). Produk keseimbangan ini adalah
suatu partikel materi elementer yang sangat halus yang saya sebut sebagai PHA
(Partikel Hipotetik Atmo) dengan nilainya yang selaras dengan pengertian agama
Islam 0,23458321x10-57 kg, 234 adalah kodefikasi maghfirah yang
disebutkan didalam al-Qur’an sebanyak 234 kali, sedangkan 5 adalah ketentuan
awal mula shalat 5 waktu, atau 2345 adalah surat al-Baqarah ayat ke-2 sampai
ke-5 yang merupakan fondasi Iman dan Islam; 8 adalah simbol qolbu mukminin
sebagai Arasy Allah sebagai cermin, 321 adalah uraian dari As-Shirathaal
Mustaqim yang tidak lain adalah surat at-Taubah (nomor 9, dengan penulisan
32x1=9x1 atau surat ke-91, atau menunjukkan konstruksi al-Fatihah
3x2x1=6x1 dan tatanan jagat raya). 57 adalah kodefikasi tauhid yaitu surat
al-Hadiid [57]:3. Perhitungan diatas dilakukan dengan nilai-nilai tetapan
universal yang telah digunakan ilmu pengetahuan masa kini. Frekuensi bumi
mengelilingi matahari adalah frekuensi kedirian bumi (eigen value) secara
menyeluruh dan individual (yaitu berlaku secara keseluruhan bumi dan semua
isinya, maupun individual yaitu manusia secara pribadi memiliki frekuensi awal
sebagai frekuensi kedirian yang sama atau eigen value yang sama).
Frekuensi ini muncul karena bumi terikat didalam sistem tatasurya dengan
matahari sebagai pusat sistemnya dan berputar dengan periode tetap 365 hari per
Hz, Kecepatan cahaya c = 299792458 meter per detik, tetapan universal Planck
atau konstanta Planck , h = 6,626176x10Joule.detik. Dengan memasukkan nilai ini
diperoleh massa kedirian PHA sebesar 0,23458321x10kg. PHA sebagai partikel
elementer yang halus muncul atau eksis sebagai hasil dari dualisme gelombang
elektromagnetik dengan gelombang gravitasi bumi pada frekuensi rendah sebagai
hasil dari sifat-sifat eksistensi energetis pada frekuensi rendah yang disebut
simetri yang memecah secara mandiri (Self Symmetri Breaking Process, SSBP)
suatu konsepsi fisika modern yang digunakan oleh Prof Abdus Salam ketika beliau
menemukan partikel elementer bernama partikel Z dan W untuk menyatukan gaya
elektro lemah dan nuklir kuat/lemah. SSBP merupakan konsep dimana sebuah
entitas berfrekuensi tinggi tidak terbedakan identitasnya, namun pada frekuensi
rendah dapat diketahui identitasnya misalnya seperti nomor rulet yang nampak
jelas kalau roda ruletnya semakin pelan. Ketika roda rulet berputar kencang
(frekuensi tinggi), kita tidak mengetahui nomor 1,2,3 dan seterusnya. Namun,
ketika roda rulet semakin pelan maka kita mengetahui identitas masing-masing kotak
rulet yang dinomori, mana yang nomor 1 atau namor 2 dst. Demikian juga partikel
elementer, ketika ia berenergi tinggi maka kita tidak tahu partikel A atau B,
namun ketika ferkuensinya merendah maka partikel itu teridentifikasi. Prinsip
demikian terjadi karena konsep penciptaan dalam keseimbangan seperti tersirat
dalam QS 67:3 dan diuraikan dengan terperinci namun dengan bahasa Wahyu Ilahi
dalam QS 91:1-10 sebagai keseimbangan tatanan alam dan keseimbangan di dalam
jiwa manusia (Uraian masalah ini saya perinci di risalah mawas diri saya, “Kun
Fa Yakuun” release 4). tahun, bila kita merujuk pada pusat galaksi bima sakti
sebagai pusat maka nilainya tidak 365 hari, entah berapa milyar tahun. Nilai
Frekuensi Kedirian Bumi dalam hitungan satu hari sama dengan 23,9182 jam (dari
hitungan astronomis), satu jam 3600 detik menjadi, maka frekuensi kediriannya
adalah : v=1/(365x23,9182x2600) = 3,1818182x10-8 -34 -57
• Konsep-konsep al-Qur’an yang berkaitan dengan prinsip
penciptaan makhluk yaitu “seusia dengan ukuran kuantifikasi kuantum (QS
54:49, 15:21) “, “keseimbangan (Qs 67:3-4)”, “di hitung satu per
satu (QS 72:28)”, “ketelitian (19:94)” menunjukkan hubungan yang
erat bahwa al-Qur’an dan pengetahuan fisika dan matematika sangat berkaitan,
baik yang modern maupun klasik.
• Tetapan universal segala sesuatu diinformasikan oleh
Allah dalam konstruksi surat QS 48:23 sebagai suatu sunnatullah yang tetap
(lihat uraian sebelumnya).
• Konstruksi Umul Kitab yaitu Al-Fatihah adalah
konstruksi optimum semua maujud makhluk yaitu 1x6 (atau cerminannya sebagai
3x2x1, 6x1) sebagai bangunan dengan geometri seperti penampang sarang tawon
(segi enam) sebagai struktur yang paling optimum di alam semesta (QS 16, QS
29:41). QS 29:41 sendiri menunjukkan konsepsi ruang jagat raya yang dikiaskan
Allah sebagai sarang laba-laba yang lemah menunjukkan konsepsi fundamental “superspace”
alam semesta global sebagai al-Aalamin.
• Konsepsi waktu dan periodesasinya dinyatakan dalam Qs
17:12.
• Konsepsi kesadaran atas diri manusia dinyatakan dalam
Qs Al Ashr (QS 103).
• Dengan demikian alam semesta menurut al-Qur’an adalah
: kontinuum kesadaran-ruang-waktu bukan sekesar kontinuum ruang-waktu
belaka seperti yang diyakini saat ini oleh pengetahuan manusia dengan dasar
filsafat materialisme-atheisme. Karena kesadaran manusia melibatkan Iqra dan
Penyucian Jiwa yaitu qolbu maka konsepsi alam semesta adalah konsepsi yang
lebih utuh sebagai KKRW Kontinuum Kesadaran-Ruang-Waktu.
• Dan beberapa surat dan ayat lainnya.
Fakta demikian tentunya
tidak bisa diabaikan begitu saja oleh Umat Islam karena “semua itu bagian
dari Pengetahuan Allah”. Mengabaikan fakta demikian sama saja kita seperti
Ablasa yang tidak memahami Sifat-Sifat Allah Yang Maha Berilmu. Demikian juga
penegasan Allah bahwa Dia “menurunkan al-Qur’an dalam Bahasa Arab supaya
manusia berpikir (QS 43:3)” mengisyaratkan bahwa bahasa Arab sebenarnya
mempunyai pengertian tri-lateral :
• huruf/kata/makna (bahasa),
• numerik (bilangan)-matematik (bilangan), dan
• simbolis geometrik, baik individual maupun dari huruf
dan bilangan
ketiganya merupakan bagian
dari cara untuk memahami al-Qur’an yang lebih utuh karena al-Qur’an
dikonstruksi baik “isi” maupun “sistematisasi kodefikasinya” oleh
Allah dengan bahasa Arab yang memiliki konsep pemahaman tri-lateral (3 arah,
dengan demikian terdapat 3x3=9 jalur pengetahuan sebagai jaringan neural)
sebagai maujud dari 3 Ism Agung-Nya yang menjadi kalimat Basmalah. Dari
pemahaman demikian akan terungkap suatu fakta yang eksak berupa Pengetahuan
Ilahiyah bahwa al-Qur’an adalah Kitab Tentang Segala Sesuatu, sebagai pedoman
manusia, sebagai catatan sejarah alam semesta dari awal sampai akhir, dan
dikonstruksi sedemikian rupa oleh Allah dengan suatu konsep yang utuh
terintegrasi dan masif seperti sifat-sifat Allah yang memiliki Ahadiyyah dan
Ash-Shamadiyyah Dzat yang tidak habis bagi (QS 112:1-2).
Demikianlah pengetahuan
manusia telah berkembang dari apa yang dihamparkan oleh Allah sebagai
penampakkan Asma & Sifat, Af’al-Nya dan semua itu akhirnya menjadi
instrumentasi untuk memahami kitab suci al-Qur’an sekiranya kita mau membuka
cara berpikir kita dengan apa yang sudah disarankan oleh Allah yaitu dengan
“IQRA” yang benar dengan panduan “Basmalah” (QS 96:1-5) dan dengan kekuatan
makrifatullah berupa penyucian jiwa (Qs 91:9-10) agar kebenaran tentang
al-Qur’an adalah kebenaran dari al-Haqq sebagai satu-satunya kitab suci
dari Allah yang pernah diturunkan karena Dialah “Yang Awal dan Yang Akhir,
Yang Dhahir dan Yang batin, dan Dia Maha Mengetahui Segala Sesuatu” (QS
57:3).
9. Penafsiran Al Qur’an dan al-Munasabah
Ilmu yang menelusuri seluk
beluk penempatan surat dan ayat al-Qur’an disebut sebagai ilmu munasabah. Yang
intinya adalah menjawab pertanyaan “Mengapa ayat dan surat itu ditempatkan
setelah ayat atau surat ini?”.
Kebutuhan atas munculnya pertanyaan diatas nampaknya
memang muncul dari struktur al-Qur’an yang tidak linier baik dari segi isi
maupun penomoran surat dan ayatnya, meskipun sebenarnya terdapat kaitan yang
erat antara nomor surat dan ayat dengan hubungan matriks 2x2 sebagai hubungan
tri-lateral (yaitu horisontal, vertikal dan diagonal). Dengan demikian,
nampaknya apa yang difirmankan oleh Allah sebagai al-Qur’an terkait langsung
dengan struktur bahasa Arab itu sendiri seperti tersirat dalam QS 43:3. Jadi
ada tiga aspek penting yang harus ditinjau untuk memahami al-Qur’an secara
totalitas yaitu kebahasaan, bilangan dan geometri.
Dalam menafsirkan
al-Qur’an, nampaknya sejauh ini hanya huruf dan makna saja yang banyak diulas
oleh para ulama karena memang merupakan cara komunikasi kita sehari-hari yang
mudah dipahami secara lahiriah. Para ahli mengabaikan aspek penting yang lebih
akurat yaitu bilangan dan geometri bentuk, padahal dengan tambahan 2 parameter
ini, sebenarnya dapat digali pemahaman paling mendasar dan utuh, selain lebih
universal dan bersifat pasti sebagai suatu sunnatullah yang tetap yaitu dengan
menggunakan 2 parameter lainnya.
Geometri dan bilangan akan melibatkan konsepsi
operasinya mulai dari unifikasi, pemisahan, jumlahan, pengurangan, perkalian,
pembagian dan perpangkatan; sedangkan konsepsi geometris akan melibatkan bentuk
titik, garis, bidang, sampai bentuk tiga dimensi yang lebih nyata. Dalam
pengertian geometris maka bentuk bidang merupakan bentuk 2 dimensi yang
dibangun dari 3 garis saling berpotongan yaitu segitiga, maka benda 3 dimensi
secara mendasar diaktualkan karena komposisi 3 ruas trilateral yang membangun
konstruksi 12 bidang permukaan dengan 30 titik temu sebagai titik temu optimum
dan paling elementer. Demikian juga dalam pemahaman yang utuh maka pengetahuan
yang berasal dari al-Qur’an dapat kita gali lebih mendalam kalau kita kaitkan
dengan 3 arah pemahaman atau sintesis trilateral : bahasa, bilangan dan
geometri.
