Selasa, 29 April 2014

Kalimat Basmalah, Tetapan Universal Awal Mula, dan Formulasi Matematis Otentifikasi Al Qur’an




Hak Penciptaaan Hanya Milik Allah semata “
Distribusikan secara bebas untuk kepentingan Umat Islam
2005-2057 adalah era tegaknya Cahaya Pemurnian Tauhid
Kalimah Basmalah terdiri dari 19 huruf yang nyata. Dari 19 huruf yang nyata tersebut, terdapat susunan 4 kelompok kalimat dan kata yaitu “Bism” (3 huruf), “Allah” (4 huruf), “ar-Rahmaan” (6 huruf), dan “ar-Rahiim” (6 huruf). Sehingga diperoleh jumlah huruf dari ke-4 kalimat dan kata yang membangun kalimah Basmalah menjadi 19 huruf.
Didalam al-Qur’an jumlah dari 4 kata yang membangun kalimat “Basmalah” yaitu “Bism”, “Allah”, “ar-Rahmaan”, dan “ar-Rahiim” ditemukan dengan suatu jumlah yang mengikuti suatu komposisi perkalian dimana bilangan 19 menjadi faktor pengali yang tetap. Jadi secara umum berlaku nx19. Hubungan yang berlaku atas fakta-fakta demikian adalah (Lihat M. Quraish Shihab, “Membumikan al-Qur’an”, Mizan, 1998) :

Bism” : 1x19=19 kali, jadi kata “Bism” ditemukan sebanyak 19 kali didalam al-Qur’an pada beberapa surat.

Allah” : 142x19=2698 kali

ar-Rahmaan” : 3x19=57 kali

ar-Rahiim” : 6x19 = 114 kali

Jumlah kata “ar-Rahiim” ditemukan sebanyak 114 kali yaitu sejumlah surat al-Qur’an. Sebenarnya terdapat 1 kalimat “ar-Rahiim” yang menjadi kata ke-115 namun kata ini tidak merujuk kepada penyifatan Allah namun kepada sifat-sifat Nabi Muhammad SAW yaitu pada QS 9:128.
Dengan fakta demikian, para ahli Ijaz Adadi sepakat bahwa angka 19 menjadi basis dasar bilangan yang menentukan kodefikasi penyusunan al-Qur’an. Hal ini menjadi sangat penting karena dengan adanya fakta demikian maka kodefikasi al-Qur’an sebenarnya sangat akurat dan eksak mengikuti suatu sistematisasi yang sebenarnya menggambarkan makna yang sangat luas bahwa al-Qur’an adalah rahasia semesta alam yang tersirat dalam QS,

Tidaklah mungkin Al Qur'an ini dibuat oleh selain Allah; akan tetapi (Al Qur'an itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta alam.(QS 10:37)

Jika mereka yang kamu seru itu tidak menerima seruanmu (ajakanmu) itu maka (katakanlah olehmu): "Ketahuilah, sesungguhnya Al Qur'an itu diturunkan dengan ilmu Allah dan bahwasanya tidak ada Tuhan selain Dia, maka maukah kamu berserah diri (kepada Allah)?"(QS 11:14)
Dua frase kalimat yang penting yang menjadi salah satu kunci pemahaman dalam 2 ayat diatas adalah “(Al Qur'an itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta alam.” Yang menegaskan kalimat sebelumnya bahwa Al’Qur’an adalah firman Tuhan sehingga apa yang ada didalamnya merupakan suatu keputusan Allah SWT yang telah ditentukan sebelum semua makhluk diciptakan-Nya, semua kitab suci Wahyu yang pernah diturunkan adalah al-Qur’an sebagai satu-satunya Ummul Kitab, dan mengandung suatu ketetapan dan kepastian yang tidak akan mungkin untuk diubah sampai akhir zaman seperti tersirat dalam QS 48:23 yang menjadi basis kajian otentifikasi al-Qur’an Musaf Utsmani ini.
Dalam frase “maukah kamu berserah diri (kepada Allah)?”, Allah sebenarnya memberikan kisi-kisi bagaimana cara untuk memahami al-Qur’an yaitu dengan berserah diri dan tentunya berendah hati dengan instrumen yang diberikan kepada al-Insaan yaitu akal pikiran dengan “Iqra” (QS 96:1-5) yang benar dan Penyucian Jiwa (QS 91:9). Dalam arti yang luas, kedua aspek penting dari pendekatan untuk memahami al-Qur’an tersebut tidak lain menjadi akhlak dan perilaku yang ditunjukkan oleh Nabi Muhammad SAW dengan utuh dan benar (jadi bukan sekedar berbaju atau berteriak mengatasnamakan Islam namun akhlak dan perilakunya jauh dari akhlak Rasulullah SAW yang berendah hati di hadapan Allah sehingga iapun menjadi hamba dan Kekasih-Nya. Simak juga maksud ayat QS 9:128-129).

1. Otentifikasi al-Qur’an

19 huruf Basmalah akhirnya menjadi kunci untuk kodefikasi al-Qur’an seperti banyak ditelaah oleh para ahli tafsir. Bilangan 19 sendiri kalau kita jumlahkan sebenarnya memiliki angka 10 sebagai suatu bayangan. Jadi, makhluk sebagai bayangan Allah adalah bayangan dari kalimah Basmalah yang memanifestasikan keinginan Allah untuk dikenal dengan naungan rahmat dan kasih sayang-Nya yang tidak berkesudahan.
Dalam kalimat Basmalah, firman-firman Allah kemudian terurai menjadi 6236 ayat sedangkan kalau kita tambahkan dengan firman Basmalah yang berjumlah 112 diperoleh 6348. Untuk jumlah ayat ternyata ada 2 versi yaitu 6234 ayat yang akhirnya menjadi 6346 yang memenuhi kelipatan 19x334 dan 6236 yang akhirnya menjadi 6348.
Beberapa versi jumlah ayat al-Qur’an lainnya muncul seperti dikutip oleh buku “Almanak Alam Islam” terbitan Pustaka Jaya , tahun 2000 yaitu versi 6240 ayat, 6353 ayat dengan 113 Basmalah. Selain itu dari pusat-pusat penyiaran Agama Islam muncul juga jumlah ayat al-Qur’an yang berbeda-beda misalnya : pembaca Kufah meyakini ada 6239 ayat, Basrah 6204, Syria 6225 ayat, Mekkah 6219 ayat, Madinah 6211 ayat, dan menurut Ibnu Abbas 6.616 ayat. Meskipun perbedaan ini muncul karena berbagai penafsiran dari titik tolak yang berbeda, namun tak urung memang membingungkan. Bahkan dalam penafsiran yang ekstrim, misalnya pandangan Mohammad Arkoun untuk mendekonstruksi Mushaf Utsmani setidaknya muncul bukan sekedar karena pengaruh hermetika teologis namun karena banyaknya versi al-Qur’an yang muncul. Saat ini jumlah ayat dalam mushaf Utsmani adalah 6236 dengan 112 basmalah menjadi 6348.

Untuk membuktikannya memang diperlukan suatu metode cek paritas untuk menguji integritas kodefikasi al-Qur’an. Beberapa penelitian (Arifin Muftie, “Matematika Alam Semesta”, penerbit Kiblat, Mei 2004; KH Fahmi Basya, “Matematika Islam”, Penerbit Republika Cetakan ke-3 2005) membuktikan keshahihan al-Qur’an Mushaf Utsmani karena pada beberapa aspek perubahan yang kecil akan menyebabkan berubahnya struktur al-Qur’an secara menyeluruh, bahkan konsepsi alam semesta pun berubah.
Namun, sejauh ini pembuktian kodefikasi itu masih bersifat parsial dan kurang menyeluruh selain kurang terintegrasi, demikian juga apa dampaknya bila berubah tidak dipahami dengan persis. Hasilnya memang dapat dilakukan beberapa pendekatan dengan beberapa metode seperti diungkapkan oleh Arifin Muftie “Matematika Alam Semesta” maupun KH Fahmi Basya dalam bukunya “Matematika Islam”.
Adakah satu cara yang lebih utuh dan terintegrasi untuk melakukan cek paritas jumlah ayat al-Qur’an dan konstruksinya bahwa Mushaf Utsmani adalah Mushaf Nabi Muhammad SAW, termasuk konsekuensi logis sekiranya struktur al-Qur’an berubah atau dipaksa untuk dimodifikasi? Saya mengatakannya ada, dan itu tersirat di ayat-ayat al-Qur’an dengan eksak.

2. Konsep Penciptaan Dalam Al Qur’an : Rahasia 29 Surat Fawatih

Konsep awal mula penciptaan menurut pandangan al-Qur’an dapat diringkas sebagai berikut :
"ketika Allah (sebagai angka 1) hendak memperkenalkan diri-Nya, maka Dia ciptakan cermin (angka 8). Makhluk adalah bayangan kesempurnaan-Nya (angka 10) yang nampak didalam cermin. Diantara diri-Nya dan cermin serta bayangan-Nya, terhampar permadani maghfirah sebagai ampunan dan tobat (angka 9) yang dihamparkan Allah dengan ikhlas (Qs 112) sebagai penauhidan makhluk pada-Nya (12) untuk kembali kepada-Nya (91:9) dengan ridha-Nya (19 huruf kalimat Basmalah).”

Jalan kembali itu sangat luas dan lurus, karena ia merupakan jalan kembali dengan berserah diri, maka kodefikasi 91 adalah petunjuk jalan kembali, dan penyucian jiwa (QS 91) untuk mencapai kesempurnaan yaitu tersingkapnya jalan yang luas atau yang dimaksudkan sebagai Shiraatal-Mustaqiim. Shirataal-Mustaqim terbangun dari 19 huruf basmalah yang lahiriah, dan 3 huruf tersembunyi yang menyempurnakan bahwa awal dan akhir segala sesuatu adalah penauhidan kepada-Nya (QS 57:3). Maka jalan kembali itu, Shirataal-Mustaqiim itu adalah jalan tauhid, dengan petunjuk dari orang yang diberi nikmat yaitu Nabi Muhammad SAW sebagai Utusan Allah, yang mampu menginternalisasikan sifat-sifat Ar-Rahmaan dan ar-Rahiim dengan utuh QS 9:128. Bagi umat manusia, petunjuk jalan kembali itu aktual dari 19 huruf Basmalah, itulah yang kemudian menjadi 6236 ayat al-Qur'an. Jadi, secara langsung Al Qur’an lah yang dimaksudkan dengan Shirathaal Mustaqim itu namun dengan catatan bahwa manusia mampu mengimplementasikan nilai-nilainya didalam dirinya dengan mengikuti petunjuk atau washilah Rasulullah Nabi Muhammad SAW. Makhluk yang diciptakan sebagai bayangan di dalam cermin adalah bayangan kesempurnaan Allah. Karena jalan kembali sebagai Shirathaal Mustaqiim (QS 1:6) adalah Tauhid dengan panduan yang mendapatkan rahmat Allah atau Muhammad Utusan Allah (Qs 1:7), maka bayangan yang sempurna didalam cermin adalah kebalikan dari tauhid atau angka 10 atau 1+9=9+1=10 yaitu huruf Ya.
Dari sisi makhluk, penauhidan kepada Allah yang Esa terletak diantara permadani maghfirah Allah yang terhampar dengan ampunan dan tobat dengan cermin yang pertama kali diciptakan-Nya, maka berlaku urutan proses 9 12 8 yang menjadi QS 9:128.

Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.(Qs 9:128)

Jadi, syarat fundamental bagi yang memasuki jalan yang lurus adalah manusia yang menauhidkan Tuhan sebagai Allah, Dialah Tuhan Yang Maha Esa, yang kemudian menjadi QS 112:1-4. Dan untuk kembali kepada-Nya, maka makhluk yang berhasil adalah yang berhasil melaksanakan mi'raj sebagai 17 rakaat shalat dari jumlahan Thaa dan Ha menjadi kalimatullah ThaHaa QS 20:1. Semua itu adalah petunjuk yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW sebagai rasul bagi orang-orang yang mukmin.
Tersingkapnya kegaiban mutlak Allah, sebagai Tuhan Yang Maha Esa, adalah tersingkapnya tabir Ghain yang menyemburatkan kehendak-Nya untuk menciptakan dengan menampilkan Cahaya Kemuliaan-Nya sebagai Cahaya Diatas Cahaya (QS 24:35), maka Allah adalah ar-Rabb sebagai Rabbul Aalamin.
Tampilnya cahaya adalah tampilnya 2 pasang sifat dan 3 Ism Agung, namun segala sesuatunya diawali dengan cahaya yang ghaib maka tampilan Asma dan Sifat pertama kali tersembunyi dalam kegaiban 2 pasang sifat kesempurnaan dan 5 Asma dan Sifat.
Untuk menyingkap kegaiban Allah dan Asma dan Sifat-Nya, maka Allah harus menetapkan suatu konsepsi penciptaan dimana makhluk akan diciptakan dengan suatu kondisi yang tetap sebagai suatu sunnatullah QS 48:23, terukur (QS 54:49, 15:21), dalam kondisi awal keseimbangan (Qs 67:3), mempunyai ruang-waktunya sendiri (QS 17:12), dan sadar akan dirinya sebagai makhluk yang mempunyai keterbatasan atas waktu (QS 103), dan pertamakali menyaksikan Diri-Nya dengan tauhid (QS 7:172).
Kemudian ketetapan lain yang penting adalah bahwa Dia menciptakan sesuai dengan apa dengan yang dikehendaki-Nya (QS 28:68). Maka bagi makhluk yang mengenal dirinya, ia akan mengenal siapakah Tuhannya (man arofa nafsahu, faqod arofa robbahu). Dan siapapun yang akan memperhatikan bagaimana ia diciptakan akan menyadari pertemuan kembali dengan Penciptanya (QS 30:8).
al-Aalamin (QS 1;2) yang diciptakan-Nya adalah al-Aalamin yang menjadi cermin kesempurnaan-Nya, namun hanya makhluk sempurna yang berakal pikiran yang mampu menampung pengetahuan-Nya lah yang akan menyingkapkan siapakah Dia. Itulah makhluk yang tercelup dalam kekuasaan Ilmunya yang tak berbatas, dialah yang merasakan kekuasaan-Nya sebagai Shibghaatalllahi (QS 2:138).
Bila makhluk terjerat di dalam Laam sebagai alam semesta yang menabiri, maka Ghairi dari penyingkapan kegaiban-Nya menjadi “Ghairil” (Qs 1:7, setelah “Ghairil..” sering dikatakan juga menjadi ayat ke-8 dari al-Fatihah). Makhluk pun tertabiri oleh semua aspek kebendaan yang menyelimuti dirinya. Makna makhluk pun menjadi yang dimurkai dan tersesat (QS 1:7).
Hanya ampunan dan tobat Allah sebagai hidayah yang dapat membebaskan makhluk dari penjara Laam sebagai alam materi, yaitu yang diciptakan sebagai penampilan kesempurnaan-Nya yang tercerap alam inderawi. Itulah makhluk pertama yang menjadi awal dan akhir kehendak Allah untuk menciptakan. Siapakah dia?
Esensinya dinamakan sebagai Dal sebagai kesempurnaan azali, dan bayangan kesempurnaannya di dalam cermin adalah Mim. Dengan demikian, Mim berada dalam Laam baik secara individual sebagai eksistensi semua makhluk maupun secara global sebagai al-Aalamin. Dan unifikasi Mim - Dal menjadi bayangan kesempurnaan-Nya yang memberikan rahmat bagi seluruh alam. Ketika Hha sebagai 5 Asma dan Sifat-Nya tercetuskan di alam gaib, maka Hha menjadi nyata sebagai tersingkapnya Asma-Nya sebagai ar-Rahmaan dari titik dibawah Baa dari Allah sebagai Dzat Yang Esa dan al-Ghaibi.
ar-Rahmaan tampil sebagai bentuk sepasang bintang lima yang saling berhadapan ketika cermin Ha wujud, keduanya membangun enam titik temu menjadi bentuk hexagonal, segienam, atau penampang sarang tawon. Dari sepasang segi lima berhadapan tersebut, Allah memfirmankan QS 2:255 dan QS 55 sebagai ar-Rahmaan yang memberikan rahmat dan kasih sayang dan wujud sebagai dia yang disebutkan-Nya sebagai Rahmatan Lil Aalamin (QS 21:107).

Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.

Tampilnya 5 titik temu menjadi segi lima ar-Rahmaan terbangun dari 7 ruas dari pertemuan 3 Asma dan Sifat. Tiga (3) titik temu terbangun dari masing-masing ruas yang membangun ar-Rahmaan, maka darinya penauhidan makhluk adalah penauhidan awal dan akhir, lahir dan batin , dan yang meliputi segala sesuatu yaitu QS 57:3.
Dari sepasang segilima yang membangun segi enam penampang sarang tawon, maka konsepsi penciptaan ditentukan bahwa hexagonal itu terbangun dari 7 Asma dan sifat dengan 3 titik temu dalam keadaan keseimbangan yang tidak habis bagi sebagai tampilnya As-Shamadiyah Dzat Allah (QS 112:2). Oleh karena itu QS 67:3 difirmankan sebagai prinsip penciptaan makhluk yang diciptakan dalam keadaan seimbang, dengan potensi baik dan buruk yang sama (QS 91:7-8).
Ketika huruf Hha membangun tampilan ar-Rahmaan maka ar-Rahiim nyata sebagai sifat yang melekat dan kekuasaan yang dimiliki Allah sebagai ar-Rahmaan, maka Allah memperkenalkan dirinya sebagai Dia adalah ar-Rahmaan (Qs 17:110) dan memiliki sifat ar-Rahiim yang menyiratkan kekuasaan-Nya atas segala eksistensi makhluk. Semua makhluk hanya tegak karena kekuasaan Allah sebagai ar-Rahmaan yang memiliki sifat ar-Rahiim. Bayangan yang tampil didalam cermin adalah ar-Rahmaan dan ar-Rahiim sebagai Rahmatan Lil Aalamin yang aktual setelah semburatnya Nun dan Raa menjadi Nur yang disingkapkan ketika Allah menyatakan diri-Nya sebagai Ar-Rabb Al-Aalamin. Makhluk yang wujud kemudian disebutkan-Nya sebagai Rahmatan Lil aalamin yang tidak lain adalah Cahaya sebagai Nur Muhammad yang menjadi esensi makhluk pertama.
Dengan aktualnya ar-Raab sebagai Rabbul Aalamin, terjadi proses yang nyaris mandiri dimana-mana, jadi pengertian yang menyangkut ruang-waktu saat itu, dialam yang gaib awal mula, tak bisa digambarkan sebagai suatu proses, karena semuanya mandiri terjadi serentak layaknya kita menumpahkan sekardus jigsaw puzzle diatas lantai.
Dengan aktualnya Nur Muhammad, maka bayangan Hha mandiri tercipta didalam cermin sebagai Nun. Lantas, ar-Rahmaan ar-Rahim aktual sebagai Rahmaatan Lil Aalamin yang menaungi huruf Mim yang tampil lebih nyata karena Nur awal mula sudah aktual sebagai Nur Muhammad.
Nur Awal Mula adalah hakikat Nur dari Allah sebagai ar-Raab, yaitu tersingkapnya tabir al-Ghaibi dari esensi Dzat Allah yang aktual. Firman Ghairi tanpa akhiran Laam (l) adalah Ra yang tersingkap yang menyingkap Ba dan titik dibawahnya sebagai Esensi Ilahiyah yaitu kekuasaan Allah sebagai ar-Rahmaan. Ketika Hha wujud, maka Mim yang dinaungi Rahmaatan Lil Aalamin adalah Hha-Mim (Qs 40:1) sebagai kesempurnaan unifikasi awal mula Alif-Dal yang tertabiri huruf Ghain atau al-Ghaibu Allah. Jadi firman QS 40:1 adalah firman Hha-Mim awal mula yang menjadi al-Mukmin. Dengan demikian Dal – Mim, yang dilihat dari sisi makhluk di dalam cermin menjadi Mim – Dal, mempunyai sisipan Hha Mim menjadi lafaz yang utuh sebagai Muhammad yang lahiriah sebagai nabi dan rasul terakhir, ialah makhluk yang pertama kali diciptakan dengan kesempurnaan-Nya. Didalam cermin yaitu huruf Ha (8) terjadi unifikasi antara Allah-Muhammad sebagai Alif – Mim yang akhirnya akan menegakkan semua eksistensi makhluk. Laam tanpa Mim tidak bisa eksis, Mim tanpa Alif tidak akan berdiri, Alif sendirian maka Dia sebagai al-Huwa menjadi Dzat Yang Ahad, Ash-Shamad, dan Ghaib Mutlak.
Saat yang sama, ketika Nur aktual maka angka 9 sebagai permadani maghfirah menampilkan bayangannya didalam cermin sebagai angka 6 atau huruf Wau. Wau seperti cahaya yang muncul sebagai garis melengkung sesaat yang kemudian membesar menjadi benderang dan menjadi huruf Sin. Maka dari kondisi diam kemudian bergerak, maka firman Allah kemudian menyatakan Thaa Sin (QS 27:1): yaitu gerakan 69 sebagai aktualnya energi awal mula seperti gerakan cakram galaksi Bimasakti.
Thaa Sin sebagai gerak awal mula munculnya eksistensi makhluk awal mula yang nyata tidak lain adalah firman al-Haqqah (QS 69:1) sebagai "yang pasti terjadi” karena sebelumnya kehendak Allah sudah dinyatakan dialam gaib sebagai "Sin Nun dan Ta" yang menjadi sunnatullah yang tetap QS 48:23.
Ta sebenarnya muncul dari aktualnya huruf Dal dengan multiplikasi dari tersingkapnya satu tabir ghain menjadi Qaaf (Qs 50). Jadi ketika Allah sebagai Yang Maha Gaib (al-Ghaibi) berkeinginan untuk memperkenalkan diri, Dia tertabiri oleh 3 tabir yaitu diri-Nya sebagai Allah, Dzat Yang Maha Esa dan Ghaib Mutlak, dan 2 atribut-Nya yaitu Asma dan Sifat.
Satu tabir tersingkap adalah tabir Sifat yang mengaktualkan Dal sebagai kesempurnaan yang menyingkapkan Ahadiyyah dan Shamadiyyah, ketunggalan dan keunikannya, dan ketidak terserupakannya (QS 112:1-4). Tabir kedua adalah tabir Asma yaitu ketika Dia sebagai Allah mengatakan dirinya sebagai ar-Rahmaan (QS 17:110). Tabir ketiga adalah diri-Nya sebagai Allah. Jadi Qaaf (Qs 50) aktual ketika tabir sifat terbuka menjadi "Qaaf" dan "Laam" yang berakhir dengan "Qul" atau "katakan", yang akhirnya menjadi firman QS 112 untuk menampilkan Ahadiyyah dan Shamadiyyah Dzat-Nya Yang Maha Esa dan menjadi tempat bergantung bagi semua makhluk. Maka dari sinilah semua eksistensi makhluk tak lain dari 19 huruf yang menjadi padanan Basmalah yaitu kalimat Haulaqah :
Laa Hawla walla quwwata illa billah”
Setelah Thaasin mengaktualkan al-Haqqah sebagai sunnatullah yang pasti terjadi, Laam yang tersirat sebagai Qaaf dan Laam dalam firman "Qul" dan juga menjadi akhir dari "Laam" dari firman ke-8 al-Fatihah "Ghairil" sebagai tersingkapnya tabir kegaiban menjadi Laam menunjukkan wujud aktual sebagai kesempurnaan makhluk yang diciptakan Allah menjadi "Alif Laam Mim" dalam QS al-Ankabut (QS 29:1) dan menjadi al-Aalamin (QS 1:2).
Saat itu sebenarnya firman Allah mempertemukan Alif Laam dengan Ra menjadi Alif Laam Ra (QS 10:1) yang wujud diantara hamparan Taubat dan bayangan Allah sebagai huruf Ya. Jadi, bayangan yang tercipta sebagai makhluk hanya dapat meraih taubat yang benar jika ia menerima cahaya langsung dari Allah yang tak lain adalah frase terakhir dari surat An-Nuur ayat ke-35 dan dengan kalimat Haulaqah.

Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.(Qs 24:35)”

Setelah itu terjadi pertemuan yang difirmankan sebagai Alif Laam Mim Ra (QS 13:1) sebagai bertemunya semua makhluk baik sebagai Mim yang menjadi bayangan kesempurnaan maupun Laam sebagai al-Aalamin. Hal ini juga menunjukkan bahwa Mim sebagai Muhammad menjadi washilah bagi semua makhluk. Yang mengikuti jalan lurus dengan tauhid dan Muhammad sebagai yang diberi nikmatlah yang akan selamat meniti Shiraatal Mustaqiim. Apakah Allah pilih kasih?
Tentu saja tidak karena sebagai makhluk pertama, ia menaungi semua makhluk lainnya dengan Rahmaatan Lil Aalamin dari ar-Rahmaan dan ar-Rahiim Allah. Demikian juga, terdapat proses pembelajaran untuk menghimpun pengetahuan yang disediakan Allah bagi makhluk-Nya yaitu munculnya pengertian waktu. Sepanjang sejarahnya, sejak zaman Adam sampai Nabi dan Rasul yang menyampaikan tauhid, Pengetahuan tentang Tuhan sudah difirmankan yaitu yang tersirat dalam firman Alif Laam Ra dari QS Hud (QS 11), Qs Yusuf (QS 12), Qs Ibrahim (QS 14), dan al-Hijr (QS 15) dan dalam surat al-Anbiya (QS 21).
Namun, sejarah berkata lain, ketika nafsu ammarah menyelubungi manusia, maka semua Pengetahuan tentang Tuhan ternyata diselewengkan oleh para generasi setelah Nabi-nabi yang menjadi Ulul Azmi. Distorsi realitas ini muncul karena keberhasilan Iblis menelusup kedalam hati manusia yang saat itu menjadi tamak akan kekuasaan dan previledge baik ia sebagai penguasa (raja) maupun penguasa otoritas keagamaan yang terlena dengan hak dan keistimewaan yang diterima dari masyarakatnya.
Penyewengan itu pun akhirnya semakin menjauhkan manusia ke dalam lumpur kehinaan yaitu membengkokkan firman-firman Tuhan sesuai dengan keinginan hawa nafsunya, pengkultusan berlebihan, fanatisme yang bodoh, kedengkian, dan penyakit iblis lainnya. Maka pengetahuan tentang tauhid pun menjadi semakin bengkok sampai akhirnya esensi makhluk awal mula sebagai Mim yang menjadi Nabi dan Rasul terakhir muncul di muka bumi sebagai Nabi Muhammad SAW sebagai penutup para Nabi dan Rasul. Dialah yang kemudian menjadi al-Mahi sebagai Khalqi Avatar – Utusan Allah yang terakhir yang memerangi kekufuran dan menegakkan tauhid yang murni dengan al-Ikhlas.
Surat al-Ankabut sebagai firman Alif Laam Mim menyiratkan bahwa dalam Laam sebagai alam semesta dan semua isinya, komposisi Laam terdiri dari 29:1 atau 29 alam menjadi tatanan alam Ghaib dan 1 alam menjadi alam nyata. 29 surat mengandung huruf fawatih juga muncul dari pengertian angka 29 dari nomor surat al-Ankabut yang sebenarnya menunjukkan aktualnya Esensi Ilahiah sebagai Ain yang tersingkap dari titik dibawah Ba, yaitu tersingkapnya Qaaf dengan Ba menjadi huruf Nun yang akhirnya mengaktualkan cahaya.
Namun Nun yang mengaktualkan cahaya tersingkap setelah Mim disingkapkan oleh Ba sebagai Kaf, dengan demikian jadilah kemudian firman penciptaan Adalah "Kun". Huruf Ba, Sin, dan Mim kemudian disebutkan dalam surat al-Alaq QS 96:1 menjadi "Bismi" dan Raab menjadi Khalaq yang menciptakan , yang kemudian menjadi “Bismillahir” sebagai aktualnya 3 Ism Agung dari Allah dengan ar-Rahmaan dan ar-Rahiim, dan munculnya Nur dari unifikasi Nun dan Ra. Ketika Bism dari Bismillahir terucapkan maka "Kaf Ha Ya Ain Shaad" melakukan unifikasi menjadi surat Maryam (QS 19:1) sebagai aktualnya hamparan maghfirah dari ar-Rahmaan yaitu rahmat dan kasih sayang.
Kalimatullah "Kun" sebenarnya dicetuskan sebagai firman Allah setelah ThaaSin menyinari cermin Ha menampilkan bayangan kesempurnaan Alif sebagai angka 1 yang ditauhidkan sebagai "Laa Ilaaha Illaa Allah" yaitu 01 menjadi angka 10 alias huruf Ya, maka difirmankan oleh Allah "YaaSin" (QS 36:1) sebagai firman yang menyatakan aktualnya makhluk baik sebagai wujud awal mula sebagai Mim maupun Laam sebagai alam semesta global - keduanya adalah bayangan kesempurnaan Allah sebagai huruf Ya. Jadi, Yaasin merupakan degup jantung kehidupan semua makhluk yang diciptakan oleh Allah. Oleh karena itu, firman "kun" tercantum dalam surat Yaasin sebagai QS 36:82.
Aktualnya Yaasin mengaktualkan firman "Kun" dan "Kaf Ha Ya Ain Shaad (QS 19:1), dan dengan demikian semua makhluk akhirnya tercelup dalam Shibghataallahi (QS 2:138) sebagai aktualnya Pengetahuan Awal Mula sebagai Cahaya Awal Mula (Cahaya awal) atau sering disebut Akal Awal sebagai yang harus dipatuhi. Jadi, YaaSiin (Qs 36:1) adalah Muthaain (Mim Tha Ain) sebagai tersingkapnya Ain sebagai Esensi Ilahi yang berada di bawah titik Ba menjadi titik diatas “Nun” yang akhirnya bertemu Kaf menjadi firman "Kun", oleh karena itu Muthaain sebagai yang menyingkapkan Ain harus dipatuhi karena dapat dipercaya (QS 81:21), dan karena ia adalah Al Amiin.
Kun menyingkap Ain, kemudian melakukan unifikasi dengan Sin dari Yasin dan Qaaf dari firman Qaaf (Qs 50) yang akhirnya tersingkap menjadi Nun yaitu surat al-Qalam (QS 68). Ain Sin Qaaf kemudian melakukan unifikasi dengan Hha Mim dari Qs 40:1, sehingga firman Allah aktual sebagai Hha Mim Ain Sin Qaaf Qs 42:1-2 sebagai esensi ilahiah yan tersingkap sebagai Laam lengkap dengan semua ketentuannya sebagai sunnatullah. Bimillahir kemudian dipertemukan dengan firman ar-Rahmaan ar-rahiim (Qs 1:3) maka jadilah kemudian lafaz yang diucapkan oleh Nabi Sulaiman a.s sebagai “Bismillahir ar-Rahmaan ar-Rahiim” (Qs 27:30) sebagai aktualnya ampunan dan tobat menjadi rahmat dan kasih sayang Allah yang menjadi firman pertama surat al-Fatihah.
Dari proses yang tumpang tindih diatas, maka dalam kalimat Basmalah sebenarnya ada 2 firman yaitu “Bismillahir” dan “ar-Rahmaan ar-Rahiim”. Dan dengan demikian, karena surat ke-7 Basmalah juga terdiri dari 2 bagian yaitu terpisah di bagian “Ghairil”, maka al-Fatihah sejatinya ada 9 ayat dengan komposisi 2-5-2. Komposisi ini merupakan komposisi yang tersembunyi didalam al-Fatihah sebagai komposisi at-Taubah dan komposisi Shirathaal Mustaqiim sebagai jalan luas dan lurus yang mengarahkan makhluk menuju Allah, sehingga dalam banyak segi terdapat 2 konfigurasi al-Fatihah yaitu 1-7, 1-8, dan 1-9; atau kompisisi 1,2,3,4,5,6,7; 1,2, 3,4,5,6 - 7,8 ; dan 1,2 – 3,4,5,6,7 – 8, 9. Namun, dalam formalisasinya al-Fatihah menjadi 7 ayat termasuk Basmalah sebagai Induk Al Qur’an. Seolah-olah, dengan susunan bertingkat ini Allah mengisyaratkan bahwa untuk mneyingkap hakikat al-Fatihah semua manusia harus belajar, melalaui suatu rangkaian ujian dengan pemurnian jiwa (QS 91), sehingga dapat menyingkap lapis demi lapis firman Allah sesuai dengan kondisi ruhaninya saat itu. Apapaun yang tersingkap dari al-Qur’an adalah pengetahuan Allah yang harus disampaikan kepada makhluk sebagai suatu kabar gembira, sebagai suatu rahmat bagi yang mengimani-Nya, maka dikatakan-Nya bahwa

Katakanlah: "Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan".(QS 10:58)

Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan) di akhirat. Tidak ada perobahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar.(Qs 10:64)

agar kamu tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya aku (Muhammad) adalah pemberi peringatan dan pembawa kabar gembira kepadamu daripada-Nya,(Qs 11:2)

Semua makhluk atau makhluk awal mula yaitu esensi nabi Muhammad SAW sebagai Hakikat Muhammadiyyah kemudian menauhidkan dengan Alif Laam Mim dalam Qs 3:1-2. Kemudian semua ketentuan bagi makhluk ditetapkan sebagai QS 2:2-5 setelah sebelumnya Allah kembali mengingatkan dengan Alif Laam Mim Qs 2:1. Tatanan wujud kemudian aktual sebagai tempat-tempat tertingggi yaitu Alif Laam Mim Shaad (Qs 7:1) yang tak lain adalah alam meta-gaib dengan konstruksi sebagai tatanan 7 langit bumi. Setelah itu firman Alif Laam Mim berturutan sebagai suatu kesebandingan energetis dimana dikiaskan sehari=1000 tahun dalam surat As-Sajdah yaitu lif Laam Mim pada QS 32, 31, dan 30.
Konsepsi penciptaan yang terungkap dari 29 surat fawatih dapat diringkas menjadi beberapa surat yang menjadi bagian dari surat fawatih, dan menjadi komposisi bagaimana konsepsi Allah dalam mengkonstruksi al-Qur’an sebagai Ummul Kitab, yang awal dan yang akhir. Ringkasan dari uraian diatas dapat ditemui dalam beberapa ayat khusus berikut :
Surat 29:14 yang merupakan bagian dari surat al-Ankabut merupakan ayat yang menyatakan konsepsi tersingkapnya tabir kegaiban mutlak Allah yaitu huruf Ghain dari Ghaibi dengan nilai 1000 yang dikiaskan Allah sebagai 1000 tahun, Nun adalah pengurangan sebagai “illa Khasim” yaitu 50 tahun, dan 950 tahun adalah tersingkapnya esensi Nun dengan Kaf yang menjadi Ain dengan Mim dan Thaa yaitu Muthaain setelah aktualnya Thaa Sin dan Alif Laam Mim menjadi 7 tatanan langit bumi atau al-Aalamin.
Konsepsi demikian oleh KH Fahmi Basya dengan sedikit perubahan makna saya uraikan sbb:


01 - Tauhid - Laa iIlaaha iIlaa Allah
illa Khamsin = kurang 50
Laa=tidak ada=0
0=Tuhan-Allah
Tuhan adalah tersingkapnya tabir Ghain dengan munculnya cahaya awal mula sebagai Nur Muhammad dan Rahmaatan Lil Aalamin, untuk menciptakan alam semesta dan semua isinya sebagai makhluk yaitu Laam, maka kalimatullah “Ghairil” dalam kalimatullah QS 1:8 (QS 1:7) adalah Yang Gaib Mutlak yang membuka 3 cadarnya (1000=103) menjadi 0, sehingga 1000 tahun (103) menjadi 100=1. Formulasi tauhid menjadi :

0=1-Allah, Allah adalah Tuhan Yang Esa
1=Allah

Dari pengertian demikianlah kemudian ketentuan awal mula adalah kalimatullah tauhid yang terdiri dari 12 huruf arab “Laa Ilaahaa Illaa Allaah”. Dari pengertian demikian kemudian difirmankan surat al-Ikhlas QS 112 (4 ayat), sebagai tampilnya Ahadiyyah dan Shamadiyyah Dzat di dalam cermin. Makhluk yang pertama kali diciptakan menauhidkan dengan QS 3:2, QS 9:129, kemudian QS 2:163, QS 57:3 . Dalam praeksistensi sebelum dihidupkan di alam dunia makhluk menyaksikan dengan QS 7:172. Setelah YaaSiin difirmankan, maka konsepsi waktu bagi makhluk difirmankan sebagai QS 17:12.
Dari konsep penauhidan, maka konstruksi jagat raya sebagai al-Aalamin yang tersingkap oleh tersingkapnya tabir Ghain adalah Qs 29:41 yang merupakan cermin dari Qs 29:14 atau penguraian yang lebih sistematis. Maka, Alif Lam Mim yang pertama adalah alif lam mim QS 29 yang merupakan titik tengah dari 29 surat fawatih dengan perbandingan 29:41. Ketentuan lainnya yang berkaitan dengan konsepsi alam semesta sebagai KONTINUUM KESADARAN – RUANG –WAKTU (jadi bukan kontinuuum ruang-waktu seperti dipahami filsafat materialisme saat ini) yaitu QS 48:23 sebagai sunnatullah yang tetap, QS 72:28 sebagai suatu cara bahwa Allah menghitung satu persatu atau kuantifikasi kuantum, QS 17:12 konsepsi waktu relatif dan QS 103 Al Ashr sebagai konsepsi kesadaran atas waktu bagi makhluk yang disempurnakan yaitu Manusia sebagai al-Insaan dan an-Naas. Kesadaran atas waktu disebut al-Qur’an sebagai pertolongan Allah atau an-Nashr QS 110 yang akan membawa makhluk kepada al-Kautsar Qs 108. Namun semua itu nampaknya akan menjadi jelas bagi makhluk seperti manusia bila segala sesuatunya diarahkan semata-mata untuk menerima ridha Allah dengan keikhlasan seperti halnya Allah menghamparkan keikhlasan-Nya (QS 112) untuk menciptakan makhluk yang memberikan hidayah terbesar sebagai maghfirah.
Tidak ada kompromi ketika makhluk tidak selaras dengan kehendak Allah sebagai sunnatullah yang tetap. Ketika hal demikian dilanggar, maka sunnatullah Allah berlaku tidak pandang bulu dengan konsepsi keseimbangan al-Mizan : Aksi=Reaksi, Amaliah=Pahala, Kejahatan=Hukuman. Semuanya diberikan Allah sebagai wujud dari KemahaAdilan-Nya yang seringkali tidak dipahami makhluk karena kebodohannya sendiri terjerat dalam tipu daya Iblis yaitu KEBODOHAN dan KESOMBONGAN yang menutup matahatinya.

3. Formulasi Umum Jumlah Ayat Al-Qur’an & komposisinya

Dengan uraian penciptaan diatas, maka secara umum komposisi al-Qur’an dapat diuraikan lebih jelas. Untuk mengkonstruksi jumlah ayat, kita perlu menggunakan suatu persamaan umum yang melibatkan tetapan universal yang pertama yaitu kalimat tauhid sebagai angka 12 dari 12 huruf “Laa Ilaahaa Illaa Allaah”, angka 8 sebagai simbol cermin atau qolbu mukminin dan angka 10 sebagai bayangan kesempurnaan Allah yaitu angka 19 dari huruf Basmalah sebagai kalimah penciptaan oleh Rabbul Aalamin. Konsepsi untuk merumuskan persamaan diatas adalah konsepsi dimana ketika Allah berkehendak untuk memperkenalkan diri-Nya, maka Dia ciptakan cermin (angka 8, huruf Ha), setelah itu Dia hamparkan maghfirah sebagai ampunan dan taubat (angka 9) sebelum bayangan (1+9=10) di dalam cermin muncul sebagai bayangan Allah. Konsep demikian sebenarnya tersirat dalam QS 7:172,

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",(QS 7:172)

Persamaan umum tersebut menggambarkan terurainya 7 Asma dan Sifat Allah sebagai bayangan kesempurnaan yang nilainya tak lain adalah jumlah ayat al-Qur’an. Untuk itu kita gunakan notasi 10.Y sebagai persamaan yang menyatakan kesebandingan bayangan dari kalimatullah Basmalah. Jadi Y adalah Basmalah namun dalam bentuk yang terurai sebagai ayat-ayat al-Qur’an. Bayangan 10.Y itu muncul didalam cermin, jadi nilainya sebanding dengan angka 8. Sedangkan bayangan itu juga merupakan manifestasi dari keinginan dan kehendak Allah untuk dikenal yaitu kalimat Tauhid dimana Allah memperkenalkan diri sebagai “01” atau “Laa Ilaaha Illaa Allah” sebagai 12 huruf Arab (yaitu manifestasi dari surat al-Ikhlas QS 112).
Kalau kita notasikan Asma dan Sifat itu menjadi X, maka persamaan umum untuk cek paritas jumlah ayat al-Qur’an dapat dituliskan :

10.Y = 12.X+8

Nilai X inilah yang harus memberikan nilai yang sesuai sehingga diperoleh jumlah ayat yang menunjukkan akurasi dari kitab suci Al-Qur’an seusai dengan apa yang telah menjadi suatu ketetapan Allah seperti tercantum dalam QS 48:23,

Sebagai suatu sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tiada akan menemukan perubahan bagi sunatullah itu.(Qs 48:23)

4. Tetapan Universal Awal Mula

Ternyata bilangan yang memenuhi nilai X memenuhi suatu tetapan-tetapan awal mula yang erat kaitannya dengan peribadahan Umat Islam dan sesuai dengan konstruksi alam semesta dimana kita tinggal yaitu Planet Bumi di dalam sistem tatasurya. Koefisien yang muncul dalam persamaan diatas harus memenuhi pengujian bahwa semuanya berjumlah 30 yaitu jumlah Juz al-Qur’an : 10+12+8=30 yang juga menjadi sama dengan nomor ayat QS 27:30 yaitu kalimat Basmalah kedua dari surat ke-27 “Bismilahir ar-Rahmaan ar-Rahiim”.
Selain itu, angka-angka yang dimaksud berkaitan erat dengan konsep-konsep agama Islam yaitu “Iqra”(Qs 96:1) dan “Penyucian Jiwa”(Qs 91:9-10), angka-angka tersebut juga menyiratkan kaitannya dengan tauhid yaitu 12 bilangan sebagai tetapan awal mula yang dapat diekstrak dari QS 48:23 sbb:

a) 2+3=5, 2 pasang sifat (2x2=4) dengan 3 Ism Agung yang menegakkan semua makhluk dan menjadi tajalli Allah.

b) 2+5=7, 7 Asma dan Sifat yang sudah tersingkap, 7 langit bumi, tatanan dan konstruksi tajalli Allah makro maupun mikro. Jumlah ayat surat al-Fatihah yang formal.

c) 4+8=12(5+7=12), 12 huruf tauhid “Laa Ilaaha Illaa Allaah”.

d) 12+5=17, 17 rakaat shalat dengan ketukan 2 rakaat.

e) 17+2=19, jumlah huruf dalam Basmalah yang lahiriah, Allah sebagai al-Wahiid dengan jumlah al-Jumal huruf 19, 19 huruf Haulaqah “Laa Haula Wallaa Quwaata Illa Billah”.

f) 17+5=22, kesempurnaan bentuk berupa lingkaran, maujud dari 2 pasang sifat; menjadi basis angka 4 sebagai angka yang menyatakan Allah dan bayangan kesempurnaan-Nya yaitu Muhammad menjadi rahasia huruf Ha yang menjadi cermin (angka 8).

g) 19+5=24, Basmalah berasal dari 5 Asma dan Sifat sehingga selama periode yang akan ditetapkan sebagai suatu ketukan atau siklus kehidupan, semua makhluk hakikatnya dinaungi oleh rahmat dan kasih sayang Allah semata. Angka 24 juga menyatakan Shibghatallaahi (QS 2:138), yaitu tampilnya Ilmu Pengetahuan Allah secara terus menerus dimana angka 24 diperoleh dari 138-114=24. Kemahapemurahan Allah lah yang menyebabkan semua makhluk itu eksis dan ada. Dan Kemahapemurahan itu tersirat sebagai suatu maujud dari 3 Ism yang muncul sebagai bayangan didalam cermin Ha (8) 3x8=24 yang difirmankan oleh Allah sebagai Celupan Ilahiah “Shibghatallaahi” berupa Allah Yang Maha Berilmu (yaitu tampilnya seluruh Asma dan Sifat), sedangkan unifikasi 3u8 menjadi 30+8=38 atau Laam Ha yang menjadi bayangan atau alam nyata, sebelumnya adalah konstruksi Alif Laam sebagai 1+30=31, jumlahannya adalah 69 sebagai gerak penciptaan yang mulai nyata seperti tersirat dalam surat yang diawali dengan firman Thaa Sin (Qs 27:1) dan akhirnya mengaktualkan sunnatullah (Qs 48:23) sebagai “yang pasti terjadi” yaitu surat al-Haqqaah (QS 69:1). Dengan demikian Alif Laam dan Laam Ha adalah “Allah” yang menjadi “Wujud Absolut(al-Haqq) dari yang maujud (yang dibangun oleh Wujud Absolut) yaitu alam semesta dan semua isinya (Laam dalam firman-firman yang menyebutkan unifikasi huruf Alif Laam Mim).

h) 12+17=29, jumlah surat dengan huruf-huruf fawatih yang merupakan konstruksi alam gaib yang menutup ke dirinya sendiri seperti tasbih sebagai simbol Kemahakuasaan Allah. 29 orbital alam yang menopang 1 alam nyata sehingga jumlahannya dengan angka 1 adalah nilai al-Jumal huruf Laam sebagai alam semesta dan semua isinya. Angka 1 diatas adalah simbol huruf Mim(40) ditambah dengan yang menegakkan-Nya yaitu angka 1 sebagai Alif, sehingga Laam mencakup Mim sedangkan Mim mencakup Alif; karena itu Laam tanpa Mim tidak akan ada dan Mim tanpa Alif juga menjadi tidak ada, namun Alif sendirian tetap eksis karena Alif tidak tergantung kepada Laam dan Mim. Dengan demikian konstruksinya adalah 1+29+40=70, dalam al-Qur’an kemudian tersirat sebagai QS 29:41 yaitu kiasan bahwa alam semesta adalah seperti sarang laba-laba yang rapuh karena ditegakkan oleh Allah semata (artinya jangan menduakan Allah, jangan syirik). Dengan demikian, kiasan dalam QS 29:41 sebenarnya identik dengan “Alif Laam Mim”. Dapat diperoleh juga dari 10+19=29 sebagai makhluk adalah bayangan (10) kesempurnaan Allah yang dinaungi rahmat dan kasih sayang Allah (Basmalah).

i) 17x5=85, jumlah surat non-fawatih yang menunjukkan aspek peribadahan makhluk. Dapat dimaknai sebagai 5 Asma dan Sifat dibalik cermin Ha (8). Cermin itu tidak lain adalah singhasana Allah Arsy) yaitu qolbu mukminin (QS 40, 85 ayat).

j) 17x3=30+3x7=51, jumlah rakaat shalat wajib dan sunnah

k) 8x5=40, bayangan kesempurnaan yang terbentuk dari Allah yaitu Muhammad sebagai makhluk sempurna, Insan Kamil, al-Mukmin (QS 40) kondisi titik desain optimum dalam semua bentuk penciptaan. Semua ciptaan akan “menjadi” pada posisi optimum sebagai suatu titik desain 4x10 sebagai manifestasi makhluk yang diciptakan sebagai bayangan kesempurnaan Allah. Sama dengan nilai al-Jumal huruf Mim=40.

l) 51+40=91, Alif, Mim, dan Nun atau “Amien” (dengan ya dihilangkan dalam pengucapannya) kunci menuju makrifatullah yaitu surat ke-91 ayat ke-9 dan 10 dengan menyucikan jiwa. Tersingkapnya cahaya rembulan (al-Qamar, QS 54:1) sebagai pantulan dari cahaya matahari (Asy Syam, QS 91). Tabir yang akan menyingkap hakikat penciptaan dan keseimbangan global Al-Aalamin yaitu dengan menyingkap tabir “Basmalah” dengan qolbu (8) dan “Iqra” (91+5=96). Jadi pengertian “Iqra” adalah tersingkapnya tabir “Amien” bahwa manusia itu harus menggunakan Ilmu Pengetahuan Allah yaitu 5 Asma dan Sifat dengan hati yang jernih dan bersih yaitu qolbu yang menjadi cermin karena penyucian jiwa (QS 91:9-10).

m) 8+91=99, Asma Ul Husna, tersingkapnya bayangan Allah (angka 9+1=10) menjadi uarian Asma-asma Allah.
n) 19x6=114 tajalli rahmat dan kasih sayang Allah seutuhnya sebagai tersingkapnya 6 Asma dan Sifat Allah yang maujud sebagai bayangan kesempurnaan berupa an-Naas (QS 114, manusia), yang dinaungi rahmat dan ampunan berupa Basmalah dan maghfirah atau taubat (QS 9) yang menjadi pencerah hakikat penciptaan yaitu manusia yang berpikir dengan “iqra” dan “qolbu”, sehingga eksistensi dirinya tak lebih dari bayangan angka 1 yaitu Allah dengan 6 Asma dan sifat-Nya. Tujuan akhirnya adalah apa yang tersirat dalam Qs 9:128-129.

o) Dari angka-angka diatas, konstruksi 11x12 kemudian dinyatakan dengan 11 angka berikut: 5, 7, 12, 17, 19, 22, 24, 29, 85, 99, 114. Namun konstruksi ini adalah konstruksi suatu sistem kealaman dimana manusia tidak ada didalamnya. Sehingga dalam penguraian selanjutnya konstruksi 12x12 digunakan yaitu dengan menambahkan angka 91 sebagai “kunci makrifat” alias huruf Alif Mim dan Nun (dengan ya dihilangkan) yang sering kita sebut di akhir surah al-Fatihah atau doa-doa menjadi “Amiin” artinya secara harfiah dimaknai “kabulkanlah permohonan kami” namun hakikatnya adalah “bukalah qolbu kami atau jernihkanlah cermin hati kami sehingga kami dapat menyingkap rahasia Basmalah”. Dari ke-12 rangkaian angka sebagai suatu tetapan atau sunnatullah itulah kemudian Basmalah terurai menjadi 6236 ayat dengan konstruksi persamaan sbb: Jumlah Ayat=(1/10)x[12x12x(5+7+12+17+19+22+29+85+99+114)+8] = 6236; Perlu diperhatikan bahwa nilai 91 tidak dimasukkan ke dalam jumlahan angka diatas karena angka 91 hakikatnya adalah sekedar kunci makrifat bagi bayangan Allah (9+1=10), jadi sejatinya ia adalah “tiada” atau “nol”. Angka 91 juga sebenarnya merupakan unifikasi dimana manusia yang mencapai angka 9 sebagai pengetahuan tertinggi harus berendah hati untuk kembali kepada angka 1 atau kembali kepada Allah (91), jika tidak maka ia akan tersesat ke dalam jebakan Iblis yaitu munculnya sifat sombong dan takabur. Demikianlah al-Qur’an sebagai pedoman makhluk di semua alam, alam semesta, dan manusia kemudian berproses dari 11 tetapan universal ini. Tetapan yang muncul kemudian merupakan pengembangan dari 11 angka ini yang kemudian menjadi tetapan peribadahan Umat Islam yaitu shalat 5 waktu dengan 17 rakaat, dan kemudian berkembang menjadi Pengetahuan Ilahiah PI=22/7, kecepatan cahaya, tetapan Planck, tetapan Ridberg ataupun tetapan alam semesta fisikal lainnya sesuai dengan QS 48:23 yang menjadi rahasia “Rabb Al-Aalamin” untuk menciptakan, memelihara, dan mendidik semua makhluk.




5. Pengetahuan Ilahiah, PI=22/7

PI=22/7=3,142857… adalah bilangan yang nyata dan berulang serta tak habis bagi yang menyimpan hakikat Lauh mahfuzh seperti tersirat dalam QS 22:70,

Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lohmahfuz) Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah. (QS 22:70)

Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhmahfuz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.(QS 57:22)

yang (tersimpan) dalam Lauhmahfuz.(Qs 85:22)

PI=3,1428571428571…. juga mengisyaratkan bilangan-bilangan yang terurai dari 19 huruf Basmalah misalnya angka 3 adalah 3 Ism Agung Allah , ar-Rahmaan, ar-Rahiim; 142 adalah jumlah kata Allah didalam al-Qur’an dibagi 19 yaitu 142; 8 adalah simbolisme qolbu mukminin yaitu angka 8 sebagai cermin atau huruf Ha dengan nilai al-Jumal huruf Ha dalam bahasa Arab 8; 57 adalah jumlah kata ar-Rahmaan didalam al-Qur’an.
Kalau kita ekstraks lebih jauh dimana diambil angka 28571 diperoleh angka yang menunjukkan tanggal lahir Nabi Muhammad SAW yaitu 22-4-571 Masehi seperti ditulis kitab “Sirah Nabawiyah” karangan Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfury (terbitan Pustaka Al-Kautsar, Agustus 2001); juga tersirat lama waktu turunnya al-Qur’an yaitu 22 tahun 2 bulan 22 hari.
Dengan kenyataan demikian dan beberapa ayat yang nomor surat dan ayatnya menyangkut angka 22/7 maka PI adalah Pengetahuan Ilahiah yang sudah berabad-abad menjadi bagian dari pengetahuan manusia jauh sebelum al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Secara matematis PI=22/7 adalah perbandingan antara keliling lingkaran yang bulat sempurna dengan diameternya yang sudah diketahui sejak zaman pembangunan Piramida di Mesir, atau zaman Nabi Idris a.s sekitar 4000-5000 tahun Sebelum Masehi.
6. Mushaf Utsmani adalah Mushaf Muhammad SAW
Dengan terurainya 12 bilangan dari QS 48:23, maka menjadi jelas bahwa formulasi “cek paritas” kesahihan Mushaf Utsmani dapat dibuktikan,
10.Y=12x12x433+8��Y=6236 dengan 112 Basmalah diperoleh 6348 ayat
Penulisan cek paritas jumlah ayat al-Qur’an dapat dituliskan dengan cara yang berbeda sebagai suatu cek paritas keshahihan konstruksi al-Qur’an dengan penulisan sbb :
Y = (12/10) (10.X+112/4+5) + 8/10
Dimana nilai X adalah 40 yaitu nomor surat al-Mukmin (QS 40, 85 ayat) identik dengan inisial nama depan Nabi Muhammad SAW yaitu nilai al-Jumal huruf Mim (40), 112/4 adalah nomor surat al-Ikhlas dibagi jumlah ayatnya yang bernilai 28 atau menjadi nomor surat al-Qashash yang memiliki jumlah ayat 88, dan 5 adalah shalat 5 waktu (atau 3 Asma dan 2 pasang sifat).
Tetapan 11 bilangan dengan jumlah 433 yang diekstrak dari QS 48:23 dapat dimaknai sebagai unifikasi “4 dan 33”. Sehingga diperoleh pengertian yang sudah kita ketahui bersama,
4 �� Tahlil, Tasbih, Tahmid, Takbir
33��Ketukan Dzikir untuk Menyingkap Esensi Ilahiah yang tersembunyi sebagai sebuah titik dibawah huruf Baa
Tetapan X=433 dapat diuraikan sbb:
X=400+33
X=40x10+112/4+20/4 X=QS40:1xQS10:1+QS112:4+QS20:4
X=[QS al-Mukmin]x[Qs Yunus]+[QS al-Ikhlas]+ [QS ThaaHaa]
Selain persamaan umum yang menyatakan hubungan jumlah ayat al-Qur’an dengan 11 tetapan universal yang berkaitan dengan peribadahan Umat Islam dan dapat dikembangkan menjadi tetapan universal fisika seperti kecepatan cahaya dan tetapan Planck, maka cek paritas berikut menunjukkan suatu cara untuk membuktikan keotentikan al-Qur’an Mushaf Utsmani yang tidak lain adalah Mushaf Nabi Muhammad SAW :

Nilai X = 12(400+33) = 5196, jumlahkan 5+1+9+6=30��Juz Al Qur’an yang nilainya sama dengan nilai al-Jumal huruf Laam, dan sama dengan jumlah koefisien 10+12+8=30. Angka 30 merupakan tampilnya 3 Ism dan 2 pasang sifat Allah (5 Asma dan Sifat) sebagai tajalli kesempurnaan di alam nyata. Munculnya koefisien 433 nampaknya berkaitan juga dengan firman Allah dalam Qs 43:3, ”Sesungguhnya Kami menjadikan Al Qur'an dalam berbahasa Arab supaya kamu berpikir.” Ayat ini nampaknya menegaskan bahasa Arab sebagai bahasa yang paling memadai untuk mengungkapkan wahyu-wahyu Allah. Hal ini bukan saja karena konsepsi bahasa Arab yang sempurna baik dari segi huruf maupun bilangan yang merupakan instrumen pengetahuan manusia saat itu bahkan sampai saat ini (desimal 123456789 dari budaya Arab demikian juga alfabet). Namun karena konsep bahasa Arab nampaknya merupakan bahasa yang dapat dipahami secara tri-lateral yaitu tiga arah baik sebagai huruf-huruf yang menjadi kata maupun kalimat, bilangan/numerik dengan makna yang berhubungan dengan simbolisme huruf, maupun simbolisme bentuk geometris dengan huruf dan bilangan (misalnya : seni kaligrafi) sehingga dalam banyak aspek kandungan al-Qur’an boleh jadi secara utuh merupakan integrasi ketiga sudut pandang tersebut. Artinya, bukan sekedar kata-kata dengan makna kebahasaan, namun juga makna-makna numerikal/bilangan dan geometrik untuk memaparkan wahyu Allah sebagai Pengetahuan Ilahiyah yang eksistensinya adalah 3 Ism Agung yang menjadi dasar kalimat Basmalah yang kemudian menjadi huruf-huruf, nomor surat dan ayat, dan isi dari ayat-ayat al-Qur’an.

Jumlah total nomor surat Al Qur’an (nomor surat dijumlah dari 1+2+3+…+114) : Y1 = 6236+433-114 = 6555 = 345x19

Angka 19 harus memenuhi hubungan: 19=10*(12x5+54)/12x5; dimana 60=12x5 adalah penauhidan dan shalat 5 waktu yang hasil kalinya sama dengan jumlah surat dengan jumlah ayat genap, Yge=345x10=3450

54 adalah jumlah surat dan jumlah ayat bernomor ganjil yang juga merupakan nomor surat al-Qamar (Qs 54:1) sebagai awal penyingkapan menuju tersingkapnya As-Syams (Qs 91). Selain itu, 54=9x6 yaitu hasil kali dari nomor surat al-Alaq kalau kita unifikasikan (96), atau 54 = 9x(60/10) = (12x5)(9/10); Ygi=345x19=6555. Koefisien 9/10 muncul sebagai koefisien Taubat yaitu yang berkaitan dengan surat ke-9 At-Taubah.

Dengan konstruksi 60 dan 54 tersebut maka nomor surat dan ayat tidak bisa dipertukarkan.

Munculnya koefisien angka 345 dalam cek paritas diatas sebenarnya merupakan suatu isyarat nyata dari Allah bahwa isi, konstruksi, baik penomoran surat maupun ayat saling berkaitan dan berhubungan . khususnya dengan kaidah bagaimana Allah menciptakan makhluk yaitu konsep “Alif Laam Mim” atau “Pencipta dan Makhluk” sebagai “Yang Bercermin dan bayangan-Nya” (QS 7:172) yang juga menjadi kaidah konstruksi penyusunan al-Qur’an. Hal ini kemudian dengan tegas difirmankan oleh Allah dalam Qs 34:5 dan cerminannya yaitu QS 54:3,

Dan orang-orang yang berusaha untuk (menentang) ayat-ayat Kami dengan anggapan mereka dapat melemahkan (menggagalkan azab Kami), mereka itu memperoleh azab, yaitu (jenis) azab yang pedih.”(QS 34:5). ”Dan mereka mendustakan (Nabi) dan mengikuti hawa nafsu mereka, sedang tiap-tiap urusan telah ada ketetapannya.”(QS 54:3).

57 surat memiliki nomor surat dan jumlah ayat ganjil, jumlah nomor surat dan ayatnya: Ygigi=6236 (sama dengan jumlah ayat al-Qur’an)

57 surat memiliki nomor surat dan jumlah ayat genap, jumlah nomor surat dan ayatnya: Ygege=6555 (sama dengan jumlahan semua nomor surat al-Qur’an)

57 adalah titik tengah dari 114 surat al-Qur’an yang merupakan surat al-Hadiid dimana ayat ke-3 menyatakan tauhid (QS 57:3).

Jumlah nomor ayat dan jumlahan suratnya: 6236+6555=12.791 ; Bilangan ini merupakan bilangan prima deretan ke-1525. Kalau dijumlahkan dengan dua angka diperoleh 1+5=6 dan 2+5=7; Unifikasi 6 dan 7 menjadi 67 adalah surat al-Mulk yang menyatakan prinsip keseimbangan global penciptaan alam semesta yang tanpa cacat seperti tersirat dalam ayat ke-3 dan ke-4 (QS 67:3-4). Sedangkan cerminan dari surat ke-67 adalah nomor 76 yang menjadi tujuan awal dan akhir penciptaan yaitu surat al-Insaan. Yang menarik, konstruksi bilangan 12.791 kalau kita jumlahkan akan diperoleh 12.17 dengan jumlahan akhir 12+17=29 (29 surat fawatih), sedangkan (1+2).(1+7)=3.8 atau 38=2x19 yang menjadi basis dasar selanjutnya untuk menentukan cek paritas kesahihan al-Qur’an.