Sejarah al-Qur’an yang
banyak dikaji mufasir menyimpulkan bahwa al-Qur’an dan sistematikanya diterima
apa adanya seusai dengan wahyu yang diterima oleh Nabi SAW (lihat buku M.
Quraish Syihab “Membumikan Al Qur’an”). Bahkan dalam pewahyuannya kepada Nabi
Muhammad, menurut para ahli dapat dibagi menjadi beberapa periode yaitu Mekkah
dan Medinah. Namun, dalam setiap turunnya wahyu, semua itu dicatat oleh
Rasulullah SAW dan nampaknya pencatatan demikian terkait juga dengan kodefikasi
penomoran juz, surat dan ayatnya. Kalau tidak demikian, maka penomoran
al-Qur’an menyangkut suatu pengetahuan tertinggi yang diterima oleh Nabi
Muhammad Saw sebagai Pengetahuan Ilahiyah yang mencakup masa lalu, masa kini,
dan masa depan karena konstruksi al-Qur’an menyiratkan hal yang demikian, baik
dari segi isi , maupun kodefikasi penomorannya.
Sifat isi yang tidak linier menyirat kaitan-kaitan isi
al-Qur’an satu sama lain sebagai suatu mekanisme yang rumit dan kompleks. Saya
cenderung mengatakannya sebagai suatu jaringan neural dari apa yang
menjadi Pengetahuan Allah yang disampaikan kepada Nabi untuk kepentingan Umat
manusia. Jadi apa yang disampaikan didalam al-Qur’an melulu bukan kepentingan
Allah, namun kepentingan bagi manusia untuk kembali kepada-Nya dengan selamat
yaitu melalui Shiraatal Mustaqiim yang tidak lain adalah menauhidkan
Allah sebagai Tuhan Yang Maha Esa dengan ampunan dan tobat, dan mengikuti apa
yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW sebagai Utusan Allah yaitu orang yang
diberi nikmat. Ketika saya menuliskan beberapa konsep dasar saling hubungan
antara bahasa, bilangan dan geometri, saya tidak memahami ilmu munasabah,
karena bukan spesialis di bidang itu. Namun, dengan adanya bidang kajian
munasabah ini barangkali kajian yang saya lakukan akan bersingggungan dengan
ilmu munasabah. Sedikit banyak, tersingkapnya pengertian-pengertian yang
tersirat dalam beberapa surat yang berkaitan dengan penciptaan dan prosesnya
menyangkut aspek posisitioning dari firman-firman Tuhan itu sendiri.
Namun, hal ini jangan dimaknai yang mana duluan yang difirmankan, karena kalau
kita di posisi Allah, atau memandang dari dalam Diri-Nya sebagai makhluk yang
tercelup dalam Shibghatallaahi (QS 2:138) maka tidak ada relevansinya
mengatakan mana duluan. Semuanya nyaris berbarengan kalau boleh saya katakan
demikian. Hal ini ibarat Anda menggelontorkan sekardus jigsaw puzzle mainan
anak-anak sekaligus diatas lantai. Acak-acakan dan tidak linier, namun masih
bisa tersusun dengan menggunakan kaidah logis yang saya sebut suatu proses penciptaan.
Meskipun, istilah “proses” juga kurang tepat, namun sebagai makhluk di
alam relatif mau tak mau kita menggunakan kaidah kebahasaan kita sendiri yang
relatif untuk memahami adanya suatu kehendak Allah untuk menciptakan makhluk.
Hal ini berbeda dengan pewahyuan kepada Nabi Muhammad
SAW, maka proses kronologi turunnya wahyu dapat kita telaah dengan baik,
meskipun pada akhirnya al-Qur’an tidak disusun sebagai suatu urutan kronologis,
namun lebih cenderung kepada uraian konsepsi “apa sih maksudnya Allah
menciptakan makhluk?”. Inilah kunci pemahaman fundamental untuk memahami
kenapa satu surat yang meskinya berurutan menjadi dipisah-pisahkan dan tidak
linier bahkan cenderung kalau dipetakan menjadi suatu neural network.
Saya tidak tahu sebab yang
pasti, namun yang dapat saya simpulkan sejauh ini adalah “itulah ciri
penguraian dari sisi Allah” yang kurang dipengaruhi pengertian ruang-waktu
relatif untuk menjaga kesucian Kitab Suci Al Qur’an yang memiliki nilai
Keabadian sebagai Wahyu Allah bagi manusia. Allah memang sudah mengetahui bahwa
al-Qur’an akan dikaji oleh semua kalangan baik yang Islam maupun bukan,
sehingga penafsiran dan pemahaman yang utuh dan benar hanya berasal dari Umat
Islam itu sendiri bukan dari orang lain (misalnya orientalis).
Boleh jadi konsepsi
pengetahuan yang dirancang manusia dapat menjelaskan al-Qur’an dengan “cara
yang dia yakini benar sebagai manusia yang menggunakan suatu metode tertentu”,
namun hakikat kebenaran bukan sekedar analisis penguraian menjadi “pengetahuan
relatif”. Hakikat kebenaran al-Qur’an akan tersingkap oleh manusia yang
beragama Islam (dalam hal ini pengetahuan atau instrumen pengetahuan yang
digunakannya boleh jadi diambil dari semua kalangan berupa ilmu pengetahuan dan
teknologi) dan tahu bagaimana seharusnya memahami al-Qur’an baik sebagai Kitab
Suci maupun Kitab tentang segala sesuatu, yaitu mereka yang menerapkan
nilai-nilai al-Qur’an kepada dirinya sendiri dan menjadi abidin dan muslimun,
yang mempunyai kecerdasan Iqra (QS 96:1-5) dan penyucian jiwa (Qs 91:9-10), dan
tentu saja mengimani Nabi Muhammad SAW sebagai Utusan Allah dan bukan dari
luar Agama Islam. Sehingga secara konseptual, manusia yang mampu
menginternalkan al-Qur’an sebagai sistem operasi dirinya sebagai yang berjasad
dan berjiwa yang tersirat dalam QS 9:128-129 sebagai konsepsi al-Insan
al-Kamil dengan rujukan utama Nabi Muhammad SAW.
Dan dari sini manusia
kemudian mulai menggalinya menjadi berbagai format pengetahuan baik yang
sifatnya peribadahan maupun hubungannya dengan makhluk lainnya dan Tuhannya.
Salah satu syarat untuk memahami hal ini ternyata suatu syarat yang sederhana
yaitu “berendah hatilah di hadapan Allah” dengan qolbu dan iqra yang
benar untuk memahami firman-firman-Nya karena firman-firman itu muncul dari
keikhlasan Allah dengan permadani maghfirah, dan limpahan rahmat dan kasih
sayang-Nya untuk memperkenalkan Diri-Nya bahwa Dia adalah Allah Yang Esa, Tuhan
Sermesta Alam. Artinya, kepada Umat Islam yang berendah hati di hadapan Allah
lah, maka Allah akan menyingkapkan Pengetahuan –Nya yang sudah dijadikan-Nya
sebagai suatu sunnatullah yang tetap yakni Kitab Suci Al Qur’an.
Saya tidak meyakini bahwa
semua pengetahuan manusia sebagai hasil ijtihad akalnya atau konsensus menjadi
suatu pengetahuan yang mutlak benar. Semuanya bisa berubah total dan runtuh
bilamana ada suatu pengetahuan lain yang jauh lebih meyakinkan untuk menyingkap
hakikat sesuatu. Dalam hal ini, karena al-Qur’an memiliki sumber dari
Pengetahuan Mutlak, maka apa yang disampaikan al-Qur’an adalah kebenaran sejak
awal dan akhir alam semesta. Yang berarti Al Qur’an lah Ummul Kitab dan
Satu-satu-Nya kitab suci sejak Allah berkehendak untuk menciptakan yang
mencakup Awal dan Akhir. Kitab samawi lainnya yang pernah ada adalah
serpihan dari Ummul Kitab yaitu al-Qur’an yang terjaga kebenaran dan
kesuciannya, dalam setiap zaman, sampai Allah menetapkan kapan mawar merah
al-Haqqah muncul lagi membelah langit alias Hari Kiamat. Oleh karena itu, Umat
Islam mengimani kitab suci Allah yang pernah turun, namun dalam sejarahnya
terdistorsi oleh kepentingan segelintir oknum baik individual atau kelompok
yang membengkokkan risalah Wahyu Ilahi menjadi kepentingan untuk kekuasaan
politik maupun keagamaan atau katakan saja kepentingan duniawi yang tak lain
adalah instrumen tipu daya Sang Iblis (filsafat materialisme, hedonisme,
sekularisme, atheisme, dan isme lain-lainnya).
Apa yang disampaikan
al-Qur’an, baik secara umum maupun khusus menyangkut alam semesta, masyarakat,
peradaban, dan manusia secara individual, sejak manusia lahir sampai mati dan
kembali kepada Allah, maka semua itu suatu kebenaran yang bersifat mutlak.
Hanya, penguraiannya bagi kepentingan manusia dengan kemampuan yang beragam
memerlukan suatu cara penyampaian yang tepat sesuai zamannya atau ruang-waktunya,
sehingga hal ini atau cara penyampaian dan instrumen pengetahuan relatif yang
digunakannya boleh jadi berubah drastis. Termasuk disini penafsiran al-Qur’an
pun bisa berubah atau berkembang sesuai zamannya. Artinya, tidak relevan kalau
kita merujuk ruang-waktu zaman Nabi untuk Zaman sekarang, hal itu melanggar
prinsip yang menjadi sunnatullah Allah yang tetap yaitu keselarasan dengan
kehendak Allah.
Namun, substansi dari apa
yang terdapat di dalam al-Qur’an adalah kebenaran yang bersifat mutlak karena menyangkut
aspek-aspek elementer dari hubungan Tuhan, manusia dan alam semesta, sehingga
ia berkembang mengikuti zamannya tanpa kelonggaran atau keringanan apapun,
karena sangat elementer dan pasti terjadi. Dan demikian, kesahihan al-Qur’an
Musaf Utsmani sebagai Mushaf Asli Nabi Muhammad SAW tak bisa diubah karena
menyangkut aspek-aspek elementer antara manusia, alam semesta dan Tuhan. Sekali
aspek elementer dilanggar misalnya shalat wajib 5 waktu menjadi 6 waktu, atau
satu ayat ditambahkan dan diubah tanda kalimatnya diubah, maka semuanya akan
runtuh. Artinya, sama saja kita tidak beriman dan tidak mempercayai al-Qur’an
sebagai satu-satunya Kitab Wahyu dari Allah sejak Dentuman Besar (Big bang)
sampai saat ini. Dan dengan demikian, memang sangat penting mempertahankan
al-Qur’an dalam bahasa Arab yang asli karena bahasa Arab mempunyai keunikan
yang tidak dapat ditemui dalam bahasa apapun (catatan: Meskipun demikian,
tidak tertutup kemungkinannya bahwa atas kehendak dan hidayah Allah seseorang
yang tidak bisa memahami bahasa Arab dengan sempurna dapat memahaminya. Dalam
hal ini saya sebenarnya mempunyai hipotesis yang perlu dibuktikan oleh semua
Umat Islam bahwa al-Qur’an sebenarnya sudah ter-install sejak awal mula didalam
esensi diri kita yang termurnikan. Katakanlah semacam sistem operasi manusia
langsung dari Allah. Dan itu akan tersingkap atau teraktifkan bila kita mampu
menerapkan ikhlas dengan benar dengan kunci Iqra dan penyucian jiwa sebagai
kunci-kunci makrifatullah. Ketika hal ini berhasil dilakukan, Insya Allah
membaca dan memahami al-Qur’an bagaikan membaca “Diari Ilahi atau
seperti Catatan Harian Rabbul Aalamin”), dan ia menjadi bahasa induk
dari semua peradaban yaitu bilangan 0123456789 dan huruf alfabet dengan
pemahaman tri-lateral (dalam pengertian bahasa, bilangan dan geometri)
yang mencakup 46 arah pemahaman ilmu pengetahuan yang saling terkait sebagai neural
network.