Konstruksi al-Qur’an dapat dibagi menjadi 3 bagian surat dengan komposisi 38 surat (2x19, 2 basmalah di surat ke-27) dapat habis dibagi bilangan 3, 38 surat dapat habis dibagi bilangan 2, dan 38 surat hanya dapat dibagi 1. Pembagian demikian berkaitan dengan konstruksi Asma dan Sifat yaitu 3 Ism Agung, 2 pasang Asma, dan 1 nama sebagai Diri-Nya sendiri yaitu Ism Agung Allah.

Apa yang dapat disimpulkan dari fakta-fakta demikian? Dengan cek paritas yang terintegrasi, maka semua macam kodefikasi al-Qur’an yang tidak memenuhi persyaratan-persyaratan kodefikasi diatas harus dianggap “TIDAH SAH BAHKAN BOLEH DIKATAKAN BATIL”. Artinya, satu-satunya mushaf al-Qur’an yang sah adalah Mushaf Utsmani yang tidak lain adalah Mushaf Nabi Muhammad SAW. Jika menolak fakta demikian, maka konsepsi pengetahuan Agama Islam tentang Tuhan, Alam Semesta, dan Manusia dengan basis syariat Islam yang dipenuhi dengan shalat 5 waktu 17 rakaat, dan penauhidan dengan “Laa Ilaaha illaa Allaah, Muhammadurrasulullah” dapat dianggap “TIDAK SAH” artinya “AGAMA ISLAM RUNTUH” (kecuali kodefikasi al-Qur’an yang berbeda dengan Mushaf Utsmani mampu membuktikannya dengan eksak konsepsi dan kodefikasinya).

7. Hubungan 11 bilangan dengan Sistem Tata Surya

11 bilangan yang menjadi baris dari matriks 11x12: 5,7,12,17,19,22,24,29,85,99,114 dengan 91 dihilangkan sesuai dengan jumlah orbital tata surya, yaitu 11 orbital dengan sabuk asteroid. Ke-12 bilangan ini tidak bisa diubah karena merupakan suatu tetapan awal mula sehingga satu angka diubah semua aturan peribadahan Umat Islam seperti shalat 5 waktu dan konstruksi al-Qur’an akan runtuh (tidak berlaku). Dan pada akhirnya semua tetapan fisika yang berhubungan dengan jagat raya tidak berlaku juga. Ilmu Pengetahuan yang dikenal manusia pun akan runtuh.
Dalam sistem tatasurya, Planet Bumi menempati orbit ke-3 (urutan ke-3 dari matahari) yaitu yang menauhidkan selama 12x2=24 jam dengan jantung yang berdetak sebagai suatu sistem kehidupan dengan ketukan : 3 Ism(Basmalah) x12=36, angka ini adalah nomor surat Yaa Siin (QS 36, 83 ayat) yang menjadi jantung kehidupan semua makhluk baik mikro maupun makro (perhatikan bagaimana jumlah surat YaaSiin adalah cermin dari angka 38 .
Oleh karena itu semua sistem kehidupan makhluk memiliki rasio 3/2 : 3 Ism didukung oleh 2 pasang Sifat al-Hayyu & al-Qayyum, al-Iradah & al-Qudrah (QS 3:1-2). Atau 3 Ism dan 4 Sifat. Sujudlah semua makhluk dengan ketukan 34 kali sujud atau 17 rakaat shalat yang dibagi menjadi 5 kali sehari semalam. Dengan demikian, shalat 5 waktu 17 rakaat berkaitan erat dengan stabilitas dan eksistensi semua makhluk di sistem tata surya bahkan di alam semesta global. 5 kali shalat 17 rakaat selama 12 jam dibagi dengan rangkaian ketukan rakaat shalat sbb. : 2 4 4 3 4. Setiap ketukan rakaat shalat merupakan suatu “daya dan upaya Allah” untuk menggerakkan Bumi sebagai Planet yang diciptakan dengan rahmat, kasih sayang, dan hamparan maghfirah Allah SWT.

12/2=6 12/4=3 12/4=3 12/3=4 12/4=3
Susunannya menjadi :
6 3 3 4 3 = 6+3+3+4+3=19
(jumlah huruf Basmalah)

Dengan demikian, setiap shalat shubuh 6 Asma dan sifat menggerakkan rotasi Bumi, setiap dhuhur dan asar 3 Ism menebarkan rahmat, setiap magrib ampunan dan tobat diberikan sebagai tanda kesempurnaan dan rahmat dari Rahmaatal lil Aalamin, dan setiap Isya maka 3 Ism menaungi semua makhluk sampai subuh tiba. Semua itu hanya digerakkan oleh Tauhid (12) dan Rahmat ar-Rahmaan yaitu kalimat Basmalah (19 huruf) sehingga semua eksistensi sejatinya ditegakkan oleh 19 huruf haulaqah:

Laa Haulaa Wallaa Quwwaata Illaa Billaah”
( Tiada daya dan upaya kecuali daya dan upaya Allah)

Matriks 11x12 dapat diuraikan menjadi matriks 12x12 setelah penguraian pertama dengan perkalian antar baris dan kolom. Matriks 11x12 dapat diuraikan sbb: 11x12=12x12-12=12(12-1)=132, bilangan ini yang menunjukkan konstruksi alam semesta sebagai bayangan Allah (dan juga merujuk kepada Qaaf(100) Laam(30) Ba(2) alias Qalb – qolbu), khususnya sistem tata surya bumi-matahari dengan 11 orbital planetari. Angka 132 dapat diuraikan menjadi 1x3x2 atau 1x6 yang merupakan konstruksi dasar kealaman 7 langit bumi yang tersirat sebagai al-Fatihah dimana Basmalah terurai menjadi 6 ayat. Dapat juga dimaknai sebagai 1x32=1x9 dengan angka 9 sebagai at-tawbah (Qs 9), atau dapat dimaknai sebagai 132-114=18 sebagai surat al-Kahfi yang menjadi konsepsi penciptaan Allah bahwa ketika Allah berkehendak untuk menciptakan maka Dia ciptakan cermin (angka 8). Semua angka diatas mempunyai makna yang sangat khusus dan eksak sebagai suatu sunnatullah yang pasti, tetap, dan tidak berubah sampai Hari Kiamat tiba.
Satu (1) sebagai Allah adalah hakikat penampakkan Allah dengan 7 Asma dan Sifat-Nya (termasuk Ism Agung Allah didalamnya) di alam inderawi (alam nyata). Unifikasi 7 dan 6 menghasilkan angka 76 yang merujuk kepada surat al-Insaan (31 ayat), sehingga alam semesta dimana planet bumi berada didalamnya menjadi sempurna setelah manusia ada didalamnya, yaitu berubahnya matriks 11x12 menjadi 12x12 dengan membagi semua nilai yang diperoleh dari perkalian matriks 11x12 dengan angka 5 atau menambahkan angka 1 didalam angka 11 sehingga diperoleh matriks 12x12 (=144, lagi-lagi kita temui 1.(4+4)=18, atau 144-114=30 sebagai bilangan al-Jumal huruf Laam dan merupakan penjumlahan dari koefisien 10+12+8=30). Kesempurnaan itu tidak lain dari adanya penauhidan (1 identik dengan 12 huruf tauhid) dengan shalat 5 waktu, yang akhirnya menjadi 17 rakaat.
Secara fisikal, sistem tatasurya bumi-matahari sebenarnya melibatkan satu faktor penyeimbang yang akan datang dengan ketukan 76. Faktor ini ternyata berkaitan dengan KOMET HALLEY yang melintasi sistem tata surya bumi-matahari dengan periode 76 tahun sekali. Komet Haley dalam al-Qur’an tersirat dalam surat At-Takwiir (QS 81:16) sebagai “kunnas” yang tersirat dalam ayat ke-16 sebagai “yang beredar dan yang terlindung”. Makna “terlindung” disini adalah suatu benda langit yang sistem orbitalnya sangat lebar karena menempuh 76 tahun sekali untuk mengelilingi matahari atau periodenya 76 sekali mengunjungi Bumi. Sehingga, jarang sekali manusia mengetahui (bahkan mungkin tidak tahu) peredaran benda langit ini sebagai bagian dari sistem tatasurya kita dan secara periodik selalu kembali mengunjungi bumi. Pertama karena periodenya yang panjang bahkan kalau kita rata-ratakan umur manusia cuma 65 tahun maka boleh jadi selama seumur hidup Anda tidak pernah tahu adanya Komet Halley dengan mata kepala sendiri. Jadi, secara fisikal, atau konstruksi jagat raya fisikal, adanya KOMET HALLEY yang secara periodik mengitari sistem tata surya bumi-matahari berkaitan dengan kesempurnaan desain jagat raya (dalam lingkup tata surya) sebagai penyeimbang. Inilah cermin keseimbangan global yang tersirat dalam QS 67:3 sebagai prinsip penciptaan sehingga matriks 11x12 menjadi 12x12.
Ketika manusia di muka bumi “musnah” atau “tidak ada” lagi yang menauhidkan “Allah”, maka kiamat global secara fisikal boleh jadi terjadi akibat terjadinya ketidakseimbangan sistem tata surya khususnya di Bumi yang berkaitan juga dengan adanya perubahan lintasan KOMET HALLEY ini. Dengan kata lain, boleh jadi sistem tata surya musnah, khususnya bumi musnah, ketika lintasan KOMET HALLEY melenceng dan menumbuk Planet Bumi, atau salah satu planet di tata surya sehingga seluruh sistem dan konstruksi tata surya tidak stabil dan akhirnya runtuh; dan demikian juga sebaliknya. Komet Halley terakhir kali berkunjung mendekati Bumi pada tahun 1986, menurut taksiran para astronom Komet Halley akan kembali mengunjungi Bumi pada tahun 2062 atau sekitar 57 lagi dari sekarang (2005). Saat itu apakah Umat Manusia di Planet Bumi masih menauhidkan Allah sebagai Yang Maha Esa dengan penauhidan hakiki Dialah,

Yang Awal dan Yang Akhir, Yang lahir dan Yang batin, Dan Dialah Yang Maha Mengetahui”(QS 57:3) atau sudah tidak sama sekali? Hanya Allah lah yang tahu, yang jelas kita harus selalu mawas diri bahwa dalam QS ar-Rahmaan (QS 55), 31 kali Allah menyebutkan suatu peringatan bagi makhluk yang tinggal di Planet Bumi yang jumlahnya sama dengan jumlah ayat dari surat al-Insaan (QS 76), jadi peringatan ar-Rahmaan itu untuk al-Insaan – manusia – yaitu ,

Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?(Qs 55:13)”

8. Apakah al-Qur’an Buatan Manusia?

Mungkin pertanyaan paling mendasar diatas akan muncul dibenak Anda. Saya tegaskan bahwa melihat konstruksi isi, komposisi nomor surat dan ayat, dan apa yang dimaksudkan dalam unit-unit wahyu terkecil yang bersifat “khusus” maka satu kata yang dapat menjawab adalah “MUSTAHIL al-Qur’an dibuat oleh manusia”. Kendati dalam beberapa aspek konsepsi geometris dan bentuk mungkin sudah dikenal, namun penomoran surat:ayat dan penamaan yang terdapat pada beberapa surat dan ayat sangat mustahil diketahui manusia di zaman Nabi Muhammad SAW karena menyangkut konsepsi pengetahuan “MASA DEPAN”. Beberapa surat/ayat yang saya maksud dan sangat eksak melibatkan pengetahuan masa depan adalah :

Surat al-Hadiid (besi) yang memiliki nomor 57. Unsur besi atau Ferrum dalam tabel unsur-unsur kimia modern yaitu tabel Mendeleyev mempunyai isotop stabil pada Fe-57. Nama al-Hadiid sendiri memiliki nilai al-Jumal 57. Nilai ini merupakan kelipatan ke-3 dari hasil kalinya dengan 19 yaitu 3x19=57. Fe-57 adalah isotop besi yang stabil dengan 31 neutron, dengan energi ionisasi tingkat ke-3 sebesar 2957 jk/mol dan massa atom Fe-57 56,9354. Jumlah ayat dari surat al-Hadiid adalah 29 yang merupakan 2 dijit pertama dari energi ionisasi besi. Fakta demikian baru diketahui kurang dari 2 abad yang lalu. Jadi mustahil Nabi Muhammad sebagai manusia yang menuliskan bahwa nomor surat al-Hadiid adalah 57 dan jumlah ayatnya 27 dengan ayat ke-3 menyatakan tauhid yaitu selaras dengan ionisasi tingkat ke-3. Nomor atom besi adalah 26 yang merupakan pengurangan jumlah ayat 29 dengan angka 3, 29-3=26. Kodefikasi ayat dan surat al-Hadid 2957 sesuai dengan energi ionisasi tingkat ke-3 yang stabil. Kendati sejak zaman dahulu besi dikenal manusia namun perincian dari data-data elemen besi adalah produk kimia modern. Jadi, hanya kekuatan supranatural dari Allah lah yang menginformasikan hal ini kepada Nabi Muhammad SAW sebagai penerima wahyu sehingga surat ke-57 disebut besi. Dan asal tahu saja besi adalah elemen inti dari bumi yang menurut pakar geologi menjadi suatu unsur yang tidak mungkin dibentuk di bumi karena memerlukan temperatur sangat tinggi. Setidaknya, besi merupakan hasil dari suatu ledakan supernova dari Bigbang yang terjerat gravitasi matahari dan akhirnya membangun Planet Bumi.

Kelompok Fakir 60 dari Amerika Serikat menjelaskan bahwa banyaknya kata dalam surat ini adalah 574 kata, sedangkan banyaknya kata dari awal surat ini sampai ayat ke-25 (Qs 57:25) adalah 451. Bilangan 574 menunjukkan bahwa Fe-57 adalah salah satu isotop yang stabil dari isotop yang ada atau berarti yang mempunyai 4 tingkatan energi. Bilangan 451 adalah simbol 8 isotop keluarga besi yaitu Fe-52, 54, 55, 56, 57, 58 sampai Fe-60; yaitu 52+54+55+56+57+58+59+60=451.

Jumlahan dari nomor surat dan ayat QS 57:25 adalah 5+7+2+5=19.

Surat al-Hadid terletak di tengah al-Qur’an sedangkan elemen besi bernomor unsur 26 diletakkan ditengah tabel periodik unsur-unsur.

Jumlahan angka 1 sampai 57 akan menghasilkan hasil yang sama dengan perkalian nomor surat dan ayat yaiu 57x29.

Uraian diatas merupakan sekelumit rincian ilmu pengetahuan yang dapat diekstrak dari satu surat yaitu al-Hadiid yang sebagian besar informasinya adalah informasi yang baru diketahui manusia di abad yang lebih modern sebagai bagian dari ilmu kimia modern. Jadi sangat mustahil jika Nabi Muhammad SAW memiliki rincian informasi demikian sehingga beliau menggunakan surat al-Hadiid dengan sistematika penomoran yang demikian rinci kecuali adanya Pengetahuan Ilahiyah yang langsung campur tangan menetapkannya.
Uraian rinci surat al-Hadid membuktikan satu aspek penting dari kesucian al-Qur’an bahwa “mustahil” Nabi Muhammad SAW mengarang al-Qur’an, semua informasi al-Qur’an adalah wahyu Ilahi baik dari isi maupun penomoran surat dan ayat, maupun konstruksi kodefikasinya yang dikenal saat ini sebagai Musaf Utsmani. Beberapa ayat dan surat menyiratkan adanya Pengetahuan Allah langsung karena berkaitan dengan ilmu pengetahuan kimia dan fisika modern antara lain:

QS 76 al-Insaan berkaitan dengan nomor unsur ke-76 yaitu Osmium atau perak sepuhan. Hal ini terkait dengan makna QS 76:15 dan QS 76:16 yang mengkiaskan bejana perak yang jernih laksana kaca bagi mereka yang berada di surga.

QS 32:5, QS 22:47, QS 70:4 mengisyaratkan teori relativitas Einstein.

QS 35:1 mengisyaratkan teori kuantum spektrum frekuensi dengan kelipatan bilangan bulat yang dimulai dari n=2,3,4…..

QS 91:1-7 mengisyaratkan keseimbangan energi antara energi materi dan energi gravitasi sebagai gelombang elektromagnetik sangat halus yang muncul karena gerakan stasioner bumi mengelilingi matahari, atau karena tasbihnya bumi mengelilingi pusatnya. Hal ini akhirnya mengakibatkan keseimbangan medan gravitasi dan energi-materi dipermukaan bumi dengan formulasi umum : mc2=hv (m=massa partikel yang sampai di permukaan bumi dan memiliki kecepatan menuju nol, c tetapan universal kecepatan cahaya, h tetapan universal Planck, v frekuensi periode bumi mengelilingi matahari). Produk keseimbangan ini adalah suatu partikel materi elementer yang sangat halus yang saya sebut sebagai PHA (Partikel Hipotetik Atmo) dengan nilainya yang selaras dengan pengertian agama Islam 0,23458321x10-57 kg, 234 adalah kodefikasi maghfirah yang disebutkan didalam al-Qur’an sebanyak 234 kali, sedangkan 5 adalah ketentuan awal mula shalat 5 waktu, atau 2345 adalah surat al-Baqarah ayat ke-2 sampai ke-5 yang merupakan fondasi Iman dan Islam; 8 adalah simbol qolbu mukminin sebagai Arasy Allah sebagai cermin, 321 adalah uraian dari As-Shirathaal Mustaqim yang tidak lain adalah surat at-Taubah (nomor 9, dengan penulisan 32x1=9x1 atau surat ke-91, atau menunjukkan konstruksi al-Fatihah 3x2x1=6x1 dan tatanan jagat raya). 57 adalah kodefikasi tauhid yaitu surat al-Hadiid [57]:3. Perhitungan diatas dilakukan dengan nilai-nilai tetapan universal yang telah digunakan ilmu pengetahuan masa kini. Frekuensi bumi mengelilingi matahari adalah frekuensi kedirian bumi (eigen value) secara menyeluruh dan individual (yaitu berlaku secara keseluruhan bumi dan semua isinya, maupun individual yaitu manusia secara pribadi memiliki frekuensi awal sebagai frekuensi kedirian yang sama atau eigen value yang sama). Frekuensi ini muncul karena bumi terikat didalam sistem tatasurya dengan matahari sebagai pusat sistemnya dan berputar dengan periode tetap 365 hari per Hz, Kecepatan cahaya c = 299792458 meter per detik, tetapan universal Planck atau konstanta Planck , h = 6,626176x10Joule.detik. Dengan memasukkan nilai ini diperoleh massa kedirian PHA sebesar 0,23458321x10kg. PHA sebagai partikel elementer yang halus muncul atau eksis sebagai hasil dari dualisme gelombang elektromagnetik dengan gelombang gravitasi bumi pada frekuensi rendah sebagai hasil dari sifat-sifat eksistensi energetis pada frekuensi rendah yang disebut simetri yang memecah secara mandiri (Self Symmetri Breaking Process, SSBP) suatu konsepsi fisika modern yang digunakan oleh Prof Abdus Salam ketika beliau menemukan partikel elementer bernama partikel Z dan W untuk menyatukan gaya elektro lemah dan nuklir kuat/lemah. SSBP merupakan konsep dimana sebuah entitas berfrekuensi tinggi tidak terbedakan identitasnya, namun pada frekuensi rendah dapat diketahui identitasnya misalnya seperti nomor rulet yang nampak jelas kalau roda ruletnya semakin pelan. Ketika roda rulet berputar kencang (frekuensi tinggi), kita tidak mengetahui nomor 1,2,3 dan seterusnya. Namun, ketika roda rulet semakin pelan maka kita mengetahui identitas masing-masing kotak rulet yang dinomori, mana yang nomor 1 atau namor 2 dst. Demikian juga partikel elementer, ketika ia berenergi tinggi maka kita tidak tahu partikel A atau B, namun ketika ferkuensinya merendah maka partikel itu teridentifikasi. Prinsip demikian terjadi karena konsep penciptaan dalam keseimbangan seperti tersirat dalam QS 67:3 dan diuraikan dengan terperinci namun dengan bahasa Wahyu Ilahi dalam QS 91:1-10 sebagai keseimbangan tatanan alam dan keseimbangan di dalam jiwa manusia (Uraian masalah ini saya perinci di risalah mawas diri saya, “Kun Fa Yakuun” release 4). tahun, bila kita merujuk pada pusat galaksi bima sakti sebagai pusat maka nilainya tidak 365 hari, entah berapa milyar tahun. Nilai Frekuensi Kedirian Bumi dalam hitungan satu hari sama dengan 23,9182 jam (dari hitungan astronomis), satu jam 3600 detik menjadi, maka frekuensi kediriannya adalah : v=1/(365x23,9182x2600) = 3,1818182x10-8 -34 -57

Konsep-konsep al-Qur’an yang berkaitan dengan prinsip penciptaan makhluk yaitu “seusia dengan ukuran kuantifikasi kuantum (QS 54:49, 15:21) “, “keseimbangan (Qs 67:3-4)”, “di hitung satu per satu (QS 72:28)”, “ketelitian (19:94)” menunjukkan hubungan yang erat bahwa al-Qur’an dan pengetahuan fisika dan matematika sangat berkaitan, baik yang modern maupun klasik.

Tetapan universal segala sesuatu diinformasikan oleh Allah dalam konstruksi surat QS 48:23 sebagai suatu sunnatullah yang tetap (lihat uraian sebelumnya).

Konstruksi Umul Kitab yaitu Al-Fatihah adalah konstruksi optimum semua maujud makhluk yaitu 1x6 (atau cerminannya sebagai 3x2x1, 6x1) sebagai bangunan dengan geometri seperti penampang sarang tawon (segi enam) sebagai struktur yang paling optimum di alam semesta (QS 16, QS 29:41). QS 29:41 sendiri menunjukkan konsepsi ruang jagat raya yang dikiaskan Allah sebagai sarang laba-laba yang lemah menunjukkan konsepsi fundamental “superspace” alam semesta global sebagai al-Aalamin.

Konsepsi waktu dan periodesasinya dinyatakan dalam Qs 17:12.

Konsepsi kesadaran atas diri manusia dinyatakan dalam Qs Al Ashr (QS 103).

Dengan demikian alam semesta menurut al-Qur’an adalah : kontinuum kesadaran-ruang-waktu bukan sekesar kontinuum ruang-waktu belaka seperti yang diyakini saat ini oleh pengetahuan manusia dengan dasar filsafat materialisme-atheisme. Karena kesadaran manusia melibatkan Iqra dan Penyucian Jiwa yaitu qolbu maka konsepsi alam semesta adalah konsepsi yang lebih utuh sebagai KKRW Kontinuum Kesadaran-Ruang-Waktu.

Dan beberapa surat dan ayat lainnya.

Fakta demikian tentunya tidak bisa diabaikan begitu saja oleh Umat Islam karena “semua itu bagian dari Pengetahuan Allah”. Mengabaikan fakta demikian sama saja kita seperti Ablasa yang tidak memahami Sifat-Sifat Allah Yang Maha Berilmu. Demikian juga penegasan Allah bahwa Dia “menurunkan al-Qur’an dalam Bahasa Arab supaya manusia berpikir (QS 43:3)” mengisyaratkan bahwa bahasa Arab sebenarnya mempunyai pengertian tri-lateral :

huruf/kata/makna (bahasa),

numerik (bilangan)-matematik (bilangan), dan

simbolis geometrik, baik individual maupun dari huruf dan bilangan

ketiganya merupakan bagian dari cara untuk memahami al-Qur’an yang lebih utuh karena al-Qur’an dikonstruksi baik “isi” maupun “sistematisasi kodefikasinya” oleh Allah dengan bahasa Arab yang memiliki konsep pemahaman tri-lateral (3 arah, dengan demikian terdapat 3x3=9 jalur pengetahuan sebagai jaringan neural) sebagai maujud dari 3 Ism Agung-Nya yang menjadi kalimat Basmalah. Dari pemahaman demikian akan terungkap suatu fakta yang eksak berupa Pengetahuan Ilahiyah bahwa al-Qur’an adalah Kitab Tentang Segala Sesuatu, sebagai pedoman manusia, sebagai catatan sejarah alam semesta dari awal sampai akhir, dan dikonstruksi sedemikian rupa oleh Allah dengan suatu konsep yang utuh terintegrasi dan masif seperti sifat-sifat Allah yang memiliki Ahadiyyah dan Ash-Shamadiyyah Dzat yang tidak habis bagi (QS 112:1-2).
Demikianlah pengetahuan manusia telah berkembang dari apa yang dihamparkan oleh Allah sebagai penampakkan Asma & Sifat, Af’al-Nya dan semua itu akhirnya menjadi instrumentasi untuk memahami kitab suci al-Qur’an sekiranya kita mau membuka cara berpikir kita dengan apa yang sudah disarankan oleh Allah yaitu dengan “IQRA” yang benar dengan panduan “Basmalah” (QS 96:1-5) dan dengan kekuatan makrifatullah berupa penyucian jiwa (Qs 91:9-10) agar kebenaran tentang al-Qur’an adalah kebenaran dari al-Haqq sebagai satu-satunya kitab suci dari Allah yang pernah diturunkan karena Dialah “Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Dhahir dan Yang batin, dan Dia Maha Mengetahui Segala Sesuatu” (QS 57:3).

9. Penafsiran Al Qur’an dan al-Munasabah

Ilmu yang menelusuri seluk beluk penempatan surat dan ayat al-Qur’an disebut sebagai ilmu munasabah. Yang intinya adalah menjawab pertanyaan “Mengapa ayat dan surat itu ditempatkan setelah ayat atau surat ini?”.
Kebutuhan atas munculnya pertanyaan diatas nampaknya memang muncul dari struktur al-Qur’an yang tidak linier baik dari segi isi maupun penomoran surat dan ayatnya, meskipun sebenarnya terdapat kaitan yang erat antara nomor surat dan ayat dengan hubungan matriks 2x2 sebagai hubungan tri-lateral (yaitu horisontal, vertikal dan diagonal). Dengan demikian, nampaknya apa yang difirmankan oleh Allah sebagai al-Qur’an terkait langsung dengan struktur bahasa Arab itu sendiri seperti tersirat dalam QS 43:3. Jadi ada tiga aspek penting yang harus ditinjau untuk memahami al-Qur’an secara totalitas yaitu kebahasaan, bilangan dan geometri.
Dalam menafsirkan al-Qur’an, nampaknya sejauh ini hanya huruf dan makna saja yang banyak diulas oleh para ulama karena memang merupakan cara komunikasi kita sehari-hari yang mudah dipahami secara lahiriah. Para ahli mengabaikan aspek penting yang lebih akurat yaitu bilangan dan geometri bentuk, padahal dengan tambahan 2 parameter ini, sebenarnya dapat digali pemahaman paling mendasar dan utuh, selain lebih universal dan bersifat pasti sebagai suatu sunnatullah yang tetap yaitu dengan menggunakan 2 parameter lainnya.
Geometri dan bilangan akan melibatkan konsepsi operasinya mulai dari unifikasi, pemisahan, jumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian dan perpangkatan; sedangkan konsepsi geometris akan melibatkan bentuk titik, garis, bidang, sampai bentuk tiga dimensi yang lebih nyata. Dalam pengertian geometris maka bentuk bidang merupakan bentuk 2 dimensi yang dibangun dari 3 garis saling berpotongan yaitu segitiga, maka benda 3 dimensi secara mendasar diaktualkan karena komposisi 3 ruas trilateral yang membangun konstruksi 12 bidang permukaan dengan 30 titik temu sebagai titik temu optimum dan paling elementer. Demikian juga dalam pemahaman yang utuh maka pengetahuan yang berasal dari al-Qur’an dapat kita gali lebih mendalam kalau kita kaitkan dengan 3 arah pemahaman atau sintesis trilateral : bahasa, bilangan dan geometri.
Sejarah al-Qur’an yang banyak dikaji mufasir menyimpulkan bahwa al-Qur’an dan sistematikanya diterima apa adanya seusai dengan wahyu yang diterima oleh Nabi SAW (lihat buku M. Quraish Syihab “Membumikan Al Qur’an”). Bahkan dalam pewahyuannya kepada Nabi Muhammad, menurut para ahli dapat dibagi menjadi beberapa periode yaitu Mekkah dan Medinah. Namun, dalam setiap turunnya wahyu, semua itu dicatat oleh Rasulullah SAW dan nampaknya pencatatan demikian terkait juga dengan kodefikasi penomoran juz, surat dan ayatnya. Kalau tidak demikian, maka penomoran al-Qur’an menyangkut suatu pengetahuan tertinggi yang diterima oleh Nabi Muhammad Saw sebagai Pengetahuan Ilahiyah yang mencakup masa lalu, masa kini, dan masa depan karena konstruksi al-Qur’an menyiratkan hal yang demikian, baik dari segi isi , maupun kodefikasi penomorannya.
Sifat isi yang tidak linier menyirat kaitan-kaitan isi al-Qur’an satu sama lain sebagai suatu mekanisme yang rumit dan kompleks. Saya cenderung mengatakannya sebagai suatu jaringan neural dari apa yang menjadi Pengetahuan Allah yang disampaikan kepada Nabi untuk kepentingan Umat manusia. Jadi apa yang disampaikan didalam al-Qur’an melulu bukan kepentingan Allah, namun kepentingan bagi manusia untuk kembali kepada-Nya dengan selamat yaitu melalui Shiraatal Mustaqiim yang tidak lain adalah menauhidkan Allah sebagai Tuhan Yang Maha Esa dengan ampunan dan tobat, dan mengikuti apa yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW sebagai Utusan Allah yaitu orang yang diberi nikmat. Ketika saya menuliskan beberapa konsep dasar saling hubungan antara bahasa, bilangan dan geometri, saya tidak memahami ilmu munasabah, karena bukan spesialis di bidang itu. Namun, dengan adanya bidang kajian munasabah ini barangkali kajian yang saya lakukan akan bersingggungan dengan ilmu munasabah. Sedikit banyak, tersingkapnya pengertian-pengertian yang tersirat dalam beberapa surat yang berkaitan dengan penciptaan dan prosesnya menyangkut aspek posisitioning dari firman-firman Tuhan itu sendiri. Namun, hal ini jangan dimaknai yang mana duluan yang difirmankan, karena kalau kita di posisi Allah, atau memandang dari dalam Diri-Nya sebagai makhluk yang tercelup dalam Shibghatallaahi (QS 2:138) maka tidak ada relevansinya mengatakan mana duluan. Semuanya nyaris berbarengan kalau boleh saya katakan demikian. Hal ini ibarat Anda menggelontorkan sekardus jigsaw puzzle mainan anak-anak sekaligus diatas lantai. Acak-acakan dan tidak linier, namun masih bisa tersusun dengan menggunakan kaidah logis yang saya sebut suatu proses penciptaan. Meskipun, istilah “proses” juga kurang tepat, namun sebagai makhluk di alam relatif mau tak mau kita menggunakan kaidah kebahasaan kita sendiri yang relatif untuk memahami adanya suatu kehendak Allah untuk menciptakan makhluk.
Hal ini berbeda dengan pewahyuan kepada Nabi Muhammad SAW, maka proses kronologi turunnya wahyu dapat kita telaah dengan baik, meskipun pada akhirnya al-Qur’an tidak disusun sebagai suatu urutan kronologis, namun lebih cenderung kepada uraian konsepsi “apa sih maksudnya Allah menciptakan makhluk?”. Inilah kunci pemahaman fundamental untuk memahami kenapa satu surat yang meskinya berurutan menjadi dipisah-pisahkan dan tidak linier bahkan cenderung kalau dipetakan menjadi suatu neural network.
Saya tidak tahu sebab yang pasti, namun yang dapat saya simpulkan sejauh ini adalah “itulah ciri penguraian dari sisi Allah” yang kurang dipengaruhi pengertian ruang-waktu relatif untuk menjaga kesucian Kitab Suci Al Qur’an yang memiliki nilai Keabadian sebagai Wahyu Allah bagi manusia. Allah memang sudah mengetahui bahwa al-Qur’an akan dikaji oleh semua kalangan baik yang Islam maupun bukan, sehingga penafsiran dan pemahaman yang utuh dan benar hanya berasal dari Umat Islam itu sendiri bukan dari orang lain (misalnya orientalis).
Boleh jadi konsepsi pengetahuan yang dirancang manusia dapat menjelaskan al-Qur’an dengan “cara yang dia yakini benar sebagai manusia yang menggunakan suatu metode tertentu”, namun hakikat kebenaran bukan sekedar analisis penguraian menjadi “pengetahuan relatif”. Hakikat kebenaran al-Qur’an akan tersingkap oleh manusia yang beragama Islam (dalam hal ini pengetahuan atau instrumen pengetahuan yang digunakannya boleh jadi diambil dari semua kalangan berupa ilmu pengetahuan dan teknologi) dan tahu bagaimana seharusnya memahami al-Qur’an baik sebagai Kitab Suci maupun Kitab tentang segala sesuatu, yaitu mereka yang menerapkan nilai-nilai al-Qur’an kepada dirinya sendiri dan menjadi abidin dan muslimun, yang mempunyai kecerdasan Iqra (QS 96:1-5) dan penyucian jiwa (Qs 91:9-10), dan tentu saja mengimani Nabi Muhammad SAW sebagai Utusan Allah dan bukan dari luar Agama Islam. Sehingga secara konseptual, manusia yang mampu menginternalkan al-Qur’an sebagai sistem operasi dirinya sebagai yang berjasad dan berjiwa yang tersirat dalam QS 9:128-129 sebagai konsepsi al-Insan al-Kamil dengan rujukan utama Nabi Muhammad SAW.
Dan dari sini manusia kemudian mulai menggalinya menjadi berbagai format pengetahuan baik yang sifatnya peribadahan maupun hubungannya dengan makhluk lainnya dan Tuhannya. Salah satu syarat untuk memahami hal ini ternyata suatu syarat yang sederhana yaitu “berendah hatilah di hadapan Allah” dengan qolbu dan iqra yang benar untuk memahami firman-firman-Nya karena firman-firman itu muncul dari keikhlasan Allah dengan permadani maghfirah, dan limpahan rahmat dan kasih sayang-Nya untuk memperkenalkan Diri-Nya bahwa Dia adalah Allah Yang Esa, Tuhan Sermesta Alam. Artinya, kepada Umat Islam yang berendah hati di hadapan Allah lah, maka Allah akan menyingkapkan Pengetahuan –Nya yang sudah dijadikan-Nya sebagai suatu sunnatullah yang tetap yakni Kitab Suci Al Qur’an.
Saya tidak meyakini bahwa semua pengetahuan manusia sebagai hasil ijtihad akalnya atau konsensus menjadi suatu pengetahuan yang mutlak benar. Semuanya bisa berubah total dan runtuh bilamana ada suatu pengetahuan lain yang jauh lebih meyakinkan untuk menyingkap hakikat sesuatu. Dalam hal ini, karena al-Qur’an memiliki sumber dari Pengetahuan Mutlak, maka apa yang disampaikan al-Qur’an adalah kebenaran sejak awal dan akhir alam semesta. Yang berarti Al Qur’an lah Ummul Kitab dan Satu-satu-Nya kitab suci sejak Allah berkehendak untuk menciptakan yang mencakup Awal dan Akhir. Kitab samawi lainnya yang pernah ada adalah serpihan dari Ummul Kitab yaitu al-Qur’an yang terjaga kebenaran dan kesuciannya, dalam setiap zaman, sampai Allah menetapkan kapan mawar merah al-Haqqah muncul lagi membelah langit alias Hari Kiamat. Oleh karena itu, Umat Islam mengimani kitab suci Allah yang pernah turun, namun dalam sejarahnya terdistorsi oleh kepentingan segelintir oknum baik individual atau kelompok yang membengkokkan risalah Wahyu Ilahi menjadi kepentingan untuk kekuasaan politik maupun keagamaan atau katakan saja kepentingan duniawi yang tak lain adalah instrumen tipu daya Sang Iblis (filsafat materialisme, hedonisme, sekularisme, atheisme, dan isme lain-lainnya).
Apa yang disampaikan al-Qur’an, baik secara umum maupun khusus menyangkut alam semesta, masyarakat, peradaban, dan manusia secara individual, sejak manusia lahir sampai mati dan kembali kepada Allah, maka semua itu suatu kebenaran yang bersifat mutlak. Hanya, penguraiannya bagi kepentingan manusia dengan kemampuan yang beragam memerlukan suatu cara penyampaian yang tepat sesuai zamannya atau ruang-waktunya, sehingga hal ini atau cara penyampaian dan instrumen pengetahuan relatif yang digunakannya boleh jadi berubah drastis. Termasuk disini penafsiran al-Qur’an pun bisa berubah atau berkembang sesuai zamannya. Artinya, tidak relevan kalau kita merujuk ruang-waktu zaman Nabi untuk Zaman sekarang, hal itu melanggar prinsip yang menjadi sunnatullah Allah yang tetap yaitu keselarasan dengan kehendak Allah.
Namun, substansi dari apa yang terdapat di dalam al-Qur’an adalah kebenaran yang bersifat mutlak karena menyangkut aspek-aspek elementer dari hubungan Tuhan, manusia dan alam semesta, sehingga ia berkembang mengikuti zamannya tanpa kelonggaran atau keringanan apapun, karena sangat elementer dan pasti terjadi. Dan demikian, kesahihan al-Qur’an Musaf Utsmani sebagai Mushaf Asli Nabi Muhammad SAW tak bisa diubah karena menyangkut aspek-aspek elementer antara manusia, alam semesta dan Tuhan. Sekali aspek elementer dilanggar misalnya shalat wajib 5 waktu menjadi 6 waktu, atau satu ayat ditambahkan dan diubah tanda kalimatnya diubah, maka semuanya akan runtuh. Artinya, sama saja kita tidak beriman dan tidak mempercayai al-Qur’an sebagai satu-satunya Kitab Wahyu dari Allah sejak Dentuman Besar (Big bang) sampai saat ini. Dan dengan demikian, memang sangat penting mempertahankan al-Qur’an dalam bahasa Arab yang asli karena bahasa Arab mempunyai keunikan yang tidak dapat ditemui dalam bahasa apapun (catatan: Meskipun demikian, tidak tertutup kemungkinannya bahwa atas kehendak dan hidayah Allah seseorang yang tidak bisa memahami bahasa Arab dengan sempurna dapat memahaminya. Dalam hal ini saya sebenarnya mempunyai hipotesis yang perlu dibuktikan oleh semua Umat Islam bahwa al-Qur’an sebenarnya sudah ter-install sejak awal mula didalam esensi diri kita yang termurnikan. Katakanlah semacam sistem operasi manusia langsung dari Allah. Dan itu akan tersingkap atau teraktifkan bila kita mampu menerapkan ikhlas dengan benar dengan kunci Iqra dan penyucian jiwa sebagai kunci-kunci makrifatullah. Ketika hal ini berhasil dilakukan, Insya Allah membaca dan memahami al-Qur’an bagaikan membaca Diari Ilahi atau seperti Catatan Harian Rabbul Aalamin”), dan ia menjadi bahasa induk dari semua peradaban yaitu bilangan 0123456789 dan huruf alfabet dengan pemahaman tri-lateral (dalam pengertian bahasa, bilangan dan geometri) yang mencakup 46 arah pemahaman ilmu pengetahuan yang saling terkait sebagai neural network.
(Dalam kontek al-Qur’an dari arah bahasa diperoleh 6x6=36 pemahaman saling terkait yaitu tanda baca, huruf, kata, kalimat, ayat, dan surat; dari segi bilangan terkait pemahaman 3x3=9 arah pemahaman yaitu nomor juz, surat dan ayat; dari geometri hanya terkait satu bentuk dasar sebagai unifikasi 3 Ism Agung yaitu bentuk segitiga Allah, Ar-Rahmaan, ar-Rahiim yang membangun kalimat Basmalah sebagai kondisi awal dan akhir dalam keseimbangan; totalnya 36+9+1=46 yang dikenal sebagai 46 ilmu kenabian).
Karena keunikan dan komposisi al-Qur’an maka saya simpulkan bahwa Mushaf Utsmani adalah mushaf al-Qur’an yang dipersiapkan oleh Allah dan rasulnya Nabi Muhammad SAW sejak awal mula, yaitu dengan menggunakan suatu kodefikasi yang sahih. Dan boleh jadi konsepsi penyusunan al-Qur’an menjadi suatu pengetahuan yang diterima “as is” apa adanya sejak semula. Komposisi tersebut tidak sekedar nomor juz, surat dan ayat, namun dalam penyusunan bentuk kitab, apa yang tersirat dalam setiap halaman , penomoran halaman, dan jumlah baris serta kodefikasi lainnya mestinya sangat akurat dan mengikuti apa yang sudah diterima oleh Nabi Muhammad SAW sebagai Wahyu Ilahi.