(Dalam kontek al-Qur’an
dari arah bahasa diperoleh 6x6=36 pemahaman saling terkait yaitu tanda baca,
huruf, kata, kalimat, ayat, dan surat; dari segi bilangan terkait pemahaman
3x3=9 arah pemahaman yaitu nomor juz, surat dan ayat; dari geometri hanya
terkait satu bentuk dasar sebagai unifikasi 3 Ism Agung yaitu bentuk segitiga
Allah, Ar-Rahmaan, ar-Rahiim yang membangun kalimat Basmalah sebagai kondisi
awal dan akhir dalam keseimbangan; totalnya 36+9+1=46 yang dikenal sebagai 46
ilmu kenabian).
Karena keunikan dan
komposisi al-Qur’an maka saya simpulkan bahwa Mushaf Utsmani adalah mushaf
al-Qur’an yang dipersiapkan oleh Allah dan rasulnya Nabi Muhammad SAW sejak
awal mula, yaitu dengan menggunakan suatu kodefikasi yang sahih. Dan boleh jadi
konsepsi penyusunan al-Qur’an menjadi suatu pengetahuan yang diterima “as is”
apa adanya sejak semula. Komposisi tersebut tidak sekedar nomor juz, surat dan
ayat, namun dalam penyusunan bentuk kitab, apa yang tersirat dalam setiap
halaman , penomoran halaman, dan jumlah baris serta kodefikasi lainnya mestinya
sangat akurat dan mengikuti apa yang sudah diterima oleh Nabi Muhammad SAW sebagai
Wahyu Ilahi.
Dekaplah al-Qur'an dan as-Sunnah dengan erat,
bukalah dan bacalah dengan Iqra dan Qolbu yang jernih,
engkau akan dapati rahasia-rahasia dari catatan
harian-Ku.
Disitu,
akan engkau temui tentang dirimu dan Aku,
sebagai Allah, Yang Maha Esa.
Sebagai Raabul Aalamin,
dan sebagai Kemahaagungan dan Kemahaindahan
dari semua Kehendak-Ku.
Engkau adalah bayangan kesempurnaan-Ku,
yang Ku-ciptakan dengan rahmat dan cinta-Ku,
dengan hamparan permadani maghfirah,
yang akan menuntunmu kembali kepada-Ku.
Maka,
kenapakah engkau lupakan dan sia-siakan
pedoman yang menjadi Dzikra Lil Aalamin?
Pedoman yang menjadi penuntunmu memasuki Shirathaal
Mustaqiim?
Pedoman yang menjadi Rahmaatan Lil Aalamin?
Belum cukupkah bukti-bukti yang kuhamparkan sebagai
Arsy-Ku dan dirimu sendiri?
Belum cukupkah bukti-bukti yang Ku-singkapkan kepada
hamba-hamba-Ku yang Ku-kehendaki untuk mengingkapkan-Nya?
Apakah engkau menunggu mawar merah al-Haqqah
memancarkan kilapan minyaknya?
Ketahuilah, ketika kepastian itu terjadi,
maka permadani maghfirah-Ku sudah Ku-gulung,
yang tersisa adalah rasa takut dan penyesalan yang
mendera
karena kebodohan Ablasa yang engkau pelihara.
Kembalilah pada-Ku,
dengan ridha-Ku,
dalam naungan rahmat-Ku.
Segala puja dan puji hanya
patut dipersembahkan kepada Allah semata, Tuhan Semesta Alam.
Jakarta,
7-4-2007
Revisi ke-3, 22-4-2005
Revisi ke-4, 25-4-2005
Atmonadi
Komukasi personal by e-mail : atmoon.geo@yahoo.com
Pendiri situs myQuran.com, penulis risalah online
(e-book) “Kun fa Yakuun : mengenal Diri, mengenal Ilahi” (free download release
1 : http://www.myquran.org/doc/kunfayakuun atau http://kunfayakuun.getwo.com
)
Referensi :
1. Al Qur’an Terjemahan
Departemen Agama, 1984
2. Al Qur’an Terjemah
Indonesia, PT Sari Agung, Cetakan ke-13, 1999
3. HB Yassin, “Al Qur’an
Bacaan Mulia”, Yalco Jaya, Cetakan ke-4, 2002
4. Atmonadi, “Kun Fa Yakuun
: Mengenal Diri, Mengenal Ilahi”, e-Book release 4, 2004-2005, free down load
(r-1), http://www.myquran.org/doc/kunfayakuun
5. _______, “Prima Kausa”,
release 1, 2005
6. _______, “Matematika
Tauhid (Draft)”, 2005
7. _______, “Catatan Harian
Rabbul Aalamin : Kronik-kronik Penciptaan (Draft)”, 2005
8. _______, “ar-Rahmaan
Yang Mengajarkan al-Qur’an : Dibalik huruf-huruf rahasia 29 surat fawatih
(draft), 2005
9. _______ , “Alif Sampai
Ya”, release 1 (distribusi kalangan terbatas)
“Analisis Konstruksi al-Qur’an
Mushaf Utsmani Asli”
Risalah Kajian Otentifikasi Al Qur’an ke-2
Risalah Mawas Diri
“Hak Penciptaaan Hanya Milik
Allah semata “
Distribusikan secara bebas untuk kepentingan Umat
Islam
2005-2057 adalah era tegaknya Cahaya Pemurnian Tauhid
Ulasan
Karakteristik Mushaf Utsmani asli :
Menurut Luqman AQ
Sumabrata, mengenai Mushaf Utsmani asli seluruh mushaf al-Qur’an yang baku saat
ini adalah Mushaf Utsmani, tetapi konstruksi rincinya mungkin berbeda, meskipun
ayat-ayatnya, surah dan juz tidak berbeda. Menurut penelitian Lukman AQ
Sumabrata, mushaf asli mempunyai ciri sebagai berikut :
1. Terdiri dari 484
halaman, yaitu dari halaman 2 sampai 485.
2. Setiap juz dimulai pada
awal halaman ganjil, kecuali Juz-1 yang dimulai dari halaman 2.
3. Setiap juz mengandung 16
halaman, kecuali juz-1 dan juz-30 yang masing-masing terdiri dari 15 dan 21
halaman.
4. Setiap halaman hanya
mengandung 18 baris, ayat dan non-ayat, kecuali halaman-2, halaman-3 dan
halaman 485 yang masing-masing terdiri dari 7, 7 dan 19 baris, ayat non-ayat.
5. Setiap halaman berawal
dengan permulaan ayat dan berakhir dengan akhir ayat, kecuali halaman 484,
dimana ayat ke-4 surat al-Lahab bersambung dari halaman 484 ke halaman 485.
6. Jumlah ruku ada 558,
termasuk 1 ruku dalam surat al-Fatihah.
7. Basmalah bukan ayat,
namun payung semua surat, kecuali surat at-Taubah (9). Konstruksi demikian
berlaku juga bagi surat al-Fatihah. Meskipun demikian jumlah ayat al-Fatihah
tetap 7 bukan 6 karena ayat ke-7 dimulai dari kata “Ghairil”. Jadi dalam surat
ke-7 sebenarnya terdapat 2 ayat.
8. Jumlah ayat ada 6236,
mungkin sedikit berbeda antara mushaf karena ada ayat yang terpisah menjadi 2,
mungkin untuk memudahkan tafsir.
9. Yang disebut Ummul Kitab
adalah surat al-Fatihah dengan 4 ayat pertama surat al-Baqarah (surat ke-2),
masing-masing di halaman-2 dan halaman-3 yang berhadapan, seperti kitab mini.
Referensi untuk informasi mushaf Utsmani asli dikutip
dari buku Dr. Hidayat Nataatmadja, “Intelijensi Spiritual”, Perenial Press
2001, halaman 15.
Komentar Atas Konstruksi Mushaft Utsmani
Secara umum komentar
berikut saya terapkan item per item dari 9 item yang saya kutip berdasarkan
kesimpulan Luqman AQ Sumabrata atas Mushaf Utsmani asli :
Komentar Item Ke-1
Kalau al-Qur’an mushaf asli
kita tangkupkan atau pertemukan halaman depan dengan belakangnya maka diperoleh
bilangan 2485. Nilai ini merupakan jumlah dari 70 nilai orbital kealamaan
menurut al-Qur’an yaitu konsep sistem alam semesta sebagai al-Aalamin atau 7 langit
bumi, sesuai dengan konsepsi firman “Alif Laam Mim”. Kalau kita
akumulasikan 1+2+3…+70=2485. Jadi dengan konsep demikian nampaknya penyusunan
al-Qur’an khususnya jumlah halamannya terkait dengan isi al-Qur’an secara
keseluruhan, yaitu konsepsi kontinuum kesadaran diri-ruang-waktu yang merupakan
lingkaran konsentris seusai dengan teori kuantum abad modern yang dikembangkan
oleh Niels Bohr dan Rutherford (atom hidrogen dengan bentuk lingkaran bulat
sempurna).
Didalam al-Qur’an konsep tatanan alam semesta sebagai
ruang, seperti diulas di risalah ini tersirat dalam Qs 29:1, sebagai Alif Laam
Mim, dengan perinciannya terdapat dalam QS 29:41 dimana dikiaskan bahwa
konstruksi sistem kealaman baik makro maupun mikro adalah sistem kealaman
dengan perbandingan 29:41. 29 adalah tatanan alam yang ghaib, sedangkan 41
adalah tatanan alam yang nyata. Masing-masing tatanan orbital langit, mempunyai
1000 tabir energi yang dikiaskan oleh al-Qur’an dalam surat as-Sajdah Qs 32:5
dimana dikatakan bahwa sehari setara dengan seribu tahun.
Pengertian
tahun sebenarnya merujuk kepada periode, sehingga kalau dibandingkan dengan
surat al-Hajj 22:47 dimana dikatakan sehari disisi Tuhan sama dengan 1000 tahun
maka yang dimaksudkan oleh kedua ayat tersebut, dan 1 ayat lainnya yaitu surat
al-Maarij QS 70:4 yang menyatakan sehari=50.000, yang dimaksud tahun sebenarnya
menunjukkan kesebandingan antara satu frekuensi sebagai tabir energi dengan
frekuensi lainnya. Dalam konteks teori spektrum frekuensi yang dikembangkan
oleh Niel Bohr dan Balmer di awal abad ke-20 maka hal ini menunjukkan adanya
konsep fisika modern yang akhirnya dikembangkan menjadi efek Doppler untuk
menghitung ekspansi (perluasan) alam semesta oleh Edwin Hubble di bidang
astronomi saat ini. Al Qur’an tidak asing dengan konsep perluasan langit, hal
ini dapat kita temui dalam QS 51:47 :
Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan
sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya.
Dalam uraian yang lebih lengkap, al-Qur’an juga
mengungkapkan suatu konsep penting bahwa ada keterkaitan antara alam dengan
hukum-hukumnya masing-masing.
Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan
Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit
yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya
dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha
Mengetahui. (Qs 41:12)
Ungkapan “dua masa” merujuk pada masa
terbentuknya 6 langit bumi yang gaib yang tak lain adalah uraian 29 fawatih
yaitu dalam Qs 29:41 sebagai angka 29.
Masa kedua adalah pembentukan sistem jagat raya
fisikal termasuk galaksi Bimasakti dan sistem Tatasurya langit-bumi sebagai
langit bumi ke-7. Dalam risalah “Kun Fa Yakuun” dengan uraian yang lebih jauh
akhirnya saya simpulkan bahwa masa kedua sebenarnya mencakup perbandingan 41
dari masing-masing 1000 tabir atau 41000. Kalau kita tuliskan dalam bentuk usia
alam semesta dengan menggunakan QS as-Sajdah ayat 5, kita peroleh estimasi usia
alam semesta fisikal sekitar 365x1000x41.000=14,965 milyar tahun.
Gambar
berikut mengilustrasikan konsep penciptaan 7 langit bumi dengan 2 masa
Kisaran perkiraan para
astronom modern dengan menggunakan peralatan ultra modern seperti teleskop
astronomis Hubble memberikan kisaran usia alam semesta antara 12 sampai 18
milyar tahun. Ajaibnya al-Qur’an dengan perhitungan QS 29:41 dan QS 32:5
diperoleh kisaran yang mendekati angka rata-rata 15 milyar tahun. Teori fisika
modern menaksir bahwa Big Bang atau ledakan purba awal mula yang membangun alam
semesta terjadi dalam orde t=10-34 sampai t=10-43 detik,
sedangkan al-Qur’an dengan orde 41 mengambil nilai 10-41 detik,
suatu taksiran yang tidak begitu berbeda dengan taksiran para ilmuwan. Dengan
demikian, masa pertama menurut al-Qur’an mencakup suatu kisaran waktu
yang jauh lebih keciiil lagi yaitu dalam orde t=10-42 sampai
t=10-70 detik. Dan masa kedua tidak lain dari t=10-41 detik
sampai t=14,965 milyar tahun yaitu waktu masa kini.
Ungkapan “Dia mewahyukan
tiap-tiap langit urusannya” berhubungan dengan perbedaan hukum-hukum alam
atau hukum-hukum fisika. Fisika modern mengenalnya sebagai teori relativitas
Einstein sebagai perluasan hukum-hukum Newton di alam nyata dan fisikal dan
teori kuantum sebagai hukum-hukum alam materi elementer atau dunia kuantum.
Namun, sejauh ini para fisikawan belum mampu mempertemukan kedua teori fisika
tersebut karena dilupakannya penghubung antara alam yang relatif gaib dan nyata
yaitu manusia. Dalam hal ini qolbunya atau sistem ruhaniahnya yang mampu
mencerap yang lahir dan yang batin. Walhasil, sebenarnya terdapat suatu kaitan
erat antara alam yang nyata atau lahir dengan alam yang gaib yang akhirnya
mempertemukan konsepsi universal bagaimanakan manusia mengenal Penciptanya,
yaitu Allah sebagai Tuhan Yang Maha Esa.
Ungkapan terakhir dimana Allah
berfirman mengatakan dihiasinya langit dengan bintang tidak lain adalah sistem
alam semesta fisikal kita, khususnya sistem galaksi Bima Sakti dan tetangga
galaksi lainnya yang telah terbukti oleh pengetahuan modern sekitar 200 milyar
lebih.
Dalam konteks al-Qur’an kesebandingan antar alam yang
saling bertautan dengan hukum-hukumnya masing-masing, sebenarnya menunjukkan
pengertian tetapan langit bumi dengan rujukan yang tidak tergantung pada
konsepsi ruang-waktu, namun merujuk langsung kepada esensi jiwa manusia atau
qolbu. Dengan kenyataan demikian maka berlakulah bahwa setiap lapisan orbit
qolbu dengan model teori kuantum qolbu akan berkaitan dengan setiap titik
dialam semesta jamak atau Aalamin. Dalam hal ini, sebuah titik di alam semesta
fisikal yang kita kenal saat ini tak lain adalah sebuah titik qolbu atau
sebagai Arasy Allah.
Dari pengertian fisika
modern tersebut, maka kesebandingan untuk setiap tatanan orbital adalah
koefisien dengan faktor 1000, sedangkan total untuk 70 tatanan orbital 7 langit
bumi menjadi 70.000 tabir energi. Sebuah hadis sudah lama menyiratkan hal ini
dimana dikatakan bahwa jarak antara Allah dan makhluk adalah 70.000 tabir.
Dalam hal ini keselarasan pengertian tabir atau hijab yang dimaksud dalam hadis
atau ayat yang menyiratkan hal itu adalah tabir energi sebagai suatu ketentuan
Allah yang terukur dalam menciptakan makhluk-Nya yaitu “konsep kuantifikasi
kuantum:” dalam QS 54:49 “Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu
menurut ukuran.”; dan QS 15:21 “Dan tidak ada sesuatu pun melainkan pada
sisi Kami-lah khazanahnya; dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran
yang tertentu.”, sebagai konsekuensi logis dari ditempatkannya makhluk
dalam suatu kontinuum kesadaran diri-ruang-waktu yang terbatas (tidak kekal dan
bersifat baru).
Teori kuantum sendiri bukan hal yang aneh kalau kita
tinjau surat al-Fathir ayat pertama dengan seksama (Qs 35:1),
Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan (untuk
mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang)
dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang
dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Qs 35:1)
Banyak yang secara lahiriah
memaknai sayap seperti layaknya sayap burung, namun dalam konteks yang selaras
dengan pengertian QS 54:49 dan Qs 15:21, serta konsep keseimbangan dalam QS
67:3, maka yang dimaksud sayap adalah proses perubahan energetis yang
menyatakan berubahnya potensi dari malaikat atau entitas makhluk yang
dimaksudkan oleh Allah dalam QS 35:1.
Pernyataan demikian
nampaknya digunakan juga oleh ulama Thabathabai seperti dikutip M. Quraish
Shihab dalam tafsir al-Misbah jilid 11 ketika menafsirkan ayat ini. Perubahan
tingkat energi dalam bahasa kekinian adalah perubahan frekuensi yang terdapat
dalam spektrum frekuensi unsur-unsur atomis. Formulasinya pertama kali
digunakan oleh seorang guru SMP asal Swiss satu setengah abad yang lalu ketika
memformulasikan spektrum frekuensi Hidrogen, kemudian dikembangkan oleh Nielh
Bohr bapak teori kuantum, dengan mengaitkannya dengan ketetapan universal
PI=3,142857…, kecepatan cahaya, dan tetapan Planck.
Hasilnya adalah suatu
kesebandingan antara frekuensi yang mengikuti aturan kelipatan bilangan bulat
kuantum yaitu n=2,3,4,5…..n=1 disebut kondisi stasioner atomis dimana suatu
partikel elementer misalnya elektron tidak mampu kemana-mana lagi, berhenti
hanya sampai di n=1 kecuali ada gangguan dari luar. Kondisi n=2 sebagai awal
perhitungan kuantum dalam al-Qur’an disebut Qabaa Qausaini (Qs 53;49)
yaitu batas musyahadah makhluk yaitu saat Nabi Muhammad SAW melakukan mi’raj
dan dalam kondisi kuantum “jasad dan ruh” yang dikatakan sejarak 2 ujung busur
anak panah, yang tak lain n=2 kalau kita gunakan pengertian teori kuantum.
Secara umum formulasi spektrum frekuensi adalah :
Frekuensi, v=R(1/no2-1/n2)
Dimana v adalah frekuensi
sebagai beda potensi energi antara lintasan orbital no dengan yang lebih besar
n, kalau kita terapkan no=1 seperti tersirat dalam Qs 35:1 yang tidak
menyebutkan malaikat bersayap satu, maka n=2,3,4,5….R adalah suatu tetapan yang
berkaitan dengan kualitas kehidupan makhluk yang terdapat dalam orbital yang
dimaksud yaitu tetapan Ridberg dengan nilai = 1,097x107/m (jangan
kaget kalau saya jumlahkan 1+0+9+7=17 sebagai nomor surat al-Isra ayat pertama
dan angka 7 yang menjadi pangkat adalah 7 langit bumi yang dimaksud al-Qur’an).
Makna tetapan Ridberg sebenarnya terkait erat dengan apa yang tersirat dalam Qs
41:12 sebagai hukum-hukum alam yang saling bertautan dengan suatu sistem
kehidupan di masing-masing alam tersebut.
Kenapa demikian? Karena
tetapan Ridberg menunjukkan tetapan kehidupan yang berkaitan dengan dimensi
kesadaran diri makhluk yaitu massa suatu entitas makhluk dan muatan elektronnya
atau tingkat energetisnya. Tetapan Ridberg inilah yang dielaborasi oleh ilmuwan
Jerman Nielh Bohr sehingga diperoleh hubungan teoritis antara tetapan Ridberg
dengan tetapan fundamental alam yang utama yaitu massa elektron, muatan
elektron, kecepatan cahaya, tetapan Planck sebagai tetapan yang berkaitan
dengan eksistensi kehidupan, dan PI=22/7. Aslinya tetapan R adalah hasil
eksperimental dari percobaan spektrum frekuensi unsur Hidrogen di laboratorium.
Formulasinya menurut teori kuantum Bohr menjadi :
R = e4.m.2.PI2/h3.c
Suatu gambaran yang pasti
tentang apa yang dimaksudkan sebagai malaikat dalam QS 35:1 adalah adanya
partikel-partikel mediator yang menjadi penaut antara hukum-hukum alam disetiap
tatanan langit bumi yang 7, suatu ungkapan yang juga tidak asing dalam
ayat-ayat kauniyah al-Qur’an seperti diulas diatas. Partikel mediator tersebut
dalam bahasa fisika modern antara lain foton cahaya (mengikat elektron kedalam
inti atom), gluon (mengikat quark menjadi inti atom), meson (mengikat netron
kedalm inti), graviton (penyebab gravitasi yang masih gaib), dan beberapa
partikel fundamental lainnya.
Setiap tatanan yang saya
katakan dalam bahasa teori kuantum dengan gambaran sebuah lingkaran dengan
orbit ke-1 (n=1) adalah pusat lingkaran mengikuti suatu aturan baku yaitu
1:2:4:6:7. Dalam teori matematika, perbandingan demikian merujuk pada suatu
perbandingan matematis yang tidak habis bagi dimana kalau kita gambarkan maka
rasio antara garis yang menyinggung lingkaran terdalam dan lingkaran luar akan
mempunyai perbandingan optimum sebagai golden rasio keseimbangan yaitu nilai
irrasional sebagai PHI=1,61803 39887 49894 84820….(tidak habis bagi dan disebut
bilangan irrasional karena benar-benar tidak bisa dinyatakan).