Dekaplah al-Qur'an dan as-Sunnah dengan erat,
bukalah dan bacalah dengan Iqra dan Qolbu yang jernih,
engkau akan dapati rahasia-rahasia dari catatan harian-Ku.
Disitu,
akan engkau temui tentang dirimu dan Aku,
sebagai Allah, Yang Maha Esa.
Sebagai Raabul Aalamin,
dan sebagai Kemahaagungan dan Kemahaindahan
dari semua Kehendak-Ku.
Engkau adalah bayangan kesempurnaan-Ku,
yang Ku-ciptakan dengan rahmat dan cinta-Ku,
dengan hamparan permadani maghfirah,
yang akan menuntunmu kembali kepada-Ku.
Maka,
kenapakah engkau lupakan dan sia-siakan
pedoman yang menjadi Dzikra Lil Aalamin?
Pedoman yang menjadi penuntunmu memasuki Shirathaal Mustaqiim?
Pedoman yang menjadi Rahmaatan Lil Aalamin?
Belum cukupkah bukti-bukti yang kuhamparkan sebagai Arsy-Ku dan dirimu sendiri?
Belum cukupkah bukti-bukti yang Ku-singkapkan kepada hamba-hamba-Ku yang Ku-kehendaki untuk mengingkapkan-Nya?
Apakah engkau menunggu mawar merah al-Haqqah memancarkan kilapan minyaknya?
Ketahuilah, ketika kepastian itu terjadi,
maka permadani maghfirah-Ku sudah Ku-gulung,
yang tersisa adalah rasa takut dan penyesalan yang mendera
karena kebodohan Ablasa yang engkau pelihara.
Kembalilah pada-Ku,
dengan ridha-Ku,
dalam naungan rahmat-Ku.
Segala puja dan puji hanya patut dipersembahkan kepada Allah semata, Tuhan Semesta Alam.
Jakarta, 7-4-2007
Revisi ke-3, 22-4-2005
Revisi ke-4, 25-4-2005
Atmonadi
Komukasi personal by e-mail : atmoon.geo@yahoo.com
Pendiri situs myQuran.com, penulis risalah online (e-book) “Kun fa Yakuun : mengenal Diri, mengenal Ilahi” (free download release 1 : http://www.myquran.org/doc/kunfayakuun atau http://kunfayakuun.getwo.com )
Referensi :

1. Al Qur’an Terjemahan Departemen Agama, 1984

2. Al Qur’an Terjemah Indonesia, PT Sari Agung, Cetakan ke-13, 1999

3. HB Yassin, “Al Qur’an Bacaan Mulia”, Yalco Jaya, Cetakan ke-4, 2002

4. Atmonadi, “Kun Fa Yakuun : Mengenal Diri, Mengenal Ilahi”, e-Book release 4, 2004-2005, free down load (r-1), http://www.myquran.org/doc/kunfayakuun

5. _______, “Prima Kausa”, release 1, 2005

6. _______, “Matematika Tauhid (Draft)”, 2005

7. _______, “Catatan Harian Rabbul Aalamin : Kronik-kronik Penciptaan (Draft)”, 2005

8. _______, “ar-Rahmaan Yang Mengajarkan al-Qur’an : Dibalik huruf-huruf rahasia 29 surat fawatih (draft), 2005

9. _______ , “Alif Sampai Ya”, release 1 (distribusi kalangan terbatas)

Analisis Konstruksi al-Qur’an
Mushaf Utsmani Asli”


Risalah Kajian Otentifikasi Al Qur’an ke-2
Risalah Mawas Diri

















Hak Penciptaaan Hanya Milik Allah semata “
Distribusikan secara bebas untuk kepentingan Umat Islam
2005-2057 adalah era tegaknya Cahaya Pemurnian Tauhid
Ulasan Karakteristik Mushaf Utsmani asli :
Menurut Luqman AQ Sumabrata, mengenai Mushaf Utsmani asli seluruh mushaf al-Qur’an yang baku saat ini adalah Mushaf Utsmani, tetapi konstruksi rincinya mungkin berbeda, meskipun ayat-ayatnya, surah dan juz tidak berbeda. Menurut penelitian Lukman AQ Sumabrata, mushaf asli mempunyai ciri sebagai berikut :

1. Terdiri dari 484 halaman, yaitu dari halaman 2 sampai 485.

2. Setiap juz dimulai pada awal halaman ganjil, kecuali Juz-1 yang dimulai dari halaman 2.

3. Setiap juz mengandung 16 halaman, kecuali juz-1 dan juz-30 yang masing-masing terdiri dari 15 dan 21 halaman.

4. Setiap halaman hanya mengandung 18 baris, ayat dan non-ayat, kecuali halaman-2, halaman-3 dan halaman 485 yang masing-masing terdiri dari 7, 7 dan 19 baris, ayat non-ayat.

5. Setiap halaman berawal dengan permulaan ayat dan berakhir dengan akhir ayat, kecuali halaman 484, dimana ayat ke-4 surat al-Lahab bersambung dari halaman 484 ke halaman 485.

6. Jumlah ruku ada 558, termasuk 1 ruku dalam surat al-Fatihah.

7. Basmalah bukan ayat, namun payung semua surat, kecuali surat at-Taubah (9). Konstruksi demikian berlaku juga bagi surat al-Fatihah. Meskipun demikian jumlah ayat al-Fatihah tetap 7 bukan 6 karena ayat ke-7 dimulai dari kata “Ghairil”. Jadi dalam surat ke-7 sebenarnya terdapat 2 ayat.

8. Jumlah ayat ada 6236, mungkin sedikit berbeda antara mushaf karena ada ayat yang terpisah menjadi 2, mungkin untuk memudahkan tafsir.

9. Yang disebut Ummul Kitab adalah surat al-Fatihah dengan 4 ayat pertama surat al-Baqarah (surat ke-2), masing-masing di halaman-2 dan halaman-3 yang berhadapan, seperti kitab mini.
Referensi untuk informasi mushaf Utsmani asli dikutip dari buku Dr. Hidayat Nataatmadja, “Intelijensi Spiritual”, Perenial Press 2001, halaman 15.
Komentar Atas Konstruksi Mushaft Utsmani
Secara umum komentar berikut saya terapkan item per item dari 9 item yang saya kutip berdasarkan kesimpulan Luqman AQ Sumabrata atas Mushaf Utsmani asli :
Komentar Item Ke-1
Kalau al-Qur’an mushaf asli kita tangkupkan atau pertemukan halaman depan dengan belakangnya maka diperoleh bilangan 2485. Nilai ini merupakan jumlah dari 70 nilai orbital kealamaan menurut al-Qur’an yaitu konsep sistem alam semesta sebagai al-Aalamin atau 7 langit bumi, sesuai dengan konsepsi firman “Alif Laam Mim”. Kalau kita akumulasikan 1+2+3…+70=2485. Jadi dengan konsep demikian nampaknya penyusunan al-Qur’an khususnya jumlah halamannya terkait dengan isi al-Qur’an secara keseluruhan, yaitu konsepsi kontinuum kesadaran diri-ruang-waktu yang merupakan lingkaran konsentris seusai dengan teori kuantum abad modern yang dikembangkan oleh Niels Bohr dan Rutherford (atom hidrogen dengan bentuk lingkaran bulat sempurna).
Didalam al-Qur’an konsep tatanan alam semesta sebagai ruang, seperti diulas di risalah ini tersirat dalam Qs 29:1, sebagai Alif Laam Mim, dengan perinciannya terdapat dalam QS 29:41 dimana dikiaskan bahwa konstruksi sistem kealaman baik makro maupun mikro adalah sistem kealaman dengan perbandingan 29:41. 29 adalah tatanan alam yang ghaib, sedangkan 41 adalah tatanan alam yang nyata. Masing-masing tatanan orbital langit, mempunyai 1000 tabir energi yang dikiaskan oleh al-Qur’an dalam surat as-Sajdah Qs 32:5 dimana dikatakan bahwa sehari setara dengan seribu tahun.



Pengertian tahun sebenarnya merujuk kepada periode, sehingga kalau dibandingkan dengan surat al-Hajj 22:47 dimana dikatakan sehari disisi Tuhan sama dengan 1000 tahun maka yang dimaksudkan oleh kedua ayat tersebut, dan 1 ayat lainnya yaitu surat al-Maarij QS 70:4 yang menyatakan sehari=50.000, yang dimaksud tahun sebenarnya menunjukkan kesebandingan antara satu frekuensi sebagai tabir energi dengan frekuensi lainnya. Dalam konteks teori spektrum frekuensi yang dikembangkan oleh Niel Bohr dan Balmer di awal abad ke-20 maka hal ini menunjukkan adanya konsep fisika modern yang akhirnya dikembangkan menjadi efek Doppler untuk menghitung ekspansi (perluasan) alam semesta oleh Edwin Hubble di bidang astronomi saat ini. Al Qur’an tidak asing dengan konsep perluasan langit, hal ini dapat kita temui dalam QS 51:47 :
Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya.

Dalam uraian yang lebih lengkap, al-Qur’an juga mengungkapkan suatu konsep penting bahwa ada keterkaitan antara alam dengan hukum-hukumnya masing-masing.

Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. (Qs 41:12)

Ungkapan “dua masa” merujuk pada masa terbentuknya 6 langit bumi yang gaib yang tak lain adalah uraian 29 fawatih yaitu dalam Qs 29:41 sebagai angka 29.
Masa kedua adalah pembentukan sistem jagat raya fisikal termasuk galaksi Bimasakti dan sistem Tatasurya langit-bumi sebagai langit bumi ke-7. Dalam risalah “Kun Fa Yakuun” dengan uraian yang lebih jauh akhirnya saya simpulkan bahwa masa kedua sebenarnya mencakup perbandingan 41 dari masing-masing 1000 tabir atau 41000. Kalau kita tuliskan dalam bentuk usia alam semesta dengan menggunakan QS as-Sajdah ayat 5, kita peroleh estimasi usia alam semesta fisikal sekitar 365x1000x41.000=14,965 milyar tahun.
Gambar berikut mengilustrasikan konsep penciptaan 7 langit bumi dengan 2 masa

Kisaran perkiraan para astronom modern dengan menggunakan peralatan ultra modern seperti teleskop astronomis Hubble memberikan kisaran usia alam semesta antara 12 sampai 18 milyar tahun. Ajaibnya al-Qur’an dengan perhitungan QS 29:41 dan QS 32:5 diperoleh kisaran yang mendekati angka rata-rata 15 milyar tahun. Teori fisika modern menaksir bahwa Big Bang atau ledakan purba awal mula yang membangun alam semesta terjadi dalam orde t=10-34 sampai t=10-43 detik, sedangkan al-Qur’an dengan orde 41 mengambil nilai 10-41 detik, suatu taksiran yang tidak begitu berbeda dengan taksiran para ilmuwan. Dengan demikian, masa pertama menurut al-Qur’an mencakup suatu kisaran waktu yang jauh lebih keciiil lagi yaitu dalam orde t=10-42 sampai t=10-70 detik. Dan masa kedua tidak lain dari t=10-41 detik sampai t=14,965 milyar tahun yaitu waktu masa kini.
Ungkapan “Dia mewahyukan tiap-tiap langit urusannya” berhubungan dengan perbedaan hukum-hukum alam atau hukum-hukum fisika. Fisika modern mengenalnya sebagai teori relativitas Einstein sebagai perluasan hukum-hukum Newton di alam nyata dan fisikal dan teori kuantum sebagai hukum-hukum alam materi elementer atau dunia kuantum. Namun, sejauh ini para fisikawan belum mampu mempertemukan kedua teori fisika tersebut karena dilupakannya penghubung antara alam yang relatif gaib dan nyata yaitu manusia. Dalam hal ini qolbunya atau sistem ruhaniahnya yang mampu mencerap yang lahir dan yang batin. Walhasil, sebenarnya terdapat suatu kaitan erat antara alam yang nyata atau lahir dengan alam yang gaib yang akhirnya mempertemukan konsepsi universal bagaimanakan manusia mengenal Penciptanya, yaitu Allah sebagai Tuhan Yang Maha Esa.
Ungkapan terakhir dimana Allah berfirman mengatakan dihiasinya langit dengan bintang tidak lain adalah sistem alam semesta fisikal kita, khususnya sistem galaksi Bima Sakti dan tetangga galaksi lainnya yang telah terbukti oleh pengetahuan modern sekitar 200 milyar lebih.
Dalam konteks al-Qur’an kesebandingan antar alam yang saling bertautan dengan hukum-hukumnya masing-masing, sebenarnya menunjukkan pengertian tetapan langit bumi dengan rujukan yang tidak tergantung pada konsepsi ruang-waktu, namun merujuk langsung kepada esensi jiwa manusia atau qolbu. Dengan kenyataan demikian maka berlakulah bahwa setiap lapisan orbit qolbu dengan model teori kuantum qolbu akan berkaitan dengan setiap titik dialam semesta jamak atau Aalamin. Dalam hal ini, sebuah titik di alam semesta fisikal yang kita kenal saat ini tak lain adalah sebuah titik qolbu atau sebagai Arasy Allah.
Dari pengertian fisika modern tersebut, maka kesebandingan untuk setiap tatanan orbital adalah koefisien dengan faktor 1000, sedangkan total untuk 70 tatanan orbital 7 langit bumi menjadi 70.000 tabir energi. Sebuah hadis sudah lama menyiratkan hal ini dimana dikatakan bahwa jarak antara Allah dan makhluk adalah 70.000 tabir. Dalam hal ini keselarasan pengertian tabir atau hijab yang dimaksud dalam hadis atau ayat yang menyiratkan hal itu adalah tabir energi sebagai suatu ketentuan Allah yang terukur dalam menciptakan makhluk-Nya yaitu “konsep kuantifikasi kuantum:” dalam QS 54:49 “Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.”; dan QS 15:21 “Dan tidak ada sesuatu pun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya; dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu.”, sebagai konsekuensi logis dari ditempatkannya makhluk dalam suatu kontinuum kesadaran diri-ruang-waktu yang terbatas (tidak kekal dan bersifat baru).
Teori kuantum sendiri bukan hal yang aneh kalau kita tinjau surat al-Fathir ayat pertama dengan seksama (Qs 35:1),

Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Qs 35:1)

Banyak yang secara lahiriah memaknai sayap seperti layaknya sayap burung, namun dalam konteks yang selaras dengan pengertian QS 54:49 dan Qs 15:21, serta konsep keseimbangan dalam QS 67:3, maka yang dimaksud sayap adalah proses perubahan energetis yang menyatakan berubahnya potensi dari malaikat atau entitas makhluk yang dimaksudkan oleh Allah dalam QS 35:1.
Pernyataan demikian nampaknya digunakan juga oleh ulama Thabathabai seperti dikutip M. Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah jilid 11 ketika menafsirkan ayat ini. Perubahan tingkat energi dalam bahasa kekinian adalah perubahan frekuensi yang terdapat dalam spektrum frekuensi unsur-unsur atomis. Formulasinya pertama kali digunakan oleh seorang guru SMP asal Swiss satu setengah abad yang lalu ketika memformulasikan spektrum frekuensi Hidrogen, kemudian dikembangkan oleh Nielh Bohr bapak teori kuantum, dengan mengaitkannya dengan ketetapan universal PI=3,142857…, kecepatan cahaya, dan tetapan Planck.
Hasilnya adalah suatu kesebandingan antara frekuensi yang mengikuti aturan kelipatan bilangan bulat kuantum yaitu n=2,3,4,5…..n=1 disebut kondisi stasioner atomis dimana suatu partikel elementer misalnya elektron tidak mampu kemana-mana lagi, berhenti hanya sampai di n=1 kecuali ada gangguan dari luar. Kondisi n=2 sebagai awal perhitungan kuantum dalam al-Qur’an disebut Qabaa Qausaini (Qs 53;49) yaitu batas musyahadah makhluk yaitu saat Nabi Muhammad SAW melakukan mi’raj dan dalam kondisi kuantum “jasad dan ruh” yang dikatakan sejarak 2 ujung busur anak panah, yang tak lain n=2 kalau kita gunakan pengertian teori kuantum.
Secara umum formulasi spektrum frekuensi adalah :

Frekuensi, v=R(1/no2-1/n2)

Dimana v adalah frekuensi sebagai beda potensi energi antara lintasan orbital no dengan yang lebih besar n, kalau kita terapkan no=1 seperti tersirat dalam Qs 35:1 yang tidak menyebutkan malaikat bersayap satu, maka n=2,3,4,5….R adalah suatu tetapan yang berkaitan dengan kualitas kehidupan makhluk yang terdapat dalam orbital yang dimaksud yaitu tetapan Ridberg dengan nilai = 1,097x107/m (jangan kaget kalau saya jumlahkan 1+0+9+7=17 sebagai nomor surat al-Isra ayat pertama dan angka 7 yang menjadi pangkat adalah 7 langit bumi yang dimaksud al-Qur’an). Makna tetapan Ridberg sebenarnya terkait erat dengan apa yang tersirat dalam Qs 41:12 sebagai hukum-hukum alam yang saling bertautan dengan suatu sistem kehidupan di masing-masing alam tersebut.
Kenapa demikian? Karena tetapan Ridberg menunjukkan tetapan kehidupan yang berkaitan dengan dimensi kesadaran diri makhluk yaitu massa suatu entitas makhluk dan muatan elektronnya atau tingkat energetisnya. Tetapan Ridberg inilah yang dielaborasi oleh ilmuwan Jerman Nielh Bohr sehingga diperoleh hubungan teoritis antara tetapan Ridberg dengan tetapan fundamental alam yang utama yaitu massa elektron, muatan elektron, kecepatan cahaya, tetapan Planck sebagai tetapan yang berkaitan dengan eksistensi kehidupan, dan PI=22/7. Aslinya tetapan R adalah hasil eksperimental dari percobaan spektrum frekuensi unsur Hidrogen di laboratorium. Formulasinya menurut teori kuantum Bohr menjadi :
R = e4.m.2.PI2/h3.c

Suatu gambaran yang pasti tentang apa yang dimaksudkan sebagai malaikat dalam QS 35:1 adalah adanya partikel-partikel mediator yang menjadi penaut antara hukum-hukum alam disetiap tatanan langit bumi yang 7, suatu ungkapan yang juga tidak asing dalam ayat-ayat kauniyah al-Qur’an seperti diulas diatas. Partikel mediator tersebut dalam bahasa fisika modern antara lain foton cahaya (mengikat elektron kedalam inti atom), gluon (mengikat quark menjadi inti atom), meson (mengikat netron kedalm inti), graviton (penyebab gravitasi yang masih gaib), dan beberapa partikel fundamental lainnya.
Setiap tatanan yang saya katakan dalam bahasa teori kuantum dengan gambaran sebuah lingkaran dengan orbit ke-1 (n=1) adalah pusat lingkaran mengikuti suatu aturan baku yaitu 1:2:4:6:7. Dalam teori matematika, perbandingan demikian merujuk pada suatu perbandingan matematis yang tidak habis bagi dimana kalau kita gambarkan maka rasio antara garis yang menyinggung lingkaran terdalam dan lingkaran luar akan mempunyai perbandingan optimum sebagai golden rasio keseimbangan yaitu nilai irrasional sebagai PHI=1,61803 39887 49894 84820….(tidak habis bagi dan disebut bilangan irrasional karena benar-benar tidak bisa dinyatakan).




Darimana hitungan ini diperoleh? Tentunya kita harus percaya bahwa ada Pengetahuan Ilahiah yang berperan disini. Kendati matematika dan geometri sudah dikenal sejak bangsa Mesir membangun piramida (jadi jauh sebelum diformalkan oleh orang Yunani sebagai geometri Euclide) pengetahuan geometris sudah dikuasai oleh bangsa Mesir yaitu dalam kurun periode Nabi Idris a.s yang dikenal karena kecerdasan spiritualnya yang tinggi, yang belakangan menurut sementara ahli sejarah mesir didewakan oleh generasi sesudahnya dan menjadi Dewa Osiris, bahkan di Yunani disebut Dewa Hermes (yang menjadi asal kata Hermeunetika) namun hal ini nampaknya bukan suatu dasar yang kuat untuk mengatakan bahwa rujukannya berasal dari Mesir. Kecuali kita percaya bahwa apa yang diperoleh sebagai pengetahuan oleh Nabi Idris a.s adalah Pengetahuan Tuhan atau wahyu yang dimaksudkan bagi manusia spiritual seperti Nabi Muhammad SAW (setidaknya dimasa dulu, dimana peralatan empiris dan pengetahuan empiris masih minim, metode ilmiah masih tidak berkembang, pengetahuan manusia umumnya diekstrak dari perenungan dan tafakkur atau penyucian jiwa; hal yang sama nampaknya dilakukan juga oleh Isaac Newton ketika merumuskan teori-teori fisikanya). Selain itu, menurut penelitian Ali Abdullah Ad-Diffa dalam makalah berjudul “Ilmu Matematika Dalam Peradaban Islam” (lihat buku “Mukjizat al-Qur’an dan As-Sunnah tentang Iptek”, Jilid 2, penerbit GIP 1999), pengetahuan geometri bangsa Yunani yang dikembangkan oleh Euclide baru dikenal bangsa Arab sekitar 136-157 H (754-775 M) ketika bukunya diterjemahkan ke dalam bahasa Arab semasa pemerintahan Khalifah Abbasiah Abu Ja’far al-Manshur. Jadi, sumber dari Yunani pun tentunya masih sangat minim atau boleh dikatakan tidak ada sama sekali di kalangan bangsa Arab yang Ummi.
Apa yang dapat saya simpulkan dari konstruksi al-Qur’an dengan merujuk pada susunan alamnya adalah suatu kepastian dari peran pengetahuan tertinggi dari sumbernya langsung yaitu Wahyu Ilahi karena secara eksak menyangkut suatu pengetahuan paling elementer yang baru bisa diungkapkan oleh ilmu pengetahuan modern pada awal abad ke-20 yaitu teori kuantum dan teori relativitas.