Darimana hitungan ini
diperoleh? Tentunya kita harus percaya bahwa ada Pengetahuan Ilahiah yang
berperan disini. Kendati matematika dan geometri sudah dikenal sejak bangsa
Mesir membangun piramida (jadi jauh sebelum diformalkan oleh orang Yunani
sebagai geometri Euclide) pengetahuan geometris sudah dikuasai oleh bangsa
Mesir yaitu dalam kurun periode Nabi Idris a.s yang dikenal karena kecerdasan
spiritualnya yang tinggi, yang belakangan menurut sementara ahli sejarah mesir
didewakan oleh generasi sesudahnya dan menjadi Dewa Osiris, bahkan di Yunani
disebut Dewa Hermes (yang menjadi asal kata Hermeunetika) namun hal ini
nampaknya bukan suatu dasar yang kuat untuk mengatakan bahwa rujukannya berasal
dari Mesir. Kecuali kita percaya bahwa apa yang diperoleh sebagai pengetahuan oleh
Nabi Idris a.s adalah Pengetahuan Tuhan atau wahyu yang dimaksudkan bagi
manusia spiritual seperti Nabi Muhammad SAW (setidaknya dimasa dulu, dimana
peralatan empiris dan pengetahuan empiris masih minim, metode ilmiah masih
tidak berkembang, pengetahuan manusia umumnya diekstrak dari perenungan dan
tafakkur atau penyucian jiwa; hal yang sama nampaknya dilakukan juga oleh Isaac
Newton ketika merumuskan teori-teori fisikanya). Selain itu, menurut penelitian
Ali Abdullah Ad-Diffa dalam makalah berjudul “Ilmu Matematika Dalam
Peradaban Islam” (lihat buku “Mukjizat al-Qur’an dan As-Sunnah tentang
Iptek”, Jilid 2, penerbit GIP 1999), pengetahuan geometri bangsa Yunani yang
dikembangkan oleh Euclide baru dikenal bangsa Arab sekitar 136-157 H (754-775
M) ketika bukunya diterjemahkan ke dalam bahasa Arab semasa pemerintahan
Khalifah Abbasiah Abu Ja’far al-Manshur. Jadi, sumber dari Yunani pun tentunya
masih sangat minim atau boleh dikatakan tidak ada sama sekali di kalangan
bangsa Arab yang Ummi.
Apa yang dapat saya
simpulkan dari konstruksi al-Qur’an dengan merujuk pada susunan alamnya adalah
suatu kepastian dari peran pengetahuan tertinggi dari sumbernya langsung yaitu
Wahyu Ilahi karena secara eksak menyangkut suatu pengetahuan paling elementer
yang baru bisa diungkapkan oleh ilmu pengetahuan modern pada awal abad ke-20
yaitu teori kuantum dan teori relativitas.
Komentar Item ke-2
Penyusunan ganjil dan genap nampaknya sudah
diinformasikan dalam al-Qur’an dengan jelas yaitu dalam QS al-Fajr, QS 89:1-4
Demi fajar, dan malam yang sepuluh, dan yang genap dan
yang ganjil, dan malam bila berlalu.
Demikian juga dalam Qs 72:28 dikatakan bagaimana Allah
menghitung satu persatu dalam semua penciptaan makhluk-Nya,
Supaya Dia mengetahui, bahwa sesungguhnya rasul-rasul
itu telah menyampaikan risalah-risalah Tuhannya, sedang (sebenarnya) ilmu-Nya
meliputi apa yang ada pada mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu satu
persatu.
Maka penempatan Juz-1 dalam
halaman ke-2 nampaknya berkaitan dengan 12 huruf Arab dari kalimat tauhid “Laa
Ilaaha iIlaa Allah” yang merupakan tetapan awal mula dari tetapan universal
alam semesta dan semua isinya baik yang sifatnya kita pahami sebagai ruhani
maupun fisika. Hal ini tersirat juga dalam ayat ke-2 dari QS 89 dengan
menyebutkan makna malam ke-10, 10+2=12 (tauhid).
Bandingkan angka-angka
nomor surat 89 dengan angka yang sudah diuraikan dalam beberapa temuan
al-Qur’an sebagai jumlah total ayat ganjil dan genap ssbb: 6236+6555=12.791;
Pisahkan 12 dan 791, lalu pindahkan angka 1 didepan 7 (dengan kata lain susunan
angkanya menjadi bentuk melingkar) dan jumlahkan diperoleh 7+1=8, konstruksi
akhirnya adalah 12 dan 89. Sedangkan 89 dapat diuraikan menjadi 8x9=72 dan dari
1289 kita gunakan 28 diperoleh nomor ayat 28 dari surat al-Jinn (Qs 72) yaitu
72:28 sebagai “Dia menghitung satu per satu” suatu konsepsi paling
fundamental bagaimana Al Qur’an disusun oleh Allah SWT.
Komentar Item ke-3
Item ke-3 yang berhubungan
dengan jumlah halaman berkaitan dengan konstruksi alam semesta dengan
konstruksi jalin menjalin seperti sarang tawon, atau segienam, atau seperti
penampang sarang laba-laba 1x6, yang merupakan tatanan 7 langit bumi dimana 6
langit adalah gaib dan 1 langit bumi , yaitu alam semesta fisik sebagai langit
ke-7.
Segi enam diketahui
merupakan struktur yang paling efisien dalam menggunakan ruang sehingga antara
satu bagian dengan bagian lainnya saling menyambung tanpa celah. Hal ini
kemudian diisyaratkan dalam al-Qur’an sebagai QS 16 dan QS 29:41. Konstruksi
sarang tawon atau bentuk segienam terdapat dimana-mana mulai sarang tawon,
lantai marmer, sampai pesawat tempur siluman F-117A Night Hawk.
Juz 1 dan Juz 30
menunjukkan konfigurasi Alif Laam (31), sedangkan jumlahan halamannya
menunjukkan 15+21=36 adalah surat Yaasin (Qs 36) yang merupakan Degup
Jantung Kehidupan semua makhluk baik manusia maupun alam semesta. Dengan
menggunakan teori kuantum Max Planck kita peroleh gambaran energi yang
menghidupkan semua makhluk sbb: Kita gunakan orde waktu yang menghidupkan semua
makhluk adalah t=10-70 detik, dimana 70 adalah orde dari tatanan 70
orbital alam (item 1), maka orde waktu terkecil yang memulai kehidupan semua
makhluk adalah t=10-70 detik, frekuensinya sebagai periode adalah
v=1/t = 1070 Hertz. Tetapan planck sebagai manifestasi tetapan
kehidupan h=6,626176x10-34 Joule.detik. Teori kuantum Max Planck ,
E=h.v = 6,62617x10-34x1070=6,626x1036 Joule.
Kelahiran waktu sebagai
kehidupan dan penciptaan semua makhluk Inilah energi yang menghidupkan semua
eksistensi makhluk sehingga dikatakan sebagai hidup. Kematian makhluk hidup
adalah kematian karena ia tidak mampu merasakan lagi orde waktu Planck yaitu
t=10-34 detik sebagai waktu terkecil yang mampu disadari oleh
manusia, sekalipun sangat teoritis. Maka setelah meninggal, ruh manusia
sebenarnya berada di alam dengan orde waktu nyaris kekal atau absolut yaitu
t=10-35 detik sampai t=10-70 detik, melewati waktu t=10-70
detik manusia dikatakan musnah total atau fana didalam Allah.
Kalau saja ada kamera yang bisa menangkap gerakan
makhluk sampai orde t=10-70 detik , maka boleh jadi kamera itu akan
menangkap gerakan manusia yang berjalan dengan melompat-lompat seperti film
Vampire Taiwan yang lucu (he…he…he…☺☺☺), atau berada dalam superposisi
antara “hidup dan mati” sebagai manifestasi kehendak Allah.
Komentar Item ke-4
Setiap halaman mengandung
18 baris ayat dan non-ayat hal ini dimaksudkan bahwa dalam setiap lembar
kehidupannya, setiap manusia itu harus mengingat mati dan harus bercermin
sehingga ia akan memaknai angka 18 sebagai angka 9 yaitu kembali kepada Alah
dengan At-Tawbah yang ditempatkan sebagai surat ke-9.
Angka 9 adalah batas ilmu
pengetahuan makhluk yaitu konsep bilangan desimal 123456789, artinya sekiranya
makhluk mampu menguasai ilmu pengetahuan maka ingatlah untuk kembali ke angka 1
sebagai angka yang menyatakan sumber atau asal muasal dari semuanya bahwa Allah
adalah Yang Maha Esa (Prima Kausa), Yang memiliki pengetahuan itu. Kalau tidak,
maka manusia akan tersesat seperti tersesatnya kaum Nabi Musa yang mencuri 9
mukjijat (kiasan untuk menyatakan pengetahuan dari Allah yang diselewengkan
kaum Musa – yaitu bangsa Yahudi) yang menunjukkan suatu simbolisme kalimat
dalam Qs 7 al-Fatihah “Ghairil”, mau kembali kepada Allah dan menjadi
orang yang diberi nikmat atau mau terjerumus ke dalam jebakan Ablasa alias
Iblis alias filsafat materialisme-ateisme-sekularisme dan masuk kedalam
golongan yang dimurkai dan sesat.
Inilah makna kenapa dalam
setiap halaman dituliskan 18 baris 18 baris. Asal tahu saja bahwa ayat ke-7
surat al-Fatihah sebenarnya mempunyai 2 ayat dimana batas antara ayat tersebut
adalah kalimatullah “Ghairil”. Jadi ketika difirmankan “Ghairil”
Allah seperti mengingatkan “mau kemana sampeyan? Mau kejebos jebakan Iblis
atau mau kembali kepada-Ku dan berserah diri memasuki Shirataal Mustaqiim
berkumpul dengan Umat Nabi Muhammad sebagai Umat yang diberi nikmat”.
Demikianlah kenapa setiap halaman ada 18 baris.
Angka 18 juga menjadi nomor
surat al-Kahfi sebagai suatu cermin seolah-olah susunan halaman al-Qur’an
mengisyaratkan bahwa setiap wahyu yang dibaca dalam setiap lembar halaman
al-Qur’an adalah suatu cermin bagi kita sendiri sebagai makhluk yang dilimpahi
rahmat dan kasih sayang. Siapapun yang tidak mampu bercermin atas setiap
kalimatullah yang tercantum dalam setiap lembar al-Qur’an, maka ia tak akan
sanggup menggali hikmah-hikmah terdalam al-Qur’an, yang akhirnya akan menjadi
tabir diri yang muncul sebagai “Ghairil” yang menjebloskannya ke dalam
jalan orang yang sesat dan dimurkai Allah. Namun, ia yang sanggup dengan iqra
dan qolbu yang jernih, dan berendah hati akan memahami al-Qur’an, dan ia pun
akan menyingkap hikmah-hikmah al-Qur’an secara mendalam yang akan membawanya
memasuki Shiraatal Mustaqiim sebagai orang-orang yang diberi nikmat dan
kegembiraan (al-busyra).
Halaman-2, halaman-3 dan
halaman 485 yang masing-masing terdiri dari 7, 7 dan 19 baris, ayat non-ayat,
merupakan suatu konfigurasi khusus yang berkaitan dengan sunnatullah (Qs 48:23)
bagi manusia baik yang dimaksudkan untuk peribadahan maupun sebagai tetapan
universal awal mula. Kalau kita jejerkan sejajar dalam kotak berikut, kita
peroleh nilai numerik yang signifikan :
2
|
3
|
485
|
490
|
7
|
7
|
19
|
33
|
9
|
10
|
19
|
38
|
561
|
Jumlahan 2+7=9 menunjukkan
bahwa halaman 2 sebagai halaman dimana 7 ayat al-Fatihah sebagai pembukaan dan
induk al-Qur’an berada. Jumlahan 3+7=10 adalah surat ke-2 yaitu al-Baqarah
dimana 4 ayat pertama sebenarnya bagian dari induk al-Qur’an karena menyangkut
konsepsi alam semesta dan tatanannya yaitu “Alif Laam Mim”, dan ayat ke-2
sampai ke-4 adalah dasar-dasar akidah Agama Islam yaitu rukun Islam dan Iman.
Dengan demikian, urutan nomor ayat 234 adalah suatu isyarat nyata bahwa semua
makhluk dinaungi dengan “maghfirah” Allah yang disebutkan dalam al-Qur’an
sebanyak 234 kali.
Ayat ke-5 sampai ke-7 atau
567 adalah suatu unifikasi yang mengarahkan pada eksistensi Ablasa sebagai
esensi panas yang berasal dari api. Dalam bahasa fisika modern, panas adalah
kalor yang terdapat dalam diri kita sehingga apa yang dimaksud setan dalam diri
manusia adalah bagaimana kita mengendalikan esensi Iblis itu supaya jangan
merajalela dan menjadi nafsu ammarah. Dari sini kita melihat signifikansi PUASA
sebagai cara praktis untuk menguasai ammarah dalam diri kita, karena tubuh kita
mengandung unsur-unsur satanik, dan kita pahami kemudian kenapa beberapa
makanan dan minuman dikatakan HARAM karena memang mengandung unsur panas yang
dapat mengacaukan akal pikiran kita sehingga kitapun akan sebodoh Ablasa yang
tidak tahu kenapa ia diciptakan.
Tetapan panas dalam fisika
modern adalah tetapan Stepan Boltzman dengan nilai 567x10-10 W/m2 . K4 (satuan
Watt Meter Kelvin, perhatikan akurasi angka 567 dengan ayat ke-5,6,7 di surat
al-Baqarah). Secara fisis panas akan muncul bila dua buah permukaan saling
bergesekan, maka panas tubuh dalam jiwa kita adalah kalor yang muncul akibat
susunan jasad kita yang materialistik. Namun panas yang muncul mempengaruhi
akal dan pikiran sehingga kalau tidak terkendali menyebabkan ammarah yang tak
terkendali juga. Kitapun lantas menjadi setan dan menjadi dajjal yang tertutup
matahatinya, dan akalnya sebodoh Iblis dan tidak mampu menampung ilmu
pengetahuan Allah dan akhirnya tidak mampu mengendalikan dirinya. Yang muncul
adalah kesombongan dan kebodohan, yang akhirnya menjadi kedengkian, dan lain
sebagainya. Perhatian bagaimana Allah mengatakannya dalam QS 2:5-7:
Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan
mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung. Sesungguhnya orang-orang
kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri
peringatan, mereka tidak akan beriman. Allah telah mengunci-mati hati dan
pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang
amat berat. (QS 2:5-7)
Dalam QS 2:5, Allah
berfirman dengan merujuk kepada ayat ke-4 dari surat al-Fatihah dan 3 ayat
al-Baqarah sebelumnya, sehingga dikatakan-Nya bahwa yang mematuhi apa yang
tersirat dalam QS 2:2-4 adalah mereka yang mendapat petunjuk dan orang
beruntung. Firman ini sebagai pembatas dari golongan orang yang diberi nikmat
setelah memasuki Shiraatal Mustaqiim, dan mereka yang berserah diri kepada Allah,
yaitu yang menggantungkan kekuatannya kepada pertolongan Allah semata, bukan
semata-mata ego dirinya.
Jadi, ayat ke-5 dalam surat
al-Baqarah merupakan hasil akhir setelah manusia mampu kembali kepada Allah.
Namun, bila ia tersesat maka orang yang tersesat itu adalah mereka yang sama
sekali buta mata hatinya. Ia terkelabui oleh Ablasa sebagai nafs ammarah yang
menguasai dirinya, awan hitam kelam yang menutupi akal pikirannya, dan segala
inderawinya terkunci mati. Secara singkat ia menjadi Tidak Beriman. Dijelaskan
dengan jelas, maupun dengan seadanya, ia tetap saja tidak beriman, bukan karena
ia cerdas atau bodoh tetapi semata-mata karena Allah sendiri yang telah
mengunci mati hati dan pendengarannya karena “KESOMBONGAN” yang melingkupinya.
Ia tertutupi oleh selendang “KESOMBONGAN ALLAH” yang sebenarnya tak boleh
dikenakan oleh makhluk.
Artinya, kita tak perlu ngotot untuk menyadarkan orang
yang sudah dikunci mati oleh Allah ini, karena buang energi saja, dan percuma.
Tugas kita CUMA MENGINGATKAN DAN MEMBERI INFORMASI, seperti difirmankan-Nya,
Jika mereka tetap berpaling, maka sesungguhnya
kewajiban yang dibebankan atasmu (Muhammad) hanyalah menyampaikan (amanat
Allah) dengan terang. (QS 16:82)
Katakanlah (hai Muhammad): "Sesungguhnya aku
hanya memberi peringatan kepada kamu sekalian dengan wahyu dan tiadalah
orang-orang yang tuli mendengar seruan, apabila mereka diberi
peringatan"(QS 21:45)
(Kami terangkan yang demikian itu) supaya ahli Kitab
mengetahui bahwa mereka tiada mendapat sedikit pun akan karunia Allah (jika
mereka tidak beriman kepada Muhammad), dan bahwasanya karunia itu adalah di
tangan Allah. Dia berikan karunia itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan
Allah mempunyai karunia yang besar.(Qs 57:29)
Apakah (mereka lalai) dan tidak memikirkan bahwa teman
mereka (Muhammad) tidak berpenyakit gila. Dia (Muhammad itu) tidak lain
hanyalah seorang pemberi peringatan lagi pemberi penjelasan.(QS 7:184)
Itulah batas-batas yang
sudah menjadi ketetapan Allah, bahwa bahkan seorang Nabi pun tidak akan sanggup
membuat seseorang menjadi beriman karena semua itu adalah anugerah Allah. Tugas
Nabi Muhammad SAW adalah hanya sekedar menyampaikan amanat Allah berupa
al-Qur’an dengan contoh nyatanya sebagai akhlak Nabi Muhammad SAW yang tersirat
dalam QS 9:128 sebagai akhlak yang terbaik bagi manusia yang disebut al-Insan
al-Kamil (Manusia Sempurna atau Adimanusia).
Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari
kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan
dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang
mukmin. (Qs 9:128)
Sehingga seringkali Nabi
SAW pun dikatakan sebagai penyempurna akhlak manusia yang aslinya mulia.
Manusia tidak memiliki kemampuan untuk menyebabkan seseorang beriman, karena
semua itu adalah hak dan wewenang Allah semata (QS 7:54) sebagai suatu anugerah
dan hidayah bagi manusia yang bersangkutan.
Jadi, sekiranya mereka
tidak mau mendengar, yah itu bukan urusan kita, itu sudah urusan Allah SWT
karena yang menyebabkan seseorang beriman atau tidak kalau kondisinya seperti
yang digambarkan QS 2:6-7 adalah kondisi yang hanya Allah lah yang harus turun
tangan langsung karena orang yang bersangkutan mengenakan “SELENDANG KEBESARAN
ALLAH YAITU KESOMBONGAN”.
Tak perlu ambil pusing
dengan orang semacam itu, kalau diladeni kita malah terjebak dalam ammarah
Ablasa yang ditebarkannya, karena orang yang tersesat adalah bagian dari
instrumen atau peralatan penggoda Iblis dan Setan. Jadi, camkan ini baik-baik
jangan gampang panas hati kalau ada orang yang seperti dikatakan Allah
“Terkunci Mati”.
Jumlahan mendatar
2+3+485=490 menunjukkan konstruksi tatanan alam sebagai matriks 7x7x10, yang
akhirnya diuraikan menjadi 7 baris di halaman 2, 7 baris di halaman 3 dan 19(1+9=10)
baris dihalaman 485. Secara filosofis dan eksak, konstruksi 7x7=49 adalah
konstruksi tatanan 7 langit bumi kesemua arah, jadi dalam hal ini al-Qur’an pun
nampaknya mengikuti pola tatanan konstruksi demikian karena mencakup catatan
harian Allah dalam membangun Alam Semesta dan Manusia sebagai bayangan
kesempurnaan-Nya.
Konstruksi 7x7 dalam
al-Qur’an sebenarnya tersirat sebagai konstruksi Muthaain (Mim Thaa Ain) (QS
81:21) sebagai suatu konstruksi hukum-hukum alam atau sunnatullah yang pasti
terjadi dan harus dipatuhi oleh semua makhluk yang berada didalamnya).
Konsekuensi dari tidak ditaatinya hukum-hukum alam akan menimbulkan kegoncangan
jagat raya atau al-Zalzalah (QS 99, gempa Bumi, 9x9=81 lihat kaitan nomor
surat diatas). Dan kegoncangan itu dapat diatasi jika manusia kembali kepada
Allah yaitu mengikuti apa yang sudah menjadi kisah-kisah Rasul dan Nabi atau
al-Anbiya (QS 21), untuk kembali kepada ridha Allah dengan ikhlas (QS 112) dan
penauhidan kepada-Nya tanpa tipu daya.
Konstruksi 2, 3, 485 merujuk
pada nomor ayat QS 48:23 yaitu sunnatullah yang tetap berlakunya seperti telah
diulas diatas. Sedangkan 85 berkaitan dengan 85 surat non-fawatih yang
menunjukkan format peribadahan Umat Islam dengan ringkasan 5x17=85, atau
tersirat sebagai surat al-Mukmin sebagai surat bernomor 40 dengan jumlah ayat
85.
Jumlahan mendatar dari
halaman ke-2 dan ke-3 adalah 7+7+19=33 yang merupakan ketukan Dzikir dari
kesimpulan akhir yang tercantum didalam al-Qur’an, demikian juga 9+10=19,
dijumlahkan diperoleh 9+10+19=38 sebagai tersingkapnya tabir huruf Shaad yaitu
kalimatullah “Shibghatallaahi”(Qs 1;138, QS 38:1) yang menunjukkan
tersingkapnya tabir Pengetahuan Allah dan realitas bahwa semua makhluk tercelup
dalam semua esensi penampilan Asma dan Sifat Allah yang berupa Pengetahuan-Nya.
Jumlahan 38 sebagai 2x19 juga merujuk kepada surat nomor 27 yaitu surat an-Naml
dimana terdapat 2 kalimat Basmalah yaitu Basmalah pembuka dan Basmalah pada Qs
27:30.