Komentar Item ke-2

Penyusunan ganjil dan genap nampaknya sudah diinformasikan dalam al-Qur’an dengan jelas yaitu dalam QS al-Fajr, QS 89:1-4

Demi fajar, dan malam yang sepuluh, dan yang genap dan yang ganjil, dan malam bila berlalu.

Demikian juga dalam Qs 72:28 dikatakan bagaimana Allah menghitung satu persatu dalam semua penciptaan makhluk-Nya,

Supaya Dia mengetahui, bahwa sesungguhnya rasul-rasul itu telah menyampaikan risalah-risalah Tuhannya, sedang (sebenarnya) ilmu-Nya meliputi apa yang ada pada mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu satu persatu.

Maka penempatan Juz-1 dalam halaman ke-2 nampaknya berkaitan dengan 12 huruf Arab dari kalimat tauhid “Laa Ilaaha iIlaa Allah” yang merupakan tetapan awal mula dari tetapan universal alam semesta dan semua isinya baik yang sifatnya kita pahami sebagai ruhani maupun fisika. Hal ini tersirat juga dalam ayat ke-2 dari QS 89 dengan menyebutkan makna malam ke-10, 10+2=12 (tauhid).
Bandingkan angka-angka nomor surat 89 dengan angka yang sudah diuraikan dalam beberapa temuan al-Qur’an sebagai jumlah total ayat ganjil dan genap ssbb: 6236+6555=12.791; Pisahkan 12 dan 791, lalu pindahkan angka 1 didepan 7 (dengan kata lain susunan angkanya menjadi bentuk melingkar) dan jumlahkan diperoleh 7+1=8, konstruksi akhirnya adalah 12 dan 89. Sedangkan 89 dapat diuraikan menjadi 8x9=72 dan dari 1289 kita gunakan 28 diperoleh nomor ayat 28 dari surat al-Jinn (Qs 72) yaitu 72:28 sebagai “Dia menghitung satu per satu” suatu konsepsi paling fundamental bagaimana Al Qur’an disusun oleh Allah SWT.

Komentar Item ke-3

Item ke-3 yang berhubungan dengan jumlah halaman berkaitan dengan konstruksi alam semesta dengan konstruksi jalin menjalin seperti sarang tawon, atau segienam, atau seperti penampang sarang laba-laba 1x6, yang merupakan tatanan 7 langit bumi dimana 6 langit adalah gaib dan 1 langit bumi , yaitu alam semesta fisik sebagai langit ke-7.
Segi enam diketahui merupakan struktur yang paling efisien dalam menggunakan ruang sehingga antara satu bagian dengan bagian lainnya saling menyambung tanpa celah. Hal ini kemudian diisyaratkan dalam al-Qur’an sebagai QS 16 dan QS 29:41. Konstruksi sarang tawon atau bentuk segienam terdapat dimana-mana mulai sarang tawon, lantai marmer, sampai pesawat tempur siluman F-117A Night Hawk.
Juz 1 dan Juz 30 menunjukkan konfigurasi Alif Laam (31), sedangkan jumlahan halamannya menunjukkan 15+21=36 adalah surat Yaasin (Qs 36) yang merupakan Degup Jantung Kehidupan semua makhluk baik manusia maupun alam semesta. Dengan menggunakan teori kuantum Max Planck kita peroleh gambaran energi yang menghidupkan semua makhluk sbb: Kita gunakan orde waktu yang menghidupkan semua makhluk adalah t=10-70 detik, dimana 70 adalah orde dari tatanan 70 orbital alam (item 1), maka orde waktu terkecil yang memulai kehidupan semua makhluk adalah t=10-70 detik, frekuensinya sebagai periode adalah v=1/t = 1070 Hertz. Tetapan planck sebagai manifestasi tetapan kehidupan h=6,626176x10-34 Joule.detik. Teori kuantum Max Planck , E=h.v = 6,62617x10-34x1070=6,626x1036 Joule.
Kelahiran waktu sebagai kehidupan dan penciptaan semua makhluk Inilah energi yang menghidupkan semua eksistensi makhluk sehingga dikatakan sebagai hidup. Kematian makhluk hidup adalah kematian karena ia tidak mampu merasakan lagi orde waktu Planck yaitu t=10-34 detik sebagai waktu terkecil yang mampu disadari oleh manusia, sekalipun sangat teoritis. Maka setelah meninggal, ruh manusia sebenarnya berada di alam dengan orde waktu nyaris kekal atau absolut yaitu t=10-35 detik sampai t=10-70 detik, melewati waktu t=10-70 detik manusia dikatakan musnah total atau fana didalam Allah.
Kalau saja ada kamera yang bisa menangkap gerakan makhluk sampai orde t=10-70 detik , maka boleh jadi kamera itu akan menangkap gerakan manusia yang berjalan dengan melompat-lompat seperti film Vampire Taiwan yang lucu (he…he…he…☺☺☺), atau berada dalam superposisi antara “hidup dan mati” sebagai manifestasi kehendak Allah.

Komentar Item ke-4

Setiap halaman mengandung 18 baris ayat dan non-ayat hal ini dimaksudkan bahwa dalam setiap lembar kehidupannya, setiap manusia itu harus mengingat mati dan harus bercermin sehingga ia akan memaknai angka 18 sebagai angka 9 yaitu kembali kepada Alah dengan At-Tawbah yang ditempatkan sebagai surat ke-9.
Angka 9 adalah batas ilmu pengetahuan makhluk yaitu konsep bilangan desimal 123456789, artinya sekiranya makhluk mampu menguasai ilmu pengetahuan maka ingatlah untuk kembali ke angka 1 sebagai angka yang menyatakan sumber atau asal muasal dari semuanya bahwa Allah adalah Yang Maha Esa (Prima Kausa), Yang memiliki pengetahuan itu. Kalau tidak, maka manusia akan tersesat seperti tersesatnya kaum Nabi Musa yang mencuri 9 mukjijat (kiasan untuk menyatakan pengetahuan dari Allah yang diselewengkan kaum Musa – yaitu bangsa Yahudi) yang menunjukkan suatu simbolisme kalimat dalam Qs 7 al-Fatihah “Ghairil”, mau kembali kepada Allah dan menjadi orang yang diberi nikmat atau mau terjerumus ke dalam jebakan Ablasa alias Iblis alias filsafat materialisme-ateisme-sekularisme dan masuk kedalam golongan yang dimurkai dan sesat.
Inilah makna kenapa dalam setiap halaman dituliskan 18 baris 18 baris. Asal tahu saja bahwa ayat ke-7 surat al-Fatihah sebenarnya mempunyai 2 ayat dimana batas antara ayat tersebut adalah kalimatullah “Ghairil”. Jadi ketika difirmankan “Ghairil” Allah seperti mengingatkan “mau kemana sampeyan? Mau kejebos jebakan Iblis atau mau kembali kepada-Ku dan berserah diri memasuki Shirataal Mustaqiim berkumpul dengan Umat Nabi Muhammad sebagai Umat yang diberi nikmat”. Demikianlah kenapa setiap halaman ada 18 baris.
Angka 18 juga menjadi nomor surat al-Kahfi sebagai suatu cermin seolah-olah susunan halaman al-Qur’an mengisyaratkan bahwa setiap wahyu yang dibaca dalam setiap lembar halaman al-Qur’an adalah suatu cermin bagi kita sendiri sebagai makhluk yang dilimpahi rahmat dan kasih sayang. Siapapun yang tidak mampu bercermin atas setiap kalimatullah yang tercantum dalam setiap lembar al-Qur’an, maka ia tak akan sanggup menggali hikmah-hikmah terdalam al-Qur’an, yang akhirnya akan menjadi tabir diri yang muncul sebagai “Ghairil” yang menjebloskannya ke dalam jalan orang yang sesat dan dimurkai Allah. Namun, ia yang sanggup dengan iqra dan qolbu yang jernih, dan berendah hati akan memahami al-Qur’an, dan ia pun akan menyingkap hikmah-hikmah al-Qur’an secara mendalam yang akan membawanya memasuki Shiraatal Mustaqiim sebagai orang-orang yang diberi nikmat dan kegembiraan (al-busyra).
Halaman-2, halaman-3 dan halaman 485 yang masing-masing terdiri dari 7, 7 dan 19 baris, ayat non-ayat, merupakan suatu konfigurasi khusus yang berkaitan dengan sunnatullah (Qs 48:23) bagi manusia baik yang dimaksudkan untuk peribadahan maupun sebagai tetapan universal awal mula. Kalau kita jejerkan sejajar dalam kotak berikut, kita peroleh nilai numerik yang signifikan :

2
3
485
490
7
7
19
33
9
10
19
38
561

Jumlahan 2+7=9 menunjukkan bahwa halaman 2 sebagai halaman dimana 7 ayat al-Fatihah sebagai pembukaan dan induk al-Qur’an berada. Jumlahan 3+7=10 adalah surat ke-2 yaitu al-Baqarah dimana 4 ayat pertama sebenarnya bagian dari induk al-Qur’an karena menyangkut konsepsi alam semesta dan tatanannya yaitu “Alif Laam Mim”, dan ayat ke-2 sampai ke-4 adalah dasar-dasar akidah Agama Islam yaitu rukun Islam dan Iman. Dengan demikian, urutan nomor ayat 234 adalah suatu isyarat nyata bahwa semua makhluk dinaungi dengan “maghfirah” Allah yang disebutkan dalam al-Qur’an sebanyak 234 kali.
Ayat ke-5 sampai ke-7 atau 567 adalah suatu unifikasi yang mengarahkan pada eksistensi Ablasa sebagai esensi panas yang berasal dari api. Dalam bahasa fisika modern, panas adalah kalor yang terdapat dalam diri kita sehingga apa yang dimaksud setan dalam diri manusia adalah bagaimana kita mengendalikan esensi Iblis itu supaya jangan merajalela dan menjadi nafsu ammarah. Dari sini kita melihat signifikansi PUASA sebagai cara praktis untuk menguasai ammarah dalam diri kita, karena tubuh kita mengandung unsur-unsur satanik, dan kita pahami kemudian kenapa beberapa makanan dan minuman dikatakan HARAM karena memang mengandung unsur panas yang dapat mengacaukan akal pikiran kita sehingga kitapun akan sebodoh Ablasa yang tidak tahu kenapa ia diciptakan.
Tetapan panas dalam fisika modern adalah tetapan Stepan Boltzman dengan nilai 567x10-10 W/m2 . K4 (satuan Watt Meter Kelvin, perhatikan akurasi angka 567 dengan ayat ke-5,6,7 di surat al-Baqarah). Secara fisis panas akan muncul bila dua buah permukaan saling bergesekan, maka panas tubuh dalam jiwa kita adalah kalor yang muncul akibat susunan jasad kita yang materialistik. Namun panas yang muncul mempengaruhi akal dan pikiran sehingga kalau tidak terkendali menyebabkan ammarah yang tak terkendali juga. Kitapun lantas menjadi setan dan menjadi dajjal yang tertutup matahatinya, dan akalnya sebodoh Iblis dan tidak mampu menampung ilmu pengetahuan Allah dan akhirnya tidak mampu mengendalikan dirinya. Yang muncul adalah kesombongan dan kebodohan, yang akhirnya menjadi kedengkian, dan lain sebagainya. Perhatian bagaimana Allah mengatakannya dalam QS 2:5-7:
Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung. Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman. Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat. (QS 2:5-7)
Dalam QS 2:5, Allah berfirman dengan merujuk kepada ayat ke-4 dari surat al-Fatihah dan 3 ayat al-Baqarah sebelumnya, sehingga dikatakan-Nya bahwa yang mematuhi apa yang tersirat dalam QS 2:2-4 adalah mereka yang mendapat petunjuk dan orang beruntung. Firman ini sebagai pembatas dari golongan orang yang diberi nikmat setelah memasuki Shiraatal Mustaqiim, dan mereka yang berserah diri kepada Allah, yaitu yang menggantungkan kekuatannya kepada pertolongan Allah semata, bukan semata-mata ego dirinya.
Jadi, ayat ke-5 dalam surat al-Baqarah merupakan hasil akhir setelah manusia mampu kembali kepada Allah. Namun, bila ia tersesat maka orang yang tersesat itu adalah mereka yang sama sekali buta mata hatinya. Ia terkelabui oleh Ablasa sebagai nafs ammarah yang menguasai dirinya, awan hitam kelam yang menutupi akal pikirannya, dan segala inderawinya terkunci mati. Secara singkat ia menjadi Tidak Beriman. Dijelaskan dengan jelas, maupun dengan seadanya, ia tetap saja tidak beriman, bukan karena ia cerdas atau bodoh tetapi semata-mata karena Allah sendiri yang telah mengunci mati hati dan pendengarannya karena “KESOMBONGAN” yang melingkupinya. Ia tertutupi oleh selendang “KESOMBONGAN ALLAH” yang sebenarnya tak boleh dikenakan oleh makhluk.
Artinya, kita tak perlu ngotot untuk menyadarkan orang yang sudah dikunci mati oleh Allah ini, karena buang energi saja, dan percuma. Tugas kita CUMA MENGINGATKAN DAN MEMBERI INFORMASI, seperti difirmankan-Nya,

Jika mereka tetap berpaling, maka sesungguhnya kewajiban yang dibebankan atasmu (Muhammad) hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang. (QS 16:82)

Katakanlah (hai Muhammad): "Sesungguhnya aku hanya memberi peringatan kepada kamu sekalian dengan wahyu dan tiadalah orang-orang yang tuli mendengar seruan, apabila mereka diberi peringatan"(QS 21:45)

(Kami terangkan yang demikian itu) supaya ahli Kitab mengetahui bahwa mereka tiada mendapat sedikit pun akan karunia Allah (jika mereka tidak beriman kepada Muhammad), dan bahwasanya karunia itu adalah di tangan Allah. Dia berikan karunia itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.(Qs 57:29)

Apakah (mereka lalai) dan tidak memikirkan bahwa teman mereka (Muhammad) tidak berpenyakit gila. Dia (Muhammad itu) tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan lagi pemberi penjelasan.(QS 7:184)
Itulah batas-batas yang sudah menjadi ketetapan Allah, bahwa bahkan seorang Nabi pun tidak akan sanggup membuat seseorang menjadi beriman karena semua itu adalah anugerah Allah. Tugas Nabi Muhammad SAW adalah hanya sekedar menyampaikan amanat Allah berupa al-Qur’an dengan contoh nyatanya sebagai akhlak Nabi Muhammad SAW yang tersirat dalam QS 9:128 sebagai akhlak yang terbaik bagi manusia yang disebut al-Insan al-Kamil (Manusia Sempurna atau Adimanusia).
Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. (Qs 9:128)
Sehingga seringkali Nabi SAW pun dikatakan sebagai penyempurna akhlak manusia yang aslinya mulia. Manusia tidak memiliki kemampuan untuk menyebabkan seseorang beriman, karena semua itu adalah hak dan wewenang Allah semata (QS 7:54) sebagai suatu anugerah dan hidayah bagi manusia yang bersangkutan.
Jadi, sekiranya mereka tidak mau mendengar, yah itu bukan urusan kita, itu sudah urusan Allah SWT karena yang menyebabkan seseorang beriman atau tidak kalau kondisinya seperti yang digambarkan QS 2:6-7 adalah kondisi yang hanya Allah lah yang harus turun tangan langsung karena orang yang bersangkutan mengenakan “SELENDANG KEBESARAN ALLAH YAITU KESOMBONGAN”.
Tak perlu ambil pusing dengan orang semacam itu, kalau diladeni kita malah terjebak dalam ammarah Ablasa yang ditebarkannya, karena orang yang tersesat adalah bagian dari instrumen atau peralatan penggoda Iblis dan Setan. Jadi, camkan ini baik-baik jangan gampang panas hati kalau ada orang yang seperti dikatakan Allah “Terkunci Mati”.
Jumlahan mendatar 2+3+485=490 menunjukkan konstruksi tatanan alam sebagai matriks 7x7x10, yang akhirnya diuraikan menjadi 7 baris di halaman 2, 7 baris di halaman 3 dan 19(1+9=10) baris dihalaman 485. Secara filosofis dan eksak, konstruksi 7x7=49 adalah konstruksi tatanan 7 langit bumi kesemua arah, jadi dalam hal ini al-Qur’an pun nampaknya mengikuti pola tatanan konstruksi demikian karena mencakup catatan harian Allah dalam membangun Alam Semesta dan Manusia sebagai bayangan kesempurnaan-Nya.
Konstruksi 7x7 dalam al-Qur’an sebenarnya tersirat sebagai konstruksi Muthaain (Mim Thaa Ain) (QS 81:21) sebagai suatu konstruksi hukum-hukum alam atau sunnatullah yang pasti terjadi dan harus dipatuhi oleh semua makhluk yang berada didalamnya). Konsekuensi dari tidak ditaatinya hukum-hukum alam akan menimbulkan kegoncangan jagat raya atau al-Zalzalah (QS 99, gempa Bumi, 9x9=81 lihat kaitan nomor surat diatas). Dan kegoncangan itu dapat diatasi jika manusia kembali kepada Allah yaitu mengikuti apa yang sudah menjadi kisah-kisah Rasul dan Nabi atau al-Anbiya (QS 21), untuk kembali kepada ridha Allah dengan ikhlas (QS 112) dan penauhidan kepada-Nya tanpa tipu daya.
Konstruksi 2, 3, 485 merujuk pada nomor ayat QS 48:23 yaitu sunnatullah yang tetap berlakunya seperti telah diulas diatas. Sedangkan 85 berkaitan dengan 85 surat non-fawatih yang menunjukkan format peribadahan Umat Islam dengan ringkasan 5x17=85, atau tersirat sebagai surat al-Mukmin sebagai surat bernomor 40 dengan jumlah ayat 85.
Jumlahan mendatar dari halaman ke-2 dan ke-3 adalah 7+7+19=33 yang merupakan ketukan Dzikir dari kesimpulan akhir yang tercantum didalam al-Qur’an, demikian juga 9+10=19, dijumlahkan diperoleh 9+10+19=38 sebagai tersingkapnya tabir huruf Shaad yaitu kalimatullah “Shibghatallaahi”(Qs 1;138, QS 38:1) yang menunjukkan tersingkapnya tabir Pengetahuan Allah dan realitas bahwa semua makhluk tercelup dalam semua esensi penampilan Asma dan Sifat Allah yang berupa Pengetahuan-Nya. Jumlahan 38 sebagai 2x19 juga merujuk kepada surat nomor 27 yaitu surat an-Naml dimana terdapat 2 kalimat Basmalah yaitu Basmalah pembuka dan Basmalah pada Qs 27:30.
Jumlah total 490+33+38=561 merujuk kepada surat 56:1 yaitu surat al-Waaqiah (96 ayat) yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi surat Hari Kiamat sebagai produk akhir resultansi konstruksi jagat raya dengan konstruksi al-Qur’an 7x7 yang dikaji oleh Dr. Hidayat Nataatmadja.Gambar berikut mengilustrasikan konstruksi al-Qur’an dengan maktriks 7x7 dengan penerapannya sebagai sistem operasi alam semesta dan qolbu manusia. Keseimbangan jagat raya khususnya sistem tatasurya bumi-matahari adalah keseimbangan yang ditunjukkan dalam arah diagonal ke-kanan dengan pusat keseimbangan pasangan Qs 47 dan 74. Baik alam semesta dan qolbu manusia satu sama lain saling terkait, bahkan manusialah yang mempengaruhi keseimbangan global jagat raya. Bila akhlak manusia menjauhi titik keseimbangan QS 47 dan QS 74 maka jagat raya guncang dan muncul banyak bencana yang mengarah kepada al-Qiyamah (Qs 75), hanya dengan taubat yang benar maka hal itu bisa dicegah.
Konstruksi al-Qur’an dengan matriks 7x7



Namun bila manusia mampu kembali ke posisi keseimbangannya yaitu menuju ke jalur hijau dalam tabel diatas, maka jagat raya menuju posisi keseimbangan. Demikianlah konstruksi 7x7 al-Qur’an merupakan konstruksi berpasangan antara qolbu manusia dan keseimbangan jagat raya. Dan parameter utama tegaknya keseimbangan adalah tegaknya kalimatullah Tauhid



dan shalat 5 waktu sebagai tetapan universal awal mula (Lihat uraian saya dalam risalah Otentifikasi al-Qur’an yang telah saya distribusikan sebelumnya). Kunci-kunci keseimbangan jagat raya adalah QS 96:1-5 yaitu Iqra, penyucian jiwa (QS 91:1) dan ampunan dan tobat dengan tahajud (QS 73).
Hari Kiamat sebagai suatu kepastian takdir adalah hari kiamat yang sebelumnya difirmankan sebagai “yang pasti terjadi” dalam QS 69:1 yaitu al-Haqqaah sebagai “awal dan akhir” dari semua makhluk ciptaan Allah yang akan kembali kepada-Nya, dan bagi yang selamat adalah ia yang memiliki bekal penauhidan kepada-Nya dengan panduan surat al-Alaq QS 96 ayat 1 sampai 5 dan penyucian jiwa Qs 91:9-10 sehingga ia mampu meraih nikmat rahmat dan kasih sayang Allah yaitu ampunan, Basmalah, dan makrifatullah kepada Allah seperti tersirat dalam jumlah ayat surat al-Alaq yang berjumlah 19.
Konsepsi terpasangnya al-Qur’an yang menjadi sistem operasi manusia diilustrasikan dalam gambar diatas dengan suatu hipotesis awal bahwa didalam diri setiap manusia al-Qur’an sudah di-install Allah sejak awal mula penyaksian (QS 7:172). Dan al-Qur’an akan aktif secara mandiri setelah manusia mampu menjalankan QS 96, 91 dan 73 dengan keikhlasan QS 112 dengan benar. Berhasil atau tidaknya seseorang untuk mengimplementasikan QS 96, 91 dan 73 sepenuhnya tergantung kepada keberhasilannya mendekat kepada Allah agar ridha Allah menyertainya dan iapun mampu memahami al-Qur’an sesuai dengan apa yang dipilihkan Allah kepadanya, jadi bukan karena kehendak kita namun kehendak Allah lah yang berlaku mutlak.