Jumlah total 490+33+38=561
merujuk kepada surat 56:1 yaitu surat al-Waaqiah (96 ayat) yang diterjemahkan
ke dalam bahasa Indonesia menjadi surat Hari Kiamat sebagai produk akhir
resultansi konstruksi jagat raya dengan konstruksi al-Qur’an 7x7 yang dikaji
oleh Dr. Hidayat Nataatmadja.Gambar berikut mengilustrasikan konstruksi
al-Qur’an dengan maktriks 7x7 dengan penerapannya sebagai sistem operasi alam
semesta dan qolbu manusia. Keseimbangan jagat raya khususnya sistem tatasurya
bumi-matahari adalah keseimbangan yang ditunjukkan dalam arah diagonal ke-kanan
dengan pusat keseimbangan pasangan Qs 47 dan 74. Baik alam semesta dan qolbu
manusia satu sama lain saling terkait, bahkan manusialah yang mempengaruhi
keseimbangan global jagat raya. Bila akhlak manusia menjauhi titik keseimbangan
QS 47 dan QS 74 maka jagat raya guncang dan muncul banyak bencana yang mengarah
kepada al-Qiyamah (Qs 75), hanya dengan taubat yang benar maka hal itu bisa
dicegah.
Konstruksi al-Qur’an dengan matriks 7x7
Namun bila manusia mampu kembali ke posisi
keseimbangannya yaitu menuju ke jalur hijau dalam tabel diatas, maka jagat raya
menuju posisi keseimbangan. Demikianlah konstruksi 7x7 al-Qur’an merupakan
konstruksi berpasangan antara qolbu manusia dan keseimbangan jagat raya. Dan
parameter utama tegaknya keseimbangan adalah tegaknya kalimatullah Tauhid
dan shalat 5 waktu sebagai tetapan universal awal mula
(Lihat uraian saya dalam risalah Otentifikasi al-Qur’an yang telah saya
distribusikan sebelumnya). Kunci-kunci keseimbangan jagat raya adalah QS 96:1-5
yaitu Iqra, penyucian jiwa (QS 91:1) dan ampunan dan tobat dengan tahajud (QS
73).
Hari Kiamat sebagai suatu
kepastian takdir adalah hari kiamat yang sebelumnya difirmankan sebagai “yang
pasti terjadi” dalam QS 69:1 yaitu al-Haqqaah sebagai “awal dan akhir” dari
semua makhluk ciptaan Allah yang akan kembali kepada-Nya, dan bagi yang selamat
adalah ia yang memiliki bekal penauhidan kepada-Nya dengan panduan surat
al-Alaq QS 96 ayat 1 sampai 5 dan penyucian jiwa Qs 91:9-10 sehingga ia mampu
meraih nikmat rahmat dan kasih sayang Allah yaitu ampunan, Basmalah, dan
makrifatullah kepada Allah seperti tersirat dalam jumlah ayat surat al-Alaq
yang berjumlah 19.
Konsepsi terpasangnya
al-Qur’an yang menjadi sistem operasi manusia diilustrasikan dalam gambar
diatas dengan suatu hipotesis awal bahwa didalam diri setiap manusia al-Qur’an
sudah di-install Allah sejak awal mula penyaksian (QS 7:172). Dan al-Qur’an
akan aktif secara mandiri setelah manusia mampu menjalankan QS 96, 91 dan 73
dengan keikhlasan QS 112 dengan benar. Berhasil atau tidaknya seseorang untuk
mengimplementasikan QS 96, 91 dan 73 sepenuhnya tergantung kepada
keberhasilannya mendekat kepada Allah agar ridha Allah menyertainya dan iapun
mampu memahami al-Qur’an sesuai dengan apa yang dipilihkan Allah kepadanya,
jadi bukan karena kehendak kita namun kehendak Allah lah yang berlaku mutlak.
Komentar Item ke-5
Item ke-5 berbicara tentang
posisi surat al-Lahab yang berada di halaman 484 dan 485 dengan transisi di
ayat ke-4 surat al-Lahab. Surat al-Lahab sebenarnya menunjukkan karakter
ammarah, atau manusia yang menjadi satanik karena dikuasai nafsu ammarah
(secara historis surat ini dimaksudkan kepada Abu Lahab dan istrinya, lawan
Nabi Muhammad SAW yang keji). Posisinya yang ditempatkan dalam nomor surat 111
dengan 5 ayat di halaman 484 sebenarnya untuk menunjukkan bahwa al-Lahab
sebagai panas api esensi Iblis (dengan kata lain Iblis dan antek-anteknya setan
dari manusia maupun jin) akan dapat dilumpuhkan dengan Trio Surat al-Ikhlas,
al-Falaq, dan an-Naas (trio surat ini tidak lain adalah uraian 3 Ism Agung
Allah, ar-Rahmaan, dan ar-Rahiim yang menjadi basis kalimat Bismillah dan
al-Kursy QS 2:255) yang sebelumnya sudah difirmankan Allah dalam QS 17:111,
yaitu firman Allah,
Dan katakanlah: "Segala puji bagi Allah Yang
tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan Dia
bukan pula hina yang memerlukan penolong dan agungkanlah Dia dengan pengagungan
yang sebesar-besarnya.(QS 17:111)
Dan juga sebagai suatu pelajaran bagi manusia melalui
firman yang tercantum dalam Qs 12:111,
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat
pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Qur'an itu bukanlah cerita
yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan
menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang
beriman.(QS 12:111)
Sehingga untuk kembali
kepada Allah, yang dibutuhkan adalah keikhlasan kita sebagai manusia untuk
kembali kepada Allah dengan berserah diri dan ikhlas, dalam ampunan atau
maghfirah-Nya, dengan tawakkal, dan dengan selalu mengingat Allah (dzikir).
Penempatan ayat ke-5 di
halaman ke-485 sehingga dalam halaman terakhir tersebut terdapat 3 surat yaitu
surat ke-112 (al-Ikhlas, 4 ayat), ke-113 (al-Falaq, 5 ayat), dan ke-114
(an-Naas, 6 ayat) sehingga terdapat 1+4+5+6=16 ayat menunjukkan konstruksi
tatanan kealaman (al-Aalamin) sekaligus konstruksi al-Fatihah yang aktual.
Dengan tambahan 3 Basmalah dari masing-masing surat maka terdapat 16+3=19 baris
yang tidak lain adalah jumlah huruf kalimat Basmalah dan Haulaqah. Jadi, dalam
penguraiannya al-Qur’an dimulai dan diakhiri dengan kalimat Basmalah dan
Haulaqah dengan harapan ridha Allah semata bagi yang memahaminya dan
mengaplikasikannya sebagai sistem operasi al-Insaan al Kamil (manusia sempurna,
lihat gambaran sebelumnya).
Kodefikasi Dzikir dapat
diekstrak kalau kita gunakan pemisahan antara masing-masing nomor surat yaitu
11-2, 11-3, 11-4, terdapat 11x3=33 ketukan dzikir, sedangkan 234 adalah kodefikasi
maghfirah yang merupakan cerminan dari QS 2:2-4, kemudian kalau kita jjerkan
vertikal dipeorleh koefisien 433 yang menjadi penentu jumlah ayat al-Qur’an
Mushaft Utsmani, dan jumlah masing –masing ayat 4, 5, 6 atau 456 adalah kode
nilai al-Jumal kata Tawakkal (Ta, Wau, Kaf, Lam) yang tidak lain adalah lafaz
Allah dalam konfigurasi 4 huruf, 5 huruf, dan 6 huruf. Jumlahan dari 4+5+6=15
adalah Allah dan 5 Asma dan Sifat-Nya (3 Ism Allah, ar-Rahmaan, ar-Rahiim, dan
2 pasang sifat al-Hayyu-alQayyum, al-Iradah-al-Qudrah) yang belum diungkapkan
menjadi proses penciptaan. Dari Basmalah sebagai surat dan ayat ke-1 sampai
akhir surat an-Naas al-Qur’an sebenarnya bercerita tentang catatan harian Allah
dari awal dan akhir yang diawali “dari Allah, dengan Allah , dan akan kembali
kepada Allah”.
Komentar Item ke-6
Jumlah ruku merujuk pada
pengertian angka 18 seperti diuraikan dalam item ke-3. Sedangkan jumlah 558
merujuk pada konfigurasi sepasang segilima saling bercermin (cermin=angka 8,
secara geometris sebenarnya susunannya 5-8-5, namun kalau kita sambungkan
menjadilingkaran menjadi 558 dengan jumlah bilangan 5+5+8=18 yaitu jumlah baris
per halaman al-Qur’an, lihat uraian item sebelumnya), sehingga terbangun bidang
segienam seperti konstruksi sarang tawon atau 16.
Jumlah ruku, nampaknya
ditentukan menurut QS 55:7-9 dimana dalam 55:7-9 tersirat makna “jangan
melampaui apa yang sudah menjadi ketentuan Allah yaitu sunnatullah sebagai
kondisi keseimbangan optimum dalam apapun juga”, sebab bila tidak maka dapat
terjadi ketidak seimbangan yang mengarah pada “pendustaan kepada rahmat Allah”
seperti yang difirmankan dalam QS 55 sebanyak 31 kali.
Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan
neraca (keadilan).
Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu.
Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca
itu. (Qs 55:7-9)
558 adalah titik tengah yang menegaskan bahwa jangan
melampaui batas, maka jumlah ruku pun menjadi sama dengan apa yang tersirat
dalam QS 5:8 sebagai
batas-batas yang harus dipatuhi karena semua aspek
yang berhubungan dengan keseimbangan didalam tatanan alam semesta bersifat
sangat kaku “tanpa kompromi”. Melampaui batas yang ditetapkan maka bencanalah
yang akan datang. Dan dengan suatu sebab khusus, disebutkan-Nya dalam QS
ar-Rahmaan firman yang sama secara berulang sebanyak 31 kali sebagai,
Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu
dustakan? (QS 5:18)
Kenapa Allah menyebutkan
firman diatas sebanyak 31 kali? Jumlah ini berkaitan dengan konstruksi dasar
al-Qur’an yaitu jumlahan dari kalimatullah tauhid 12 dan kalimat Basmalah 19,
12+19=31 jadi tegaknya tauhid adalah prasyarat paling fundamental agar
maghfirah, rahmat dan kasih sayang Allah aktual dirasakan sebagai apa adanya
oleh semua makhluk bahwa apa yang ada pada dirinya adalah tak lebih dari
limpahan rahmat dan kasih sayang Allah, maka sewajarnya bahwa semua makhluk
menauhidkan-Nya.
Makhluk itu tak lain adalah
makhluk yang diciptakan sebagai bayangan
kesempurnaan-Nya yaitu al-Insaan atau manusia. Maka tidak
heran kalau 31 teguran dalam surat ar-Rahmaan menjadi jumlah ayat dari surat
al-Insaan sebagai surat bernomor 76 untuk mengingatkan kepada semua manusia
bahwa semua itu adalah limpahan rahmat dan kasih sayang Allah semata. Dengan
demikian, 31 ancaman Allah yang aktual dalam QS ar-Rahmaan yang terjadi pada
suatu kaum adalah suatu ancaman yang serius bahwa makhluk atau kaum tersebut
sudah benar-benar melewati neraca keseimbangan yang tersirat dalam QS 55:7-9.
Jadi jumlah ruku yang tercantum sejumlah 558 didalam al-Qur’an adalah suatu
jeda bagi makhluk untuk selalu mengingat Allah.
Komentar Item ke-7
Basmalah bukan merupakan
suatu ayat (tetapi tetap ia adalah firman Allah, lihat QS 27:30), namun
merupakan payung pembuka yang menaungi semua surat kecuali surat at-Tawbah.
Tidak adanya Basmalah didalam surat at-Tawbah menunjukkan bahwa surat at-Tawbah
menyimbolkan suatu surat untuk kembali kepada Allah. Angka 9 sebagai nomor
surat at-Tawbah menunjukkan batas pengetahuan manusia yaitu angka 9, maka setelah
sembilan ia harus kembali kepada Allah. Demikian juga at-Tawbah menunjukkan
bahwa pada saat pertama kali penciptaan makhluk, yang dihamparkan oleh Allah
pertama kali antara Diri-Nya dan cermin ciptaan-Nya adalah hamparan ampunan dan
tobat sebagai suatu hidayah terbesar bagi manusia. Jadi, bukan seperti Iblis
yang menginginkan kekekalan atau ditangguhkan, manusia diberi ampunan dan tobat
agar selalu minta ampun kepada Allah, beristighfar untuk kembali kepada-Nya dan
dilimpahi rahmat dan kasih sayang-Nya.
Kompensasi dari tidak
adanya Basmalah di salam surat At-Tawbah adalah adanya 2 Basmalah di surat
an-Naml yaitu surat no 27 dimana dalam QS 27:30 difirmankan juga Basmalah
kepada Nabi Sulaiman a.s. Ada kemungkinan juga bahwa Basmalah juga merupakan 2
firman maka terdapat konstruksi 2x5x2; 4x5 atau 22x5=110 yaitu jumlah ayat
al-Kahfi atau surat ke-18, atau 297 sebagai kiasan 2 ayat terlipat sehingga 9
ayat menjadi 7 ayat, dengan demikian ayat ke-4 menjadi ayat urutan ke-3 sebagai
titik tengah atau 297=300-3.
Dengan demikian, konstruksi
al-Qur’an menunjukkan suatu bukti yang nyata karena 297 adalah jumlah kumulatif
70 tatanan orbital namun dalam kodefikasi bilangan prima ditambah angka 3 dari
3 Ism Agung. Jadi orbital ke-51 misalnya harus diuraikan menjadi bilangan
prima. 51 akan berakhir dengan 5+1=6, 6 diuraikan menjadi 2x3=2+3=5 dan
1x6=1+6=7, jumlahannya adalah 5+7=12=1+2=3, jadi 51 mempunyai bilangan prima 3.
Dengan cara demikian, maka jumlahan bilangan prima secara akumulatif dari 70
orbital alam (lihat uraian item 1) akan diperoleh angka 294, kemudian
ditambahkan 3 bilangan dasar yaitu 3 Ism Agung yang membangun Basmalah, menjadi
294+3=297. Selain itu, pemisahan 29 7 menunjukkan konfigurasi 29 surat dengan
huruf fawatih misalnya Alif Laam Mim yang mengisahkan bagaimana Allah
menciptakan alam semesta beserta semua isinya bagaikan untaian permata
al-Qur’an.
Penelitian KH Fahmi Basya
dalam bukunya “Matematika Islam” terbitan Republika tahun 2005 menunjukkan
bahwa susunan penomoran surat fawatih mengikuti suatu aturan yang sistematis
dengan kaidah angka 19 (jumlah huruf Basmalah) dan kaidah nilai al-Jumal huruf
“Nun” (50) sebagai sumber semua pengetahuan Allah. Kaidah ini sebenarnya kaidah
firman Thaa Sin yang mempunyai nilai al-Jumal 69=19+50 yang aktual menjadi
surat al-Haqqah (QS 69) sebagai suatu ketentuan yang pasti terjadi (juga
merupakan nilai al-Jumal Alif Lam Lam Ha, lafaz Allah dengan 4 huruf). Jadi,
penyingkapan tabir huruf-huruf fawatih akan menyingkap konsepsi penciptaan
segala sesuatu yang tak lain dimulai dengan kalimatullah tauhid (angka 12)
yaitu “Laa Ilaahaa Illaa Allah” dengan dihamparkannya ikhlas Allah pertama kali
sebagai QS 112, dan aktualnya sunnatullah (QS 48:23), sampai akhirnya terurai
menjadi 6236 ayat al-Qur’an sebagai pedoman bagi semua manusia dan jin untuk
kembali kepada Allah dengan ridha-Nya sebagai golongan yang diberi nikmat
(karena menauhidkan-Nya dan mengikuti Muhammad sebagai Utusan Allah).
Komentar Item ke-8
Komentar 8 merupakan maksud dari risalah otentifikasi
al-Qur’an ini, yaitu membuktikan bahwa Mushaf Utsmani dengan kodefikasi basis
19 dengan jumlah ayat 6236, dan dengan 112 Basmalah menjadi 6348 adalah eksak
dan tidak mungkin diubah karena mengubah jumlah ayat al-Qur’an sama saja
artinya dengan mengubah salah satu angka dari 12 tetapan awal mula yang telah
saya jabarkan panjang lebar di risalah sebelumnya.
Bagaimanakah kalau kita
ubah shalat wajib 5 waktu dengan 6 waktu atau 4 waktu supaya jumlah ayatnya
berbeda? Tentunya ini suatu kebatilan yang nyata dari kebodohan Iblis yangnyata
juga, dan harus ditolak oleh Umat Islam. Mengabaikan hal ini berlarut-larut
sehingga Umat Islam kebingungan dengan kesahihan al-Qur’an-nya jelas-jelas
melanggar apa yang sudah dinyatakan oleh Allah sendiri dalam QS 48:23 sebagai
suatu sunnatullah yang tetap. QS 48:23 adalah firman Allah nan suci, maka siapa
yang menolak kenyataan demikian harus ditepis kecuali bisa membuktikan bahwa
sunnatullah yang disebutkan dalam QS 48:23 bukan firman Allah, yang berarti
sama saja dengan mengatakan bahwa kecepatan cahaya bukan 300.000 km per detik
(angka pembulatan), dan tetapan Planck bukan 6,626176x10-34 Joule per detik.
Kalau benar demikian, maka AGAMA ISLAM RUNTUH DAN ILMU PENGETAHUAN MANUSIA YANG
SUDAH DIKEMBANGKAN BERABAD-ABAD TIDAK BERLAKU. Demikianlah, apa yang
dikonstruksikan dalam mushaf Utsmani saya simpulkan sebagai “MUSHAF NABI
MUHAMMAD SAW YANG ASLI” dan apa yang diwahyukan adalah Wahyu Ilahi yang
mencakup masa lampau, masa kini, dan masa depan (awal dan akhir), yang menolak
kenyataan demikian bisa dikatakan batil dan ngawur yang juga sudah disebutkan
di dalam al-Qur’an misalnya dalam QS 54:3.
Komentar Item ke-9
Dengan demikian diperoleh
konfigurasi 27 (halaman 2, 7 ayat) dan 34 (halaman 3, 4 ayat) kedua penomoran
tersebut mempunyai makna khusus yang menunjukkan jumlah kata yang bermakna
sujud di dalam al-Qur’an yaitu berjumlah 34 sebagai manifestasi akidah Islam
untuk selalu kembali kepada Allah, sedangkan angka 27 berkaitan dengan
pengertian surat ke-9 sebagai At-Tawbah (2+7=9) dan surat an-Naml nomor 27 yang
mempunyai 2 Basmalah.
Jadi surat 9 maupun 27
sebenarnya saling berpasangan, kenapa demikian? Hal ini dikarenakan awal firman
dari surat ke-27 yang dimulai dengan ThaaSin sebagai kalimatullah aktualnya
penampakkan 7 Asma dan Sifat Allah ke alam nyata sebagai suatu kepastian dan
sunnatullah atau ketetapannya sebagai “yang pasti terjadi” yaitu al-Haqqaah (QS
69:1). Jadi apapun yang sudah terjadi akan terjadi sesuai dengan ketentuan atau
sunnatullah Allah yang telah ditentukan sejak awal mula (QS 48:23). Allah
seolah berkata ketika ingin memperkenalkan Diri-Nya,
“Kuhamparkan ikhlas-Ku
dengan menghamparkan permadani ampunan
dan tobat (maghfirah) untuk jalan kembali kepada-Ku.
Maka kembalilah
kepada-Ku dengan ikhlas dan ridha-Ku.”
Setelah itu sunnatulah
Allah aktual dengan firman ThaaSin (Qs 27) yaitu sebagai al-Haqqaah “yang pasti
terjadi”, maka segala sesuatunya Dia ciptakan dengan lingkupan Basmalah,
ampunan dan tobat, dan yang berhasil kembali kepada-Nya adalah yang memasuki
permadani ampunan (Shiraat al-Mustaqiim) dengan penauhidan dan mengikuti jalan
Nabi Muhammad SAW sebagai jalan orang-orang yang diberi nikmat.
Dengan uraian atas
konstruksi asli dari Mushaft Utsmani diatas, nampaknya ada baiknya kalau
al-Qur’an terjemahan yang sekarang ada di Indonesia mengikuti konsep konstruksi
al-Qur’an yang asli karena mencakup berbagai aspek yang sangat filosofis dan
konseptual tentang Allah, Alam Semesta dan Manusia dari al-Qur’an sebagai Kitab
Suci Umat Islam yang shahih dan kebenarannya dari hari ke hari makin nyata.
Segala puja dan puji hanya patut dipersembahkan kepada
Allah semata, Tuhan Semesta Alam.
Jakarta, 7-4-2007
Revisi ke-2, 26-4-2005
Atmonadi
Komukasi personal by e-mail : atmoon.geo@yahoo.com
Pendiri situs myQuran.com, penulis risalah online
(e-book) “Kun fa Yakuun : mengenal Diri, mengenal Ilahi” (free download release
1 : http://www.myquran.org/doc/kunfayakuun atau http://kunfayakuun.getwo.com )
Referensi :
1. Al Qur’an Terjemahan Departemen Agama, 1984
2. Al Qur’an Terjemah Indonesia, PT Sari Agung,
Cetakan ke-13, 1999
3. HB Yassin, “Al Qur’an Bacaan Mulia”, Yalco Jaya,
Cetakan ke-4, 2002
4. Atmonadi, “Kun Fa Yakuun : Mengenal Diri, Mengenal
Ilahi”, e-Book
release 4, 2004-2005, free down load (r-1),
http://www.myquran.org/doc/kunfayakuun
5. _______, “Prima Kausa”, release 1, 2005
6. _______, “Matematika Tauhid (Draft)”, 2005
7. _______, “Catatan Harian Rabbul Aalamin :
Kronik-kronik Penciptaan
(Draft)”, 2005
8. _______, “ar-Rahmaan Yang Mengajarkan al-Qur’an :
Dibalik huruf-huruf
rahasia 29 surat fawatih, 2005
9. _______ , “Alif Sampai Ya”, release 1 (distribusi
kalangan terbatas)
10. ________, “Kontinuum Kesadaran Diri-Ruang-Waktu”,
(draft) 2005
11. ________,”Superunifikasi Akbar : Alif Ba Dal –
Alif Laam Laam Ha”, 2005
(distribusi kalangan terbatas)
12. Dr. Hidayat Nataatmadja, “Intelijensi Spiritual”,
Perenial Press, 2001
13. Arifin Mufti, “Matematika Alam Semesta”, Kiblat,
2004
14. KH Fahmi basya, “Matematika Islam”, Republika,
2005
15. M. Quraish Shihab, “Mukjizat Al-Qur’an”, Mizan,
1996
16. _______________, “Tafsir al Mishbah jilid 11”,
2004
17. Taufik Adnan Amal, “Rekonstruksi Sejarah
Al-Qur’an”, February 2005
Tidak ada komentar:
Posting Komentar