Komentar Item ke-5
Item ke-5 berbicara tentang posisi surat al-Lahab yang berada di halaman 484 dan 485 dengan transisi di ayat ke-4 surat al-Lahab. Surat al-Lahab sebenarnya menunjukkan karakter ammarah, atau manusia yang menjadi satanik karena dikuasai nafsu ammarah (secara historis surat ini dimaksudkan kepada Abu Lahab dan istrinya, lawan Nabi Muhammad SAW yang keji). Posisinya yang ditempatkan dalam nomor surat 111 dengan 5 ayat di halaman 484 sebenarnya untuk menunjukkan bahwa al-Lahab sebagai panas api esensi Iblis (dengan kata lain Iblis dan antek-anteknya setan dari manusia maupun jin) akan dapat dilumpuhkan dengan Trio Surat al-Ikhlas, al-Falaq, dan an-Naas (trio surat ini tidak lain adalah uraian 3 Ism Agung Allah, ar-Rahmaan, dan ar-Rahiim yang menjadi basis kalimat Bismillah dan al-Kursy QS 2:255) yang sebelumnya sudah difirmankan Allah dalam QS 17:111, yaitu firman Allah,
Dan katakanlah: "Segala puji bagi Allah Yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan Dia bukan pula hina yang memerlukan penolong dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya.(QS 17:111)
Dan juga sebagai suatu pelajaran bagi manusia melalui firman yang tercantum dalam Qs 12:111,
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Qur'an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.(QS 12:111)
Sehingga untuk kembali kepada Allah, yang dibutuhkan adalah keikhlasan kita sebagai manusia untuk kembali kepada Allah dengan berserah diri dan ikhlas, dalam ampunan atau maghfirah-Nya, dengan tawakkal, dan dengan selalu mengingat Allah (dzikir).
Penempatan ayat ke-5 di halaman ke-485 sehingga dalam halaman terakhir tersebut terdapat 3 surat yaitu surat ke-112 (al-Ikhlas, 4 ayat), ke-113 (al-Falaq, 5 ayat), dan ke-114 (an-Naas, 6 ayat) sehingga terdapat 1+4+5+6=16 ayat menunjukkan konstruksi tatanan kealaman (al-Aalamin) sekaligus konstruksi al-Fatihah yang aktual. Dengan tambahan 3 Basmalah dari masing-masing surat maka terdapat 16+3=19 baris yang tidak lain adalah jumlah huruf kalimat Basmalah dan Haulaqah. Jadi, dalam penguraiannya al-Qur’an dimulai dan diakhiri dengan kalimat Basmalah dan Haulaqah dengan harapan ridha Allah semata bagi yang memahaminya dan mengaplikasikannya sebagai sistem operasi al-Insaan al Kamil (manusia sempurna, lihat gambaran sebelumnya).
Kodefikasi Dzikir dapat diekstrak kalau kita gunakan pemisahan antara masing-masing nomor surat yaitu 11-2, 11-3, 11-4, terdapat 11x3=33 ketukan dzikir, sedangkan 234 adalah kodefikasi maghfirah yang merupakan cerminan dari QS 2:2-4, kemudian kalau kita jjerkan vertikal dipeorleh koefisien 433 yang menjadi penentu jumlah ayat al-Qur’an Mushaft Utsmani, dan jumlah masing –masing ayat 4, 5, 6 atau 456 adalah kode nilai al-Jumal kata Tawakkal (Ta, Wau, Kaf, Lam) yang tidak lain adalah lafaz Allah dalam konfigurasi 4 huruf, 5 huruf, dan 6 huruf. Jumlahan dari 4+5+6=15 adalah Allah dan 5 Asma dan Sifat-Nya (3 Ism Allah, ar-Rahmaan, ar-Rahiim, dan 2 pasang sifat al-Hayyu-alQayyum, al-Iradah-al-Qudrah) yang belum diungkapkan menjadi proses penciptaan. Dari Basmalah sebagai surat dan ayat ke-1 sampai akhir surat an-Naas al-Qur’an sebenarnya bercerita tentang catatan harian Allah dari awal dan akhir yang diawali “dari Allah, dengan Allah , dan akan kembali kepada Allah”.

Komentar Item ke-6
Jumlah ruku merujuk pada pengertian angka 18 seperti diuraikan dalam item ke-3. Sedangkan jumlah 558 merujuk pada konfigurasi sepasang segilima saling bercermin (cermin=angka 8, secara geometris sebenarnya susunannya 5-8-5, namun kalau kita sambungkan menjadilingkaran menjadi 558 dengan jumlah bilangan 5+5+8=18 yaitu jumlah baris per halaman al-Qur’an, lihat uraian item sebelumnya), sehingga terbangun bidang segienam seperti konstruksi sarang tawon atau 16.
Jumlah ruku, nampaknya ditentukan menurut QS 55:7-9 dimana dalam 55:7-9 tersirat makna “jangan melampaui apa yang sudah menjadi ketentuan Allah yaitu sunnatullah sebagai kondisi keseimbangan optimum dalam apapun juga”, sebab bila tidak maka dapat terjadi ketidak seimbangan yang mengarah pada “pendustaan kepada rahmat Allah” seperti yang difirmankan dalam QS 55 sebanyak 31 kali.
Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan).
Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu. (Qs 55:7-9)
558 adalah titik tengah yang menegaskan bahwa jangan melampaui batas, maka jumlah ruku pun menjadi sama dengan apa yang tersirat dalam QS 5:8 sebagai
batas-batas yang harus dipatuhi karena semua aspek yang berhubungan dengan keseimbangan didalam tatanan alam semesta bersifat sangat kaku “tanpa kompromi”. Melampaui batas yang ditetapkan maka bencanalah yang akan datang. Dan dengan suatu sebab khusus, disebutkan-Nya dalam QS ar-Rahmaan firman yang sama secara berulang sebanyak 31 kali sebagai,
Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (QS 5:18)
Kenapa Allah menyebutkan firman diatas sebanyak 31 kali? Jumlah ini berkaitan dengan konstruksi dasar al-Qur’an yaitu jumlahan dari kalimatullah tauhid 12 dan kalimat Basmalah 19, 12+19=31 jadi tegaknya tauhid adalah prasyarat paling fundamental agar maghfirah, rahmat dan kasih sayang Allah aktual dirasakan sebagai apa adanya oleh semua makhluk bahwa apa yang ada pada dirinya adalah tak lebih dari limpahan rahmat dan kasih sayang Allah, maka sewajarnya bahwa semua makhluk menauhidkan-Nya.
Makhluk itu tak lain adalah makhluk yang diciptakan sebagai bayangan
kesempurnaan-Nya yaitu al-Insaan atau manusia. Maka tidak heran kalau 31 teguran dalam surat ar-Rahmaan menjadi jumlah ayat dari surat al-Insaan sebagai surat bernomor 76 untuk mengingatkan kepada semua manusia bahwa semua itu adalah limpahan rahmat dan kasih sayang Allah semata. Dengan demikian, 31 ancaman Allah yang aktual dalam QS ar-Rahmaan yang terjadi pada suatu kaum adalah suatu ancaman yang serius bahwa makhluk atau kaum tersebut sudah benar-benar melewati neraca keseimbangan yang tersirat dalam QS 55:7-9. Jadi jumlah ruku yang tercantum sejumlah 558 didalam al-Qur’an adalah suatu jeda bagi makhluk untuk selalu mengingat Allah.

Komentar Item ke-7
Basmalah bukan merupakan suatu ayat (tetapi tetap ia adalah firman Allah, lihat QS 27:30), namun merupakan payung pembuka yang menaungi semua surat kecuali surat at-Tawbah. Tidak adanya Basmalah didalam surat at-Tawbah menunjukkan bahwa surat at-Tawbah menyimbolkan suatu surat untuk kembali kepada Allah. Angka 9 sebagai nomor surat at-Tawbah menunjukkan batas pengetahuan manusia yaitu angka 9, maka setelah sembilan ia harus kembali kepada Allah. Demikian juga at-Tawbah menunjukkan bahwa pada saat pertama kali penciptaan makhluk, yang dihamparkan oleh Allah pertama kali antara Diri-Nya dan cermin ciptaan-Nya adalah hamparan ampunan dan tobat sebagai suatu hidayah terbesar bagi manusia. Jadi, bukan seperti Iblis yang menginginkan kekekalan atau ditangguhkan, manusia diberi ampunan dan tobat agar selalu minta ampun kepada Allah, beristighfar untuk kembali kepada-Nya dan dilimpahi rahmat dan kasih sayang-Nya.
Kompensasi dari tidak adanya Basmalah di salam surat At-Tawbah adalah adanya 2 Basmalah di surat an-Naml yaitu surat no 27 dimana dalam QS 27:30 difirmankan juga Basmalah kepada Nabi Sulaiman a.s. Ada kemungkinan juga bahwa Basmalah juga merupakan 2 firman maka terdapat konstruksi 2x5x2; 4x5 atau 22x5=110 yaitu jumlah ayat al-Kahfi atau surat ke-18, atau 297 sebagai kiasan 2 ayat terlipat sehingga 9 ayat menjadi 7 ayat, dengan demikian ayat ke-4 menjadi ayat urutan ke-3 sebagai titik tengah atau 297=300-3.
Dengan demikian, konstruksi al-Qur’an menunjukkan suatu bukti yang nyata karena 297 adalah jumlah kumulatif 70 tatanan orbital namun dalam kodefikasi bilangan prima ditambah angka 3 dari 3 Ism Agung. Jadi orbital ke-51 misalnya harus diuraikan menjadi bilangan prima. 51 akan berakhir dengan 5+1=6, 6 diuraikan menjadi 2x3=2+3=5 dan 1x6=1+6=7, jumlahannya adalah 5+7=12=1+2=3, jadi 51 mempunyai bilangan prima 3. Dengan cara demikian, maka jumlahan bilangan prima secara akumulatif dari 70 orbital alam (lihat uraian item 1) akan diperoleh angka 294, kemudian ditambahkan 3 bilangan dasar yaitu 3 Ism Agung yang membangun Basmalah, menjadi 294+3=297. Selain itu, pemisahan 29 7 menunjukkan konfigurasi 29 surat dengan huruf fawatih misalnya Alif Laam Mim yang mengisahkan bagaimana Allah menciptakan alam semesta beserta semua isinya bagaikan untaian permata al-Qur’an.
Penelitian KH Fahmi Basya dalam bukunya “Matematika Islam” terbitan Republika tahun 2005 menunjukkan bahwa susunan penomoran surat fawatih mengikuti suatu aturan yang sistematis dengan kaidah angka 19 (jumlah huruf Basmalah) dan kaidah nilai al-Jumal huruf “Nun” (50) sebagai sumber semua pengetahuan Allah. Kaidah ini sebenarnya kaidah firman Thaa Sin yang mempunyai nilai al-Jumal 69=19+50 yang aktual menjadi surat al-Haqqah (QS 69) sebagai suatu ketentuan yang pasti terjadi (juga merupakan nilai al-Jumal Alif Lam Lam Ha, lafaz Allah dengan 4 huruf). Jadi, penyingkapan tabir huruf-huruf fawatih akan menyingkap konsepsi penciptaan segala sesuatu yang tak lain dimulai dengan kalimatullah tauhid (angka 12) yaitu “Laa Ilaahaa Illaa Allah” dengan dihamparkannya ikhlas Allah pertama kali sebagai QS 112, dan aktualnya sunnatullah (QS 48:23), sampai akhirnya terurai menjadi 6236 ayat al-Qur’an sebagai pedoman bagi semua manusia dan jin untuk kembali kepada Allah dengan ridha-Nya sebagai golongan yang diberi nikmat (karena menauhidkan-Nya dan mengikuti Muhammad sebagai Utusan Allah).
Komentar Item ke-8
Komentar 8 merupakan maksud dari risalah otentifikasi al-Qur’an ini, yaitu membuktikan bahwa Mushaf Utsmani dengan kodefikasi basis 19 dengan jumlah ayat 6236, dan dengan 112 Basmalah menjadi 6348 adalah eksak dan tidak mungkin diubah karena mengubah jumlah ayat al-Qur’an sama saja artinya dengan mengubah salah satu angka dari 12 tetapan awal mula yang telah saya jabarkan panjang lebar di risalah sebelumnya.
Bagaimanakah kalau kita ubah shalat wajib 5 waktu dengan 6 waktu atau 4 waktu supaya jumlah ayatnya berbeda? Tentunya ini suatu kebatilan yang nyata dari kebodohan Iblis yangnyata juga, dan harus ditolak oleh Umat Islam. Mengabaikan hal ini berlarut-larut sehingga Umat Islam kebingungan dengan kesahihan al-Qur’an-nya jelas-jelas melanggar apa yang sudah dinyatakan oleh Allah sendiri dalam QS 48:23 sebagai suatu sunnatullah yang tetap. QS 48:23 adalah firman Allah nan suci, maka siapa yang menolak kenyataan demikian harus ditepis kecuali bisa membuktikan bahwa sunnatullah yang disebutkan dalam QS 48:23 bukan firman Allah, yang berarti sama saja dengan mengatakan bahwa kecepatan cahaya bukan 300.000 km per detik (angka pembulatan), dan tetapan Planck bukan 6,626176x10-34 Joule per detik. Kalau benar demikian, maka AGAMA ISLAM RUNTUH DAN ILMU PENGETAHUAN MANUSIA YANG SUDAH DIKEMBANGKAN BERABAD-ABAD TIDAK BERLAKU. Demikianlah, apa yang dikonstruksikan dalam mushaf Utsmani saya simpulkan sebagai “MUSHAF NABI MUHAMMAD SAW YANG ASLI” dan apa yang diwahyukan adalah Wahyu Ilahi yang mencakup masa lampau, masa kini, dan masa depan (awal dan akhir), yang menolak kenyataan demikian bisa dikatakan batil dan ngawur yang juga sudah disebutkan di dalam al-Qur’an misalnya dalam QS 54:3.

Komentar Item ke-9
Dengan demikian diperoleh konfigurasi 27 (halaman 2, 7 ayat) dan 34 (halaman 3, 4 ayat) kedua penomoran tersebut mempunyai makna khusus yang menunjukkan jumlah kata yang bermakna sujud di dalam al-Qur’an yaitu berjumlah 34 sebagai manifestasi akidah Islam untuk selalu kembali kepada Allah, sedangkan angka 27 berkaitan dengan pengertian surat ke-9 sebagai At-Tawbah (2+7=9) dan surat an-Naml nomor 27 yang mempunyai 2 Basmalah.
Jadi surat 9 maupun 27 sebenarnya saling berpasangan, kenapa demikian? Hal ini dikarenakan awal firman dari surat ke-27 yang dimulai dengan ThaaSin sebagai kalimatullah aktualnya penampakkan 7 Asma dan Sifat Allah ke alam nyata sebagai suatu kepastian dan sunnatullah atau ketetapannya sebagai “yang pasti terjadi” yaitu al-Haqqaah (QS 69:1). Jadi apapun yang sudah terjadi akan terjadi sesuai dengan ketentuan atau sunnatullah Allah yang telah ditentukan sejak awal mula (QS 48:23). Allah seolah berkata ketika ingin memperkenalkan Diri-Nya,
Kuhamparkan ikhlas-Ku dengan menghamparkan permadani ampunan
dan tobat (maghfirah) untuk jalan kembali kepada-Ku. Maka kembalilah
kepada-Ku dengan ikhlas dan ridha-Ku.”
Setelah itu sunnatulah Allah aktual dengan firman ThaaSin (Qs 27) yaitu sebagai al-Haqqaah “yang pasti terjadi”, maka segala sesuatunya Dia ciptakan dengan lingkupan Basmalah, ampunan dan tobat, dan yang berhasil kembali kepada-Nya adalah yang memasuki permadani ampunan (Shiraat al-Mustaqiim) dengan penauhidan dan mengikuti jalan Nabi Muhammad SAW sebagai jalan orang-orang yang diberi nikmat.
Dengan uraian atas konstruksi asli dari Mushaft Utsmani diatas, nampaknya ada baiknya kalau al-Qur’an terjemahan yang sekarang ada di Indonesia mengikuti konsep konstruksi al-Qur’an yang asli karena mencakup berbagai aspek yang sangat filosofis dan konseptual tentang Allah, Alam Semesta dan Manusia dari al-Qur’an sebagai Kitab Suci Umat Islam yang shahih dan kebenarannya dari hari ke hari makin nyata.
Segala puja dan puji hanya patut dipersembahkan kepada Allah semata, Tuhan Semesta Alam.
Jakarta, 7-4-2007
Revisi ke-2, 26-4-2005
Atmonadi
Komukasi personal by e-mail : atmoon.geo@yahoo.com
Pendiri situs myQuran.com, penulis risalah online (e-book) “Kun fa Yakuun : mengenal Diri, mengenal Ilahi” (free download release 1 : http://www.myquran.org/doc/kunfayakuun atau http://kunfayakuun.getwo.com )
Referensi :
1. Al Qur’an Terjemahan Departemen Agama, 1984
2. Al Qur’an Terjemah Indonesia, PT Sari Agung, Cetakan ke-13, 1999
3. HB Yassin, “Al Qur’an Bacaan Mulia”, Yalco Jaya, Cetakan ke-4, 2002
4. Atmonadi, “Kun Fa Yakuun : Mengenal Diri, Mengenal Ilahi”, e-Book
release 4, 2004-2005, free down load (r-1),
http://www.myquran.org/doc/kunfayakuun
5. _______, “Prima Kausa”, release 1, 2005
6. _______, “Matematika Tauhid (Draft)”, 2005
7. _______, “Catatan Harian Rabbul Aalamin : Kronik-kronik Penciptaan
(Draft)”, 2005
8. _______, “ar-Rahmaan Yang Mengajarkan al-Qur’an : Dibalik huruf-huruf
rahasia 29 surat fawatih, 2005
9. _______ , “Alif Sampai Ya”, release 1 (distribusi kalangan terbatas)
10. ________, “Kontinuum Kesadaran Diri-Ruang-Waktu”, (draft) 2005
11. ________,”Superunifikasi Akbar : Alif Ba Dal – Alif Laam Laam Ha”, 2005
(distribusi kalangan terbatas)
12. Dr. Hidayat Nataatmadja, “Intelijensi Spiritual”, Perenial Press, 2001
13. Arifin Mufti, “Matematika Alam Semesta”, Kiblat, 2004
14. KH Fahmi basya, “Matematika Islam”, Republika, 2005
15. M. Quraish Shihab, “Mukjizat Al-Qur’an”, Mizan, 1996
16. _______________, “Tafsir al Mishbah jilid 11”, 2004
17. Taufik Adnan Amal, “Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an”, February 2005

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

CARA DOWNLOAD DI BLOG INI

1. Klik link download, anda akan diarahkan menuju adf.ly. tunggu 5 detik pilih SKIP AD
Silabus dan RPP SMA Kurikulum 2013
2. Klik Download yang berwarna biru.
Silabus dan RPP SMA Kurikulum 2013
3. Isi Verification Code. setelah terisi sesuai dengan yang diminta klik Download yang berwarna biru di bawah kotak verification code.
Silabus dan RPP SMA Kurikulum 2013
Semoga bermanfaat dan terimakasih atas kunjungannya